WartaBulukumba.Com - Di sudut-sudut sunyi masjid, di mana langit-langit berbicara tentang kedamaian dan karpet-karpet menjadi saksi bisu atas pengabdian, terdapat praktik spiritual yang mendalam dan menggugah: Ii'tikaf.
Istilah ini, yang secara harfiah berarti 'membatasi diri pada sesuatu' dalam bahasa Arab, merujuk pada tradisi Islam di mana seseorang memilih untuk tinggal di masjid, menekuni ibadah dan merenungkan kehidupan spiritual mereka.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab "Fathul Baari", i'tikaf bukan sekadar berdiam diri di ruang suci, melainkan sebuah perjalanan untuk memurnikan jiwa dan memfokuskan pikiran.
Baca Juga: Dua gerhana dalam Ramadhan 1445 Hijriah dan dalil-dalil kuat kemunculan Imam Mahdi
Secara syariat, i'tikaf adalah bentuk dedikasi yang dilakukan dalam lingkungan masjid dengan niat tertentu, biasanya dilakukan oleh individu-individu yang mencari kedalaman iman dan keintiman dalam berdialog dengan Sang Pencipta.
Hukum dasar pelaksanaan i'tikaf adalah sunnah, menjadikannya amalan yang sangat dianjurkan, namun tidak wajib. Namun, bagi mereka yang telah bernazar untuk melakukannya, i'tikaf berubah menjadi sebuah kewajiban spiritual.
Inilah keindahan i'tikaf: ia memberikan keleluasaan bagi yang mengamalkannya untuk menemukan makna dan kedekatan dengan Allah SWT dalam caranya sendiri.
Baca Juga: Amalan-amalan yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW dalam bulan suci Ramadhan
Saat fajar menyingsing dan masjid menjadi semakin sunyi, hati dan jiwa mereka yang beriktikaf semakin terjaga. Ada waktu dalam kalender Islam yang secara khusus menggema akan keistimewaannya, yaitu 10 hari terakhir Ramadhan.