WartaBulukumba.Com - Pagi selalu beranjak manis semanis gula aren setiap hari di Desa Pangalloang, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Di sini, Ibu Rosmi, seorang perempuan tani penuh kelembutan, bersama suaminya, telah menjadi penjaga warisan gula aren selama puluhan tahun.
Setiap fajar menyingsing, suami Ibu Rosmi memulai hari dengan mengumpulkan nira manis dari pohon aren. Sementara itu, di dapur rumah sederhana mereka, Ibu Rosmi dengan penuh ketelatenan mengolah nektar menjadi keajaiban cairan emas—gula aren.
Proses memasak air nira aren ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah nyanyian cinta pada tradisi dan bumi yang telah lama menjadi akar kehidupan mereka. Dalam percikan api dapur, tercipta harmoni antara keterampilan dan kasih sayang.
Lebih dari sekadar penopang ekonomi keluarga
Dengan senyum penuh kebanggaan, Ibu Rosmi membawa hasil karyanya ke pasar lokal. Di sana, setiap kristal gula aren tidak hanya menyimpan rasa manis, tapi juga cerita tentang kehidupan desa yang kental.
Pekan lalu, di sebuah hari penuh rintik hujan saat Tim Dana Mitra Tani (DMT) berkunjung, Ibu Rosmi menyambut dengan hangat.
"Pohon aren bukan hanya penopang ekonomi, tapi juga napas kehidupan. Seperti keluarga, mereka butuh perhatian dan kasih sayang," kata Ibu Rosmi dengan lembut.
Baca Juga: Hasil Riset Terbaru INDEF: Kampus UMKM Shopee Program Pelatihan Paling Populer
Menurut Ketua DMT Bulukumba, Sri Puswandi, gula aren bagi Ibu Rosmi lebih dari sekedar produk. Ia adalah simbol dari warisan, keharmonisan dengan alam, dan refleksi atas kehidupan mereka yang sarat makna.