Debat Capres Ketiga: Klaim Prabowo tentang alutsista bekas berusia muda hanya sebagian benar

- 7 Januari 2024, 21:21 WIB
Ilustrasi alutsista bekas - Debat Capres Ketiga: Prabowo klaim usia alutsista bekas yang dibeli masih muda
Ilustrasi alutsista bekas - Debat Capres Ketiga: Prabowo klaim usia alutsista bekas yang dibeli masih muda /WartaBulukumba.Com

Sejarah Indonesia dalam membeli alutsista bekas terukir panjang. Mulai dari era Presiden Soekarno hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pembelian alutsista bekas sudah menjadi bagian dari strategi pertahanan nasional. Misalnya, pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur pada 1994, yang pada akhirnya menjadi sorotan bukan hanya karena kondisi kapal perangnya, tapi juga karena isu korupsi yang menyertainya​​.

Sejarah pembelian alutsista oleh Indonesia

Sejak era kekuasaan Presiden Soekarno, pembelian alutsista bekas sudah dilakukan. Menurut data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), pada 1960 hingga 1964, Indonesia pernah membeli 12 kapal perang bekas berbagai jenis dari Uni Soviet.

Baca Juga: Prabowo sebut 'Ndasmu etik' hanya kelakar biasa, pakar menilai 'karena tidak memiliki kosa kata yang cukup'

Proyek yang dinamai Project 613 itu berupa pengadaan beberapa jenis kapal perang mulai kapal selam, fregat, penjelajah, penyapu ranjau, hingga kapal patroli.

Pada era pemerintahan Presiden Soeharto, pembelian alutsista bekas juga terjadi. Jika pada era Orde Lama pembelian persenjataan mengacu ke blok Timur, maka di masa Orde Baru orientasi beralih ke blok Barat.

KRI Teluk Harding (538), salah satu dari 39 kapal perang bekas Jerman Timur yang dibeli Indonesia pada tahun 1994. (Wikimedia Commons) Seperti yang dilakukan pada 1973-1974, Indonesia membeli dua kapal perang bekas dari Australia, dengan kode penamaan Attack 3. Tentu saja peristiwa yang paling menghebohkan dalam hal alutsista bekas di era Orde Baru adalah pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur pada 1994.

Sorotan utama bukan pada kondisi kapal perang bekas Jerman Timur tersebut, namun dalam hal korupsi yang menyertainya. Menristek kala itu, B.J Habibie ditunjuk sebagai negosiator. Habibie berhasil mencapai kesepakatan dengan nilai pembelian 12,5 juta dolar AS. Namun pada saat pembayaran nilai pembelian alutsista bekas Jerman Timur tersebut membengkak 62 kali lipat, menjadi 1,1 miliar dolar AS.

Kabar tersebut menjadi berita besar dan membuat Presiden Soeharto murka. Akibatnya tiga media massa: Majalah Tempo, Tabloid Detik, dan Majalah Editor diberedel. Tak hanya dari Jerman Timur, Indonesia bahkan pernah mendapat hibah alutsista dari negara-negara Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam dan Singapura.

Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pembelian alutsista bekas juga masih berlanjut. Pada masa pemerintahan kedua SBY, 2009-2014, Indonesia pernah menganggarkan pembelian 6 pesawat tempur F-16 baru dari Amerika Serikat.

Namun dalam praktiknya, rencana tersebut berubah. Pembelian enam pesawat tempur baru diubah menjadi pembelian plus rekondisi 24 pesawat F-16 bekas dari AS pada 2012. Menteri Pertahanan saat itu, Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa pesawat bekas AS memang sudah sesuai dengan kebutuhan Indonesia, bahkan tanpa perlu direkondisi.

Halaman:

Editor: Sri Ulfanita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah