WartaBulukumba - Peluncuran satu unit rudal di medan perang dalam dunia nyata setara satu kali ketukan pada tuts komputer yang dilakukan seorang tentara siber.
Analogi itu menunjukkan bahwa perang di dunia maya tak kalah mengerikan dibanding perang di dunia nyata. Dampak yang ditimbulkannya bisa meluluhlantakkan sistem pertahanan dan keamanan siber sebuah negara yang diserang.
Sebuah laporan bertajuk "Iran's cyber power" menyebutkan bahwa Iran yang melakukan aktivitas dalam lingkup pertahanan dan penguasaan dunia maya hingga tahun 2010 meningkatkan kemampuan serangan sibernya terutama setelah terkena serangan siber oleh AS dan Israel.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar memburu para kritikus online dan memblokir internet
Dilansir WartaBulukumba dari Anadolu Agency, Sabtu 3 April 2021, laporan tersebut menyebut Operasi Stuxnet, yang menargetkan sentrifugal pengayaan uranium di Pabrik Nuklir Natanz pada November 2010, merupakan tonggak penting bagi infrastruktur dunia maya dan teknologi informasi Iran.
Setelah tanggal ini, dinyatakan bahwa Teheran mulai mengevaluasi kapasitas serangan sibernya untuk meningkatkan pengaruh regional dan internasionalnya, dan sangat mementingkan studi siber, yang dipandangnya sebagai pencegah ancaman eksternal dan penekan ancaman internal.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa banyak perusahaan asing yang berkontribusi pada pengembangan infrastruktur internet Iran telah berhenti bekerja sama dengan pemerintah Teheran lagi karena sanksi AS. Setelah itu, tercatat bahwa Iran berusaha menutup defisitnya melalui perusahaan lokal.
Baca Juga: SP3 KPK terhadap tersangka kasus BLBI tuai sorotan luas
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa di balik akselerasi Iran dalam aktivitas "internet domestik", jaringan internet internasional diciptakan oleh badan intelijen, dan keyakinan bahwa platform seperti Google dan WhatsApp digunakan untuk kegiatan spionase.