Prabowo sebut 'Ndasmu etik' hanya kelakar biasa, pakar menilai 'karena tidak memiliki kosa kata yang cukup'

18 Desember 2023, 22:48 WIB
Prabowo dan Anies saat bersalaman di Debat Capres /DoK FANPAGE/Prabowo Gibran/

 

WartaBulukumba.Com - 'Ndasmu etik' sedang panas-panasnya 'menatap'  sosok Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Seliweran polemik pun merebak di ruang publik dan tentu saja media sosial adalah 'kasur empuk'.

Prabowo sebut 'Ndasmu etik' hanya kelakar biasa. Namun seorang pakar menilai 'karena tidak memiliki kosa kata yang cukup'.

Hal itu dilontarkan pakar dari Atlantika Nusantara Institute, Jacob Ereste. Dalam wawancara online pada Senin, 18 Desember 2023, Jacob Ereste mengungkapkan lebih dahulu diperbedaan pengertian antara politik etis dan etis politik.

"Politik etis, dalam sejarah penjajahan Belanda di Nusantara, sebelum menjadi Indonesia, pernah dilakukan untuk melakukan semacam balas Budi atas rasa malu penjajah itu yang telah banyak melakukan pemerasan dan penindasan terhadap suku bangsa Nusantara," urai Jacob Ereste.

Baca Juga: Data KPU dibobol: Ngeri! Hacker bisa mengubah hasil penghitungan suara Pemilu 2024

Tata cara berpolitik yang ideal

Sedangkan etis politik, lanjut Jacob ereste, adalah tata cara berpolitik yang santun dan beradab yang tetap mengindahkan sopan santun serta tata kerama berpolitik yang elegan, karena masih tetap berpijak pada adat istiadat maupun tradisi berpolitik yang tidak urakan, misalnya mau menang sendiri tanpa memiliki argumen yang bisa diterima akal sehat orang lain.

"Lalu 'Ndasmu etik' merupakan kosa kata lama yang masuk dalam khazanah politik mutakhir di tanah air kita, ketika sedang bersiap masuk dalam acara pesta demokrasi yang jujur, adil dan bermartabat," ulasnya lebih dalam.

Jacob lalu menukik pada uraian bahwa bahasa ucap 'Ndasmu etik' itu dalam tradisi dan budaya apapun, sesungguhnya tidak etis. Sebab terasa membetot rasa frasa tata ucap yang tidak elegan, sehingga pantas dan patut membuat banyak orang terperangah.

"Ucapan 'Ndasmu etik' itu akan terkesan lain ketika diucapkan dalam obrolan dari hati ke hati seseorang terhadap sahabatnya yang lain dalam perkumpulan yang terbatas, karena sifatnya sangat pribadi. Maka itu jadi lain ceritanya ketika kata ucap etis ndasmu itu diungkapkan di hadapan publik yang sangat luas dan beragam latar belakang pengetahuan serta budaya asal dari sejumlah orang yang bersifat umum itu," ulas Jacob Ereste lebih jauh.

Baca Juga: Caleg DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Al Gazali, S.Sos: 'Kita harus menggali akar masalah'

Tidak memiliki kosa kata yang cukup

Yang pertama, lanjut Jacob, boleh jadi kata ucap 'Ndasmu etik' itu karena tidak memiliki kosa kata yang cukup, sehingga bisa diucapkan hanya etis ndasmu itu. Bisa juga kata ucap etis ndasmu itu menjadi pilihan sadar karena kepanikan untuk memberi argumen yang lebih bijak, sehingga perbendaharaan kata dan bahasa ucap yang minim itu menjadi pilihan terpaksa, karena hanya sebatas itu saja kekayaan dari bahasa yang dimiliki, sehingga dapat mencerminkan kepemilikan bahasa ucap yang miskin.

"Agaknya, itulah sebabnya dahulu ketika belajar di Sekolah Rakyat ada pelajaran bahasa Indonesia yang kemudian dikukuhkan oleh ahli bahasa agar dapat diucapkan dengan baik dan benar. Sebab menurut telisikan para budayawan bahwa bahasa itu cukup mencerminkan pemahaman dan pendalaman terhadap budaya orang yang bersangkutan. Maka itu semakin halus dan cermatnya pilihan bahasa ucap seseorang akan mencerminkan klas dan derajat sosial orang yang bersangkutan," tutur Jacob.

Dalam bahasa Jawa, dan umumnya bahasa suku bangsa yang ada di Nusantara ini, memiliki kelas atau semacam level tingkatan untuk diucapkan secara tepat kepada mereka yang sedang menjadi kawan bicara.

Baca Juga: Perempuan Indonesia dalam kalkulasi Pemilu 2024: Antara angka dan realitas politik

"Karena itu, cara berbicara di depan publik dengan cara berbicara dalam obrolan santai sehari-hari pun tetap harus mengindahkan tata kerama yang pas dan tepat. Sebab dalam pembicaraan dengan Ndoro Dalem tidak bisa disamakan dengan cara berbicara dengan Kawulo Alit. Itulah sebabnya budaya keraton dan tradisi masyarakat adat tetap relevan untuk ditekuni dan dipelajari agar dapat mampu menjaga sopan santun, atau unggah -ungguh yang baik, bukan hanya atas anggapan diri kita sendiri, namun atas penilaian serta kesan yang diberikan oleh orang lain," tegas Jacob.

Dia menekankan lagi, politik etis dan etis politik itu jelas sangat berbeda seperti asam sulfat dan asam urat. Trias Van Deventer semacam istilah yang dikenal sebagai bentuk kebijakan politik etis dari Hindia Belanda yang bijak untuk bangsa pribumi dengan membuat irigasi (pengairan dan sistem pertanian) serta edukasi (pendidikan dengan memberi kesempatan sekolah) dan imigrasi untuk memeratakan wilayah penyebaran penduduk agar membludak hidup diperkirakan menjadi warga miskin.

Politik etis dalam sejarah bahasa Indonesia kemudian tercatat sebagai politik balas budi. Jadi jelas bedanya dengan etis politik. Dan budaya politik dapat dicerminkan juga oleh kepemilikan bahasa yang minim, miskin, karena mungkin terlalu asyik mempelajari strategi politik untuk terus menang, meskipun tanpa mengindahkan etis, tata cara, sopan santun, tutur bahasa yang indah hingga menyejukkan telinga siapa saja yang mendengar penuturan itu.

"Atas dasar itu, agaknya, ungkapan 'Ndasmu etik' itu jadi mengusik pendengaran orang banyak untuk memberikan penilaian dari perspektifnya masing-masing. Kendati semuanya tetap bermuara pada kesan yang negatif dan sengak. Seperti memperkosa telinga setiap orang yang mendengarnya," kata Jacob Ereste mengakhiri obrolan.

Tanggapan Prabowo Subianto

Calon Presiden RI Nomor Urut 2 Prabowo Subianto menanggapi ungkapannya 'Ndasmu etik' pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra di Jakarta pekan ini yang viral di media sosial kemudian menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir.

Dia menjelaskan ungkapan itu hanya sebatas candaan, di antara keluarga Partai Gerindra, mengingat rapat tersebut merupakan pertemuan tertutup dan terbatas untuk kader partai.

“Itu kan di dalam di antara keluarga ya kan, tetapi biasa orang Indonesia cari-cari, mau dibesar-besarkan. Itu di antara keluarga kita bicara, dan itu kan bicara orang Banyumas biasalah bicara-bicara seperti itu,” kata Prabowo menjawab pertanyaan wartawan di sela-sela kegiatan kampanyenya di Blitar, Jawa Timur, Minggu.

Dia pun meminta persoalan itu tidak perlu dibesar-besarkan karena hanya kelakar biasa.

“Enggak usah dibesar-besarkan,” kata Prabowo, dikutip dari Antara pada Senin.

Rekaman video yang menampilkan Prabowo menyinggung soal isi debat calon presiden (capres) di KPU RI, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023, viral di media sosial dan menjadi sorotan karena dia menyebut kata dalam bahasa Jawa “ndasmu etik”.

Ungkapan itu dia lontarkan saat menanggapi kembali pertanyaan Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan terhadap dirinya.

“Bagaimana perasaan Mas Prabowo soal etik? Etik, etik, etik. Ndasmu etik,” kata Prabowo di hadapan para kader partai yang kemudian disambut dengan riuh tepuk tangan dan gelak tawa peserta rapat.

Terkait etik, Anies saat sesi debat capres bertanya kepada Prabowo bagaimana perasaan dia terhadap putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menetapkan beberapa hakim melanggar aturan etik saat memutuskan permohonan uji materi soal usia capres-cawapres.

Prabowo saat sesi debat itu pun menjawab secara hukum putusan MK terkait batas usia minimal capres-cawapres bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, keputusannya menggandeng putra sulung Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden, pun tidak melanggar hukum.

“Jadi tim saya, para pakar hukum yang mendampingi saya menyampaikan bahwa dari segi hukum tidak ada masalah. Masalah yang dianggap pelanggaran etika, sudah diambil tindakan dan keputusan waktu itu oleh pihak yang diberi wewenang kemudian sudah ada tindakan," kata Prabowo menjawab pertanyaan Anies.***

 

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler