Kata Konjo berarti "di situ". Masyarakat Konjo mendiami daerah perbatasan desa-desa yang berbahasa Bugis dan Makassar.
Dinukil dari laman Koleksilokal.com, sebuah buku berjudul "Tiro Kerajaan Konjo Pesisir Bulukumba" yang ditulis oleh Mudassir Sabarrang, Penerbit De La Macca, Makassar pada tahun 2016, menjelaskan bahwa masyarakat suku Konjo terdiri atas dua kelompok yaitu Konjo pegunungan, mendiami daerah pegunungan Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Gowa, Kabupaten Sinjai dan Bulukumba di sekitar pegunungan Latimojong Bulukumba di pesisir teluk Bone.
Baca Juga: Menyibak Bulukumba Toa 1900-1911 dari catatan antropolog Belanda BF Matthes
Tiro adalah salah satu Kerajaan Konjo yang disebut memegang peranan strategis dalam bidang ekonomi, pariwisata, sosial dan politik.
Peranan itu lantaran Tiro adalah pemilik pelabuhan transito yaitu muara sungai Basokeng dan Para-para atau Biropa yang menjelma sebagai pusat lalu lintas barang perdagangan.
Kerajaan Tiro mempunyai Kalompoang atau Arajang berupa bendera merah kuning hitam, tombak bermata dua, tongkat berkepala burung elang, boneka burung nuri berlapis emas serta perangkat makan dan sirih berlapis emas.
Ulama besar dari Palembang, Khatib Bungsu menyiarkan agama Islam di Tiro yang kemudian diberi gelar "Dato" atau "Datuk ri Tiro".
Posisi strategis Kerajaan Tiro dijadikan salah satu pertimbangan tersendiri sehingga dipilih oleh Datuk ri Tiro menjadi titik awal penyebaran agama Islam di daerah Bulukumba dan sekitarnya.
Baca Juga: Siapakah pencipta logo Kabupaten Bulukumba?