Amandemen UUD 1945, tuntutan zaman atau kepentingan elit politik?

14 September 2021, 18:53 WIB
Suasa sidang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dan pengesahan UUD 1945 pada tahun 1945.. /Dok. Arsip Nasional/Repro Dokumen Risalah Sidang BPUPKI/
 
WartaBulukumba - Wacana amandemen UUD 1945 kembali belakangan deras menggelinding.
 
Wacana itu menelusup pula ke ranah isu politik, terutama yang disampirkan publik pada helat Pemilu maupun Pilpres yang sebenarnya masih merentang waktu cukup lama, yakni tahun 2024.
 
Bagai bola salju, amandemen UUD 1945 lantas oleh berbagai pihak dikaitkan dengan wacana 3 periode yang bertautan sangat keras dengan kepentingan elit politik.
 
 
Menjelajahi sejarah amandemen UUD 1945, telusur WartaBulukumba.com pada beberapa literatur, setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal AturanTambahan.
 
Salah satu referensi yang komprehensif tentang amandemen UUD 1945 yaitu buku berjudul "Konstruksi Hukum HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945", penulis: Titik Triwulan, SH, MH, diterbitkan Penerbit Kencana pada tahun 2010.

Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga: Sidang BPUPKI dan kronologi sejarah Piagam Jakarta

Sejarah konstitusi mencatat, UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali melalui sidang MPR RI.

Amandemen pertama ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 1999. Setahun kemudian amandemen kedua ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000,

Amandemen ketiga ditetapkan pada tanggal 9 November 2001. Setahun berselang amandemen keempat ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Baca Juga: Antara Iluminati, Lucifer, dan Dajjal

1. Perubahan Pertama UUD 1945 

Perubahan pertama terhadap Undang-Undang 1945 terjadi setelah bergaung tuntutan reformasi yang disuarakan mahasiswa pada tahun 1998, di antaranya tuntutan dilaksanakannya reformasi konstitusi.

2. Perubahan Kedua UUD 1945 

Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada substansi yang meliputi pemerintahan daerah, wilayah negara, warga negara dan penduduk, hak azasi manusia, pertahanan dan keamanan negara, bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan, dan Lembaga DPR, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak, maupun tentang cara pengisianya.

3. Perubahan Ketiga UUD 1945 

Perubahan ketiga UUD diputuskan pada rapat paripurna MPR-RI ke 7, tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR-RI.

Perubahan substansi amendemen ketiga meliputi: 1) kedudukan dan kekuasaan MPR; 2). Eksistensi negara hukum Indonesia; 3) jabatan presiden dan wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan; 4) pembentukan lembaga baru dalam sitem ketatanegaraan RI; 5) pengaturan tambahan bagi lembaga DPK; 6) pemilu.

Baca Juga: Buku 'Bapakku Ibuku' karya Rachmawati Soekarnoputri, jejak manis dan getir masa kecil

4. Perubahan Keempat UUD 1945 

Perubahan keempat terhadap UUD 1945 ini merupakan perubahan terakhir yang menggunakan Pasal 37 UUD 1945 pra-amandemen yang dilakukan oleh MPR.

Ada sembilan item substansial pada perubahan keempat UUD 1945, antara lain: 1). Keanggotaan MPR, 2) pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua, 3) kemungkinan presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, 4). Tentang kewenangan presiden, 5) hal keuangan dan bank sentral, 6) pendidikan dan kebudayaan, 7) perekonomian dan kesejahteraan sosial, 8) aturan tambahan dan aturan peralihan, dan 9). Kedudukan penjelasan UUD 1945.

Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti tidak ada satupun anggota MPR yang keberadaanya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum amandemen, dimana anggota MPR yang berasal dari unsur utusan daerah dan ABRI melalui proses pengangkatan bukan pemilihan.

Baca Juga: Soeharto, lebih 100 buku ditulis tentang sosok dan jejaknya

Kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara terjadi perubahan yang mendasar, dimana setiap kebijakan presiden harus mendapat persetujuan atau sepengetahuan DPR.

Perubahan keempat ini “membatasi” kewenangan presiden yang sebelumnya “mutlak” menjadi kewenangan dalam pengawasan rakyat melalui wakilnya, yaitu DPR.

Lantas bagaimana halnya dengan wacana amandemen UUD 1945 yang jika itu terjadi maka akan menjadi amandemen yang kelima kalinya.

Yang menjadi perhatian rakyat saat ini adalah sejauh mana substansi, kebutuhan, dan kedaruratannya. Pun di sana berbalut pertanyaan yang mendengung: apakah amandemen hanya akal-akalan kepentingan politik elit untuk memuluskan 3 periode?***

 

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler