Warisan Budaya Dunia dari Bulukumba: Mengapa diberikan nama kapal Pinisi?

- 7 Desember 2023, 15:42 WIB
Perahu Pinisi  Bulukumba yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda pada tahun 2017.
Perahu Pinisi Bulukumba yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda pada tahun 2017. /ExploreMakassar.go.id

WartaBulukumba.Com - Sejarah Kapal Pinisi ada di Google Doodle hari ini Kamis, 7 Desember 2023.  Pinisi menjulang gagah. Lambungnya membelah ombak dengan keanggunan khas, menari di atas samudra biru. Tiang-tiang tingginya menjulang, layarnya merah. Pinisi, kapal yang membawa muara cerita masa silam ke masa depan.

Google Doodle menyatakan: Pada hari ini pada tahun 2017, Pinisi menjadi tagline untuk seni pembuatan kapal di Sulawesi Selatan yang masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda Manusia oleh UNESCO.

Pembuatan kapal di Indonesia bermula ribuan tahun lalu, namun para pelaut di Sulawesi Selatan membangun kapal Pinisi modern pertama pada tahun 1906. Mengambil inspirasi dari gaya pengikatan kapal Eropa, mereka menyadari bahwa dengan menghilangkan tiang tengah di buritan kapal, kapal-kapal itu bisa bergerak lebih cepat — sebuah keuntungan besar untuk mengangkut kargo dan orang. Desain megahnya menampilkan lambung besar yang menjorok ke depan kapal. Kapal-kapal ini semakin populer dari tahun ke tahun, namun komunitas kapal Pinisi yang paling dihargai tetap berada di Sulawesi, tepatnya di Bulukumba.

Baca Juga: Google Doodle rayakan Pinisi sebagai Warisan Budaya Dunia, Tomy Satria salah satu pejuang di baliknya

Pada tahun 1980-an, orang mulai menambahkan mesin ke kapal Pinisi. Setelah bertahun-tahun berbagi desain secara lisan, cetakan resmi untuk kapal ini akhirnya dibuat pada tahun 90-an. Warisan pembuatan kapal di Sulawesi Selatan masih terus berdampak hingga saat ini. Saat ini, kapal-kapal pinisi menjadi pilihan utama untuk perjalanan memancing dan ekspedisi pariwisata.

Mengutip laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, kapal Pinisi merupakan warisan nenek moyang Indonesia yang telah digunakan sejak sekitar tahun 1500-an. Kapal ini biasanya digunakan oleh para pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan.

Rekomendasi literatur terkait Pinisi

Jika Anda ingin 'melayari' lautan pengetahuan tentang Pinisi, ada sejumlah literatur yang komprehensif. Salah satunya adalah buku "Di Balik Layar Perahu Pinisi" yang ditulis Syamsul Rivai, S.Pd., diterbitkan oleh Uwais Inspirasi Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Kapal Pinisi dari Bulukumba: Warisan Budaya Dunia yang jadi Tema Google Doodle hari ini

Buku-buku terkait Pinisi yang sangat direkomendasikan adalah karya-karya budayawan dari Bulukumba, Muhammad Arief Saenong. Tidak sekadar meneliti dan menuliskan sendiri hasil penelitiannya. Muhammad Arief Saenong juga pernah berprofesi sebagai pembuat perahu Pinisi.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x