Nilai kultural-religius Massuro Baca dan Massiara Kuburuq, tradisi masyarakat Bulukumba menyambut Ramadhan

5 April 2021, 20:06 WIB
Ilustrasi: seorang bocah di Kabupaten Bulukumba sedang 'massiara kuburuq' (ziarah kubur). /WartaBulukumba/Alfian Nawawi

 

WartaBulukumba - Bebungaan ditaburkan setelah do'a-do'a dirapalkan. Aroma daun pandan bertebaran, hening sakral berkelindan.

Ritual "massiara kuburuq" dan "massuro baca" merupakan salah satu kebiasaan masyarakat Muslim Sulawesi Selatan, termasuk masyarakat Kabupaten Bulukumba sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.

Dalam Bahasa Bugis, massiara kuburuq artinya ziarah kubur, dan massuro baca adalah baca do'a-do'a.

Baca Juga: Hadang balap liar, Satlantas Polres Bulukumba gencarkan patroli

Budayawan dan sastrawan senior Kabupaten Bulukumba yang juga seorang da'i, Mahrus Andhis mengungkapkan bahwa bentuk tradisi budaya-Islam tersebut bernilai manfaat.

"Apabila ritual semacam ini dilakukan dengan ikhlas tanpa tendensi peribadatan yang menyimpang dari syariat, maka pelakunya dijamin memperoleh pahala dari Allah SWT," ujarnya.

Mahrus Andhis lebih jauh menguraikan, di mata umat Islam, Ramadhan adalah bulan yang suci penuh Rahmat. Menyambut Ramadhan dengan hati yang gembira adalah sunnah Rasulullah.

Baca Juga: China melintasi Okinawa dengan kapal induknya, Jepang bereaksi dengan kirim kapal perusak

Ia mengutip hadits Nabi: "Man fariha bidukhuuli ramadhaana faharramallaahu jazadahu alanniiraani."

Artinya: "Barangsiapa yang merasa gembira menyambut bulan Ramadhan, maka dijamin jazadnya tidak tersentuh api Neraka."

Dalam sebuah postingan di akun Facebooknya yang sebenarnya adalah sebuah esai, Mahrus Anhis menulis dalam salahsatu paragraf bahwa kegembiraan menyambut bulan suci yang penuh berkah tersebut, oleh sebagian masyarakat Bugis-Makassar, biasanya diwujudkan dalam perilaku ritual kultural-religius. Dua hal di antaranya ialah melakukan ziarah kubur dan pembacaan doa-doa.

Baca Juga: Ratusan kapal China di Zona Ekonomi Ekslusif Filipina bisa picu perang

Ziarah kubur, biasanya dilakukan dengan mendatangi makam keluarga untuk memanjatkan doa-doa keselamatan bagi ahli kubur. Selain itu, ada pula di antara mereka mengunjungi makam para wali yang diyakini memiliki kedekatan kepada rahmat Allah Swt.

Ritual "massuro baca" biasanya dilakukan di dalam rumah. Hakikat ritual ini, sesungguhnya, adalah memohon keselamatan kepada Allah Swt dengan cara menggunakan jasa pembaca doa. Umumnya, pembaca doa adalah seorang imam atau tetua kampung yang diyakini bagus agamanya untuk memanjatkan doa-doa keluarga.

Baca Juga: Bisa mengetik di komputer melalui pikiran, teknologi canggih untuk penderita kelumpuhan

Tradisi budaya Islam ini selalu dilengkapi dengan berbagai jenis makanan lokal, seperti "sokkoq na manu" (Bugis) atau "songkoloq na jangang" (Makassar), yaitu sejenis kuliner yang terdiri dari nasi ketan dan ayam bumbu.

Setelah doa dipanjatkan yang, dipimpin oleh imam, kuliner klasik itu pun disantap bersama dengan penuh rasa gembira.

Ada kesan bahwa makanan yang masuk ke dalam tubuh mereka, mengandung keberkahan khusus karena zatnya sudah lebur menyatu ke dalam doa-doa yang diridai oleh Allah Swt.

Baca Juga: Divaksin Oxford-AstraZeneca, 30 orang mengalami pembekuan darah dan 7 orang meninggal di Inggris

Mahrus Andhis menekankan, nilai-nilai religius yang terkandung di balik ritual "massiara kuburuq" dan "massuro baca" tersebut terletak pada niat masing-masing pelakunya. Dan niat seseorang, hanya Allah SWT yang mengetahuinya.

Sebuah imbuhan ajakan pun ia sematkan agar kita berprasangka baik dan berusaha menghindari tuduhan-tuduhan bid'ah, musyrik, atau pengikut syaitan terhadap saudara muslim yang melakukan ritual budaya-Islami seperti itu.

"Semoga kita semua tetap dalam rahmat-Nya dan merasa gembira memasuki bulan suci Ramadan 1442 Hijriah. Marhaban, ya Ramadan," bunyi epilog esai Mahrus Andhis.***

 

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler