Kisah perempuan tani Bulukumba penjaga warisan gula aren: Lebih dari sekadar penopang ekonomi keluarga

- 11 Februari 2024, 14:33 WIB
Ibu Rosmi saat menerima kunjungan Ketua Dana Mitra Tani Bulukumba.
Ibu Rosmi saat menerima kunjungan Ketua Dana Mitra Tani Bulukumba. /Tangkapan layar Instagram.com/@danamitratani

"Proses pembuatan gula aren di tangan Ibu Rosmi dan suaminya adalah manifestasi dari keahlian yang telah terasah oleh waktu. Setiap pagi, suami Ibu Rosmi memanjat pohon aren tinggi, dengan hati-hati memotong ujung bunga aren untuk mengumpulkan nira. Nira ini, yang masih murni dan manis, kemudian dibawa ke dapur sederhana mereka," tutur Sri Puswandi kepada WartaBulukumba.Com pada Ahad, 11 Februari 2024.

Di dapur, Ibu Rosmi mulai prosesnya dengan memanaskan nira di atas api yang dijaga agar tetap stabil. Keahlian utama di sini adalah mengetahui kapan nira harus diangkat agar tidak terlalu kental atau terlalu cair. Proses pemanasan ini memerlukan kesabaran dan insting yang hanya dimiliki oleh mereka yang telah menghabiskan bertahun-tahun dalam pembuatan gula aren.

Baca Juga: Harmoni hijau dan manis di DAS Balangtieng: Kisah Dana Mitra Tani dan petani gula aren di Bulukumba

Kesadaran ekologis

Keahlian ini bukan hanya berasal dari pengalaman, tetapi juga dari pengetahuan turun-temurun. Ibu Rosmi dan suaminya mewarisi pengetahuan ini dari generasi sebelumnya. Mereka percaya bahwa setiap tetes nira dan setiap butir gula aren adalah perwujudan dari warisan dan budaya yang harus dijaga.

Di pasar lokal, Ibu Rosmi dikenal tidak hanya sebagai penjual gula aren, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas. Pembeli setia sering datang untuk sekadar berbincang atau meminta nasihat. Mereka tidak hanya membeli gula aren, tetapi juga membawa pulang cerita dan nasihat dari Ibu Rosmi. Produknya, yang sudah dikenal karena kualitasnya, menjadi jembatan antara Ibu Rosmi dan warga desa lainnya.

Gula aren dari Ibu Rosmi tidak hanya digunakan untuk pemanis dalam makanan dan minuman, tetapi juga sebagai bagian dari ritual dan tradisi. Beberapa pembeli bahkan mengatakan bahwa gula aren ini memiliki kualitas penyembuhan, menjadikannya lebih dari sekadar komoditas, melainkan juga bagian dari warisan budaya dan kesehatan mereka.

Ibu Rosmi percaya bahwa menjaga alam adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Baginya, pohon aren tidak hanya sumber ekonomi, tetapi juga bagian dari keluarga. Ia mengajarkan bahwa merawat alam berarti merawat masa depan.

Pandangan ini tercermin dalam segala aspek kehidupan mereka. Dari cara mereka memperlakukan tanah, pohon, hingga sesama manusia, semuanya adalah cerminan dari rasa hormat dan cinta mereka terhadap alam. Ibu Rosmi dan suaminya percaya bahwa kehidupan yang harmonis dengan alam adalah kunci dari kehidupan yang bahagia dan bermakna.***

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah