Menyingkap Talmud yang disebut 'Kitab Iblis' dan akar Zionis: Mengajarkan 'selain Yahudi adalah binatang!'

- 13 November 2023, 21:17 WIB
Ilustrasi koleksi Talmud - Menyingkap Talmud yang disebut-sebut sebagai 'Kitab Iblis': Mengajarkan bahwa selain Yahudi adalah binatang
Ilustrasi koleksi Talmud - Menyingkap Talmud yang disebut-sebut sebagai 'Kitab Iblis': Mengajarkan bahwa selain Yahudi adalah binatang /Pixabay

WartaBulukumba.Com - Saat dunia sedang sedih dan marah lalu mengutuk Zionis penjajah yang melakukan genosida di Gaza, mari sejenak menyingkap Talmud. Ini tentang sebuah 'kitab suci' yang lebih sering disebut 'Kitab Iblis'. Salah satu alasan terkuatnya yaitu bahwa kaum pemuja Talmud adalah Zionis.

Bagaimana sebuah keyakinan adalah sumber dari segala teror dan ketakutan? Bagaimana sebuah 'kitab suci' bisa mengajarkan bahwa "selain Yahudi adalah binatang?" Untuk mengetahui jawabannya, kita bisa memahami wilayah pemikiran itu dengan membaca buku "Teror: Catatan Filsafat dan Politik tentang Firman dan Iman" yang ditulis Agus Rois, diterbitkan Aksliyan House Publishing tahun 2016.

Agus Rois membahas dengan mendalam aspek filsafat dan politik seputar firman dan iman. Ia membuka jendela pemahaman tentang bagaimana teror memengaruhi dan terpengaruh oleh konsep-konsep tersebut.

Kebiadaban Yahudi Zionis yang berpegang pada Talmud, dalam hal ini harus dibedakan dengan Yahudi yang berpegang hanya pada Taurat, yang terus berlangsung hingga saat ini memiliki akar yang tidak terlepas dari keterikatan mereka pada kitab suci Talmud. 

Baca Juga: Dajjal: Sosok manusia atau sistem?

Dianggap 'Kitab Suci' Kedua Setelah Taurat

Bagi pemegang erat Talmud maka Talmud merupakan kitab suci kedua setelah Torah atau Taurat (Perjanjian Lama) dan telah memainkan peran sentral dalam membentuk pandangan dan sikap kaum Yahudi Zionis.

Selama lebih dari 500 tahun, para Rabi menyampaikan ajaran dan hukum agama secara lisan dan dengan rahasia kepada pengikut mereka. Dari cerita lisan ini, tumbuhlah fanatisme, egosentrisme, dan rasialisme dalam kalangan kaum Yahudi. Hasil dari ajaran lisan ini kemudian dihimpun menjadi satu kitab yang dikenal sebagai Talmud.

Muhammad Al-Syarqawi, seorang Pakar Perbandingan Agama dan ahli Kitab Talmud dari Universitas Kairo, membahas kontroversi seputar kitab Talmud dalam karyanya yang berjudul "Kitab Israil Al-Aswad (Ayat-ayat Hitam Talmud: Surga Jiwa yang Abadi)".

Baca Juga: Antara Iluminati, Lucifer, dan Dajjal

Al-Syarqawi mengungkapkan bahwa ketaatan kaum Yahudi Zionis terhadap kitab yang memiliki asal-usul yang belum pasti itu melampaui ketaatan mereka terhadap Perjanjian Lama.

Seorang Rabbi Yahudi bernama Roski bahkan pernah menyatakan, "Berikanlah perhatian lebih besar kepada ucapan-ucapan Rabi (Talmud) dibandingkan dengan perhatianmu terhadap syariat Nabi Musa (Taurat)."

Demikian pula, August Rohling dalam karyanya "Die Polemik und das Manschenopher des Rabbinus" menyebutkan, "Kaum Yahudi lebih menganggap sakral Talmud daripada Taurat."

Hal ini mencerminkan tingginya tingkat kesakralan yang diberikan oleh kaum Yahudi terhadap kitab Talmud dalam kehidupan keagamaan mereka.

Baca Juga: Mengenal Hamas di Palestina: Sunni atau Syiah? Ini metode perjuangan mereka melawan Zionis

Lebih detil tentang hal itu juga bisa kita telusuri dalam buku "Yahudi, Tuhan, dan Sejarah" yang ditulis Max Isaac Dimont, penerbit IRCISOD. Max Isaac Dimont membawa pembaca dalam perjalanan mendalam mengenai sejarah umat Yahudi selama 4.000 tahun. Dalam 124 halaman, buku ini memberikan gambaran tentang bagaimana bangsa Yahudi bertahan dan memengaruhi peradaban dunia dari abad ke-20 SM hingga ke-20 M.

Perbedaan Talmud dengan Taurat

Dalam banyak literatur sejarah, termasuk kitab suci Al Quran, dijelaskan bahwa Nabi Musa AS diutus untuk membimbing Bani Israil. Untuk membantu mereka memahami perintah Allah, Nabi Musa AS diberikan kitab suci, Taurat, yang diwahyukan kepadanya di Bukit Thursina.

Salah satu literatur yang cukup komprehensif adalah buku "Bibliologi: Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab Dari Masa ke Masa" karya Jonar T.H. Situmorang, MA., terbit tahun 2021, diterbitkan PBMR, bisa membawa kita untuk menyingkap sejarah perjalanan Alkitab dari masa ke masa. Dengan tajamnya intelektualitas penulis, buku ini menjadi jendela mendalam ke dalam dunia Alkitab, menguraikan perjalanan dan perkembangan teks suci yang melibatkan sejumlah aspek. 

Taurat berisi 10 perintah Allah, dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Ten Commandments. Menurut Louis Finkestein, editor buku "The Jews, Their Religion and Culture," firman Tuhan kepada Nabi Musa tersebut awalnya ditulis di atas sobekan kulit binatang atau batu.

Isi dari 10 perintah itu melibatkan aspek akidah, ibadah, syariah, hukum, dan etika, seperti larangan menyembah tuhan selain Allah, larangan berzina, dan larangan mencuri, sebagaimana dijelaskan oleh Mudjahid Abdu Manaf dalam bukunya "Sejarah Agama-Agama."

Namun, seiring waktu, Taurat yang berisi 10 perintah itu mengalami perubahan dan penambahan sesuai keinginan masyarakat. Hal ini menjadikan munculnya banyak kitab, termasuk Perjanjian Lama (Taurat) dan Talmud, yang kemudian menjadi kitab suci bagi agama Nasrani (Katolik dan Kristen).

Perjanjian Lama sendiri terdiri dari lima bagian, seperti Kitab Kejadian dan Kitab Bilangan. Di samping itu, kitab Nevi'im (nabi-nabi) terbagi menjadi dua bagian, yaitu Nevi'im Rishonim (nabi-nabi awal) dan Nevi'im Aharonim (nabi-nabi akhir). Kitab ini mencakup berbagai jenis tulisan, seperti syair, prosa, hikmah, dan perumpamaan.

Selain itu, kitab Talmud, yang memuat riwayat lisan para rabi Yahudi, dianggap lebih penting dari Taurat oleh sebagian kaum Yahudi. Kitab ini terbagi menjadi Talmud Yerusalem dan Talmud Babilonia, mengikuti penafsiran rabi-rabi atau pendeta-pendeta Yahudi.

Pentingnya warisan sejarah ini semakin terungkap dengan penemuan "Gulungan-gulungan Laut Mati" pada tahun 1945 M, yang merupakan manuskrip tertua dari Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani. Meskipun demikian, penemuan ini belum sepenuhnya dipublikasikan.

Kitab Talmud adalah kitab suci yang terpenting bagi kaum Yahudi, bahkan lebih penting daripada Kitab Taurat. Kitab Talmud bukan saja menjadi sumber dalam penetapan hukum agama, tetapi juga menjadi ideologi dan prinsip-prinsip, serta arahan bagi penyusunan kebijakan negara dan pemerintah Yahudi Zionis, dan menjadi pandangan hidup orang Yahudi pada umumnya.

Itu pula sebabnya mengapa negara Yahudi Israel disebut sebagai negara yang rasis, chauvinistik, theokratik, konservatif, dan sangat dogmatik. Untuk dapat memahami sepak-terjang negara Israel yang tampak arogan, keras-kepala, tidak kenaI kompromi, orang perlu memahami isi ajaran Kitab Talmud, yang diyakini oleh orang Yahudi sebagai kitab suci yang terpenting di antara kitab-kitab suci mereka.

Keimanan orang Yahudi terhadap Kitab Talmud mengatasi bahkan Kitab Perjanjian Lama, yang juga dikenal dengan nama Taurat. Bukti tentang hal ini dapat ditemukan dalam Talmud ‘Erubin’ 2b (edisi Soncino) yang mengingatkan kepada kaum Yahudi, “Wahai anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari para Ahli Kitab (Talmud) daripada ayat-ayat Taurat”.

Para pendeta Talmud mengklaim sebagian dari isi Kitab Talmud merupakan himpunan dari ajaran yang disampaikan oleh Nabi Musa AS secara lisan. Sampai dengan kedatangan Nabi Isa AS.

Kitab Talmud belum dihimpun secara tertulis seperti bentuknya yang sekarang. Nabi Isa AS mengutuk tradisi ‘mishnah’ (Talmud awal) termasuk mereka yang mengajarkannya (para pendeta Yahudi dan kaum Farisi), karena isi Kitab Talmud seluruhnya menyimpang, bahkan bertentangan dengan Kitab Taurat. akan kitab tertinggi bagi agama Yahudi. Sangkaan itu keliru.

Para pendeta Parisi mengajarkan, doktrin dan fatwa yang berasal dari para rabbi (pendeta), lebih tinggi kedudukannya daripada wahyu yang datang dari Tuhan. Talmud mengemukakan hukum-hukumnya berada di atas Taurat, dan bahkan tidak mendukung isi Taurat.

Seorang peneliti Yahudi, Hyam Maccoby, dalam bukunya ‘Judaism on Trial’ mengutip pemyataan Rabbi Yehiel ben Joseph, bahwa “Tanpa Talmud kita tidak akan mampu memahami ayat-ayat Taurat … Tuhan telah melimpahkan wewenang ini kepada mereka yang arif, karena tradisi merupakan suatu kebutuhan yang sama seperti kitab-kitab wahyu. Para arif itu membuat tafsiran mereka … dan mereka yang tidak pernah mempelajari Talmud tidak akan mungkin mampu memahami Taurat.”

Memang ada kelompok di kalangan kaum Yahudi yang menolak Talmud, dan tetap berpegang teguh kepada kitab Taurat saja (Perjanjian Lama yang sekarang) Mereka ini disebut golongan ‘Karaiyah’, kelompok yang sepanjang sejarahnya paling dibenci dan menjadi korban didzalimi oleh para pendeta Yahudi orthodoks.

Kepada tradisi ‘mishnah’ itu para pendeta Yahudi menambah sebuah kitab lagi yang mereka sebut ‘Gemarah’ (kitab “tafsir” para pendeta). Tradisi ‘mishnah’ (yang kemudian dibukukan) bersama dengan “Gemarah’, disebut Talmud. Ada dua buah versi Kitab Talmud, yaitu ‘Talmud Jerusalem’ dan ‘Talmud Babilonia’. ‘Talmud Babilonia’ dipandang sebagai kitab yang paling otoritatif.

 

 

Beberapa Contoh Ajaran dalam Talmud

Yang Bukan-Yahudi adalah Binatang di bawah Derajat Manusia

Yebamoth 98a, “Semua anak keturunan orang kafir tergolong sama dengan binatang”.

Abodah Zarah 36b, “Anak-perempuan orang kafir sama dengan ‘niddah’ (najis) sejak lahir”.

Abodah Zarah 22a – 22b, “Orang kafir lebih senang berhubungan seks dengan lembu”.

Ajaran Gila di dalam Talmud

Gittin 69a, “Untuk menyembuhkan tubuh ambil debu yang berada di bawah bayang-bayang jamban, dicampur dengan madu lalu dimakan“.

Shabbath 41a, “Hukum yang mengatur keperluan bagaimana kencing dengan cara yang suci telah ditentukan”.
Yebamoth 63a, ” … Adam telah bersetubuh dengan semua binatang ketika ia berada di Sorga”.

Yebamoth 63a, “…menjadi petani adalah pekerjaan yang paling hina “.

Sanhedrin 55b, “Seorang Yahudi boleh mengawini anak-perempuan berumur tiga tahun (persisnya, tiga tahun satu hari)”.

Sanhedrin 54b, “Seorang Yahudi diperbolehkan bersetubuh dengan anak-perempuan, asalkan saja anak itu berumur di bawah sembilan tahun”.

Kethuboth 11b, “Bilamana seorang dewasa bersetubuh dengan seorang anak perempuan, tidak ada dosanya”.

Yebamoth 59b, “Seorang perempuan yang telah bersetubuh dengan seekor binatang diperbolehkan menikah dengan pendeta Yahudi. Seorang perempuan Yahudi yang telah bersetubuh dengan jin juga diperbolehkan kawin dengan seorang pendeta Yahudi”.

Abodah Zarah 17a, “Buktikan bilamana ada pelacur seorangpun di muka bumi ini yang belum pernah disetubuhi oleh pendeta Talmud Eleazar”.

Hagigah 27a, “Nyatakan, bahwa tidak akan ada seorang rabbi pun yang akan mas uk neraka”.

Baba Mezia 59b, “Seorang rabbi telah mendebat Tuhan dan mengalahkan-Nya. Tuhan pun mengakui bahwa rabbi itu memenangkan debat tersebut”.

Gittin 70a, “Para rabbi mengajarkan, ‘Sekeluarnya seseorang dari jamban, maka ia tidak boleh bersetubuh sampai menunggu waktu yang sama dengan menempuh perjalanan sejauh setengah mil, konon iblis yang ada di jamban itu masih menyertainya selama waktu itu, kalau ia melakukannya juga (bersetubuh), maka anak-keturunannya akan terkena penyakit ayan”.

Gittin 69b, “Untuk menyembuhkan penyakit kelumpuhan campur kotoran seekor anjing berbulu putih dan campur dengan balsem; tetapi bila memungkinkan untuk menghindar dari penyakit itu, tidak perlu memakan kotoran anjing itu, karena hal itu akan membuat anggota tubuh menjadi lemas “.

Pesahim 11a, “Sungguh terlarang bagi anjing, perempuan, atau pohon kurma, berdiri di antara dua orang laki-laki. Karena musibah khusus akan datang jika seorang perempuan sedang haid atau duduk-duduk di perempatan jalan “.

Menahoth 43b-44a, “Seorang Yahudi diwajibkan membaca doa berikut ini setiap hari, ‘Aku bersyukur, ya Tuhanku, karena Engkau tidak menjadikan aku seorang kafir, seorang perempuan, atau seorang budak belian’ “.

Erubin 2b, “Barangsiapa yang tidak taat kepada para rabbi mereka akan dihukum dengan cara dijerang di dalam kotoran manusia yang mendidih di neraka”.

Moed Kattan 17a, “Bilamana seorang Yahudi tergoda untuk melakukan sesuatu kejahatan, maka hendaklah ia pergi ke suatu kota dimana ia tidak dikenal orang, dan lakukanlah kejahatan itu disana”

Menganiaya seorang Yahudi Sama Dengan Menghujat Tuhan

Sanhedrin 58b, “Jika seorang kafir menganiaya seorang Yahudi, maka orang kafir itu harus dibunuh”.

Dibenarkan Menipu Orang Non-Yahudi

Sanhedrin 57a, “Seorang Yahudi tidak wajib membayar upah kepada orang kafir yang bekerja baginya”.

Orang Yahudi Mempunyai Kedudukan Hukum yang Lebih Tinggi

Baba Kamma 37b, “Jika lembu seorang Yahudi melukai lembu kepunyaan orang Kanaan, tidak perlu ada ganti rugi; tetapi ,jika lembu orang Kanaan sampai melukai lembu kepunyaan orang Yahudi maka orang itu harus membayar ganti rugi sepenuh-penuhnya”.

Orang Yahudi Boleh Mencuri Barang Milik Non-Yahudi

Baba Mezia 24a, “Jika seorang Yahudi menemukan barang hilang milik orang kafir, ia tidak wajib mengembalikan kepada pemiliknya”. (Ayat ini ditegaskan kembali di dalam Baba Kamma 113b),

Sanhedrin 57a, “Tuhan tidak akan mengampuni seorang Yahudi ‘yang mengawinkan anak-perempuannya kepada seorang tua, atau memungut menantu bagi anak-lakinya yang masih bayi, atau mengembalikan barang hilang milik orang Cuthea (kafir)’ …”.

Orang Yahudi Boleh Merampok atau Membunuh Orang Non-Yahudi

Sanhedrin 57a, “Jika seorang Yahudi membunuh seorang Cuthea (kafir), tidak ada hukuman mati, Apa yang sudah dicuri oleh seorang Yahudi boleh dimilikinya”.

Baba Kamma 37b, “Kaum kafir ada di luar perlindungan hukum, dan Tuhan membukakan uang mereka kepada Bani Israel”.

Orang Yahudi Boleh Berdusta kepada Orang Non-Yahudi

Baba Kamma 113a, “Orang Yahudi diperbolehkan berdusta untuk menipu orang kafir”.

Demikianlah, mengapa Talmud selalu bersisian dengan kebiadaban Zionis Yahudi, dan contoh nyata yang terpampang d depan mata saat ini adalah genosida mereka atas Gaza Palestina.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah