Menyusuri kontroversi sejarah Hari Lahir Pancasila: '1 Juni atau 18 Agustus?'

- 31 Mei 2023, 16:55 WIB
Menyusuri kontroversi sejarah Hari Lahir Pancasila 1 Juni ata 18 Agustus?
Menyusuri kontroversi sejarah Hari Lahir Pancasila 1 Juni ata 18 Agustus? /ANRI

WartaBulukumba - Di lembaran sejarah mainstream ada versi 1 Juni  meskipun di lain sisi versi 18 Agustus juga tak kalah garang menghamparkan fakta saat kita menyusuri kontroversi sejarah Hari Lahir Pancasila. Apakah 1 Juni atau 18 Agustus? 

Di seputar 'kepak sayap burung garuda' kontroversi itu terus berkelindan sehingga Hari Lahir Pancasila pun kerap membentur tembok polemik panjang meskipun dibersamai dialektika.

Sejarah bangsa ini mencatat, pada tahun 1970, pemerintah Orde Baru melalui Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pernah melarang peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

Baca Juga: Hari Ibu tanggal 22 Desember berawal dari peristiwa bersejarah ini pada 1928

Rumusan-rumusan awal Pancasila didasarkan pada penelusuran sejarah oleh Nugroho Notosusanto melalui buku "Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik".

Orde berganti, setelah reformasi 1998 muncul banyak gugatan tentang hari lahir Pancasila yang sebenarnya. Setidaknya ada tiga tanggal yang bertaut lekat dengan hari lahir Pancasila, yaitu tanggal 1 Juni 1945, tanggal 22 Juni 1945 dan tanggal 18 Agustus 1945.

Dan akhirnya tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila. Kesepakatan itu berdasarkan tanggal di mana kata Pancasila pertama kali diucapkan oleh Bung Karno di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang saat itu belum diangkat menjadi Presiden.

Baca Juga: Menyingkap kembali kebrutalan PKI di sudut kelam sejarah dan politik Indonesia

Mohammad Hatta dalam buku yang ditulisnya berjudul "Menuju Gerbang Kemerdekaan" membentangkan peristiwa bersejarah tersebut:

Sukarno berkata, "Aku persilakan Bung Hatta menyusun teks ringkas itu sebab bahasanya kuanggap yang terbaik. Sesudah itu kita persoalkan bersama-sama. Setelah kita memperoleh persetujuan, kita bawa ke muka sidang lengkap yang sudah hadir di ruang tengah."

Aku menjawab, "Apabila aku mesti memikirkannya, lebih baik Bung menuliskan, aku mendiktekannya." Semuanya setuju, kalimat pertama diambil dari akhir alinea ketiga rencana Pembukaan UUD yang mengenai Proklamasi.

Baca Juga: 6 jam TNI kuasai Yogya! Serangan Umum 1 Maret 1949 yang mengagetkan tentara Belanda

Lalu, kalimat pertama itu menjadi, "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia." Namun, aku mengatakan, kalimat itu hanya menyatakan kemauan bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Sebab itu, mesti ada komplemennya yang menyatakan bagaimana caranya menyelenggarakan revolusi nasional. Lalu, aku mendiktekan kalimat yang berikut, "Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya." Setelah bertukar pikiran sebentar, teks itu disetujui oleh kami berlima yang menjadi panitia kecil.

Pada 73 tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di dalam salah satu ruangan gedung yang kini dikenal sebagai Gedung Pancasila, Sukarno berpidato menawarkan gagasan mengenai dasar negara Indonesia merdeka. 

Di hadapan sekitar 65 anggota sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) Indonesia saat itu, untuk kali pertama Sukarno menawarkan istilah Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pidato yang sekarang dikenang sebagai Hari Lahir Pancasila, Sukarno berusaha menyatukan perdebatan yang meruyak di antara para anggota BPUPKI mengenai dasar negara merdeka. 

Baca Juga: Ammatoa Kajang di Bulukumba sudah mempraktikkan demokrasi Pancasila jauh sebelum NKRI berdiri

Sukarno menawarkan lima sila yang terdiri: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial; dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain Sukarno, Ketua BPUPKI Radjiman Wediodiningrat menyampaikan pandangan mengenai dasar negara.

Ada juga M. Yamin dan Soepomo yang memaparkan pandangan mereka. Namun, pidato Sukarno yang dianggap paling pas dijadikan rumusan dasar negara Indonesia. “Pidato itu disambut hampir semua anggota dengan tepuk tangan riuh. Tepuk tangan yang riuh sebagai suatu persetujuan.

Gagasan istilah Pancasila oleh Soekarno kemudian menuai tanggapan serius secara kolektif. Dari titik itulah lahir Panitia Sembilan yang berisi Soekarno, Mohammad Hatta, Marami Abikoesno, Abdul Kahar, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, dan Wahid Hasjim.

Ternyata pada 1 Juni baru sekadar dicetuskannya ide-ide tentang lima prinsip sebagai dasar negara yang oleh Bung Karno saat itu dinamai sebagai Pancasila.

Baca Juga: Hari Pahlawan 10 November: Pekik 'Allahu Akbar' dan Resolusi Jihad dalam pertempuran Surabaya

Sedangkan isi dari Pancasila sendiri telah mengalami beberapa kali perubahan. Barulah kemudian memiliki bentuk final berdasarkan sejarah konstitusi. Sejarah mencatatnya, yaitu Pancasila yang tertuang dalam Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959.

Dalam sebuah diskusi publik di tahun 2007, yang digelar oleh PSHTN hadir sejumlah tokoh nasional seperti mantan Wakil Presiden era Orde Baru Try Sutrisno, politisi senior AM. Fatwa, mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, serta tamu undangan dari berbagai lingkungan akademik.

Di sana muncul wacana bahwa sangat perlu melakukan koreksi serius atas sejarah konstitusi Republik Indonesia seputar Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
 
“Hampir seluruh informasi di Internet mengenai Pancasila, UUD 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI), berasal dari sumber sejarah zaman de-Soekarnoisasi yang tidak akurat dan kontroversial,” tulis Ananda dalam pembuka buku karyanya.

Baca Juga: Masjid Istiqlal dari pojok sejarah, inilah para tokoh penggagasnya
 
Ananda B. Kusuma mengatakan kesalahan informasi tersebut menyebar di berbagai literatur pelajaran mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Di tengah hangatnya isu untuk memantapkan kembali nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pemersatu kerukunan nasional dan pembentuk karekter bangsa, ia melihat bahwa selama sumber sejarah seputar Pancasila masih bermasalah, maka selama itu pula sulit untuk berharap bahwa Pancasila dapat berperan seperti yang diharapkan tersebut.

Kesalahan yang berkelindan ini menurutnya karena rujukan utama selama ini ialah buku karya Mohammad Yamin yang berjudul di mana di dalam buku tersebut sudah dibantah isinya oleh panitia khusus yang terdiri dari tokoh pelaku sejarah sendiri. Panitia khusus ini dipimpin langsung oleh proklamator Bung Hatta pada tahun 1975. Entah bagaimana buku ini terus menjadi rujukan hingga saat ini.

Melalui penelusuran ke Nationaal Archief Kerajaan Belanda di Den Haag, Ananda B Kusuma menemukan arsip A.G.Pringgodigdo dan arsip A.K.Pringgodigdo. Kedua dokumen ini ialah arsip otentik yang mencatat rapat-rapat BPUPK dan PPKI yang hasil utamanya adalah dasar negara Pancasila dan UUD 1945.

Baca Juga: Ikuti Sumpah Pemuda, diam-diam Andi Sultan Daeng Radja berangkat dari Bulukumba ke Batavia

Temuan Ananda B. Kusuma menyimpulkan bahwa 1 Juni 1945 baru sekadar dicetuskannya ide-ide tentang prinsip dasar bernegara.

Tercatat Soekarno pun mengusulkan Trisila serta Ekasila pada 1 Juni. Ia menilai yang lebih tepat untuk diperingati secara kenegaraan adalah hari Konstitusi dan itu pun bukan pada 1 Juni.

Peneliti senior berusia 82 tahun ini juga memastikan hasil penelitiannya tidak mengubah substansi Pancasila, namun memperjelas konsep Pancasila yang belakangan ini kembali hangat diperbincangkan kembali.

Baca Juga: Mana yang tepat? Istilah 'Bumi Panritalopi' atau 'Butta Panrita Lopi'?

Pendapat Refly Harun

Pada 2 Juni 2018, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menuangkan pendapat bahwa hari lahir Pancasila sebagai dasar negara adalah tanggal 18 Agustus 1945, bukan 1 Juni 1945.

“Kalau kita melihat Pancasila sebagai dasar negara, maka ia resmi lahir ketika PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengesahkan konstitusi negara, yakni UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Dan didalam Pembukaan-nya, tercantum Pancasila,” urainya. 

Jejak istilah Pancasila, menurut Refly, memang pertama kali dilontarkan Presiden Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI. Namun, menurut dia, Pancasila secara utuh sebagai dasar negara baru lahir pada 18 Agustus 1945. Pancasila lahir melalui berbagai dinamika dan hasil pemikiran tokoh-tokoh bangsa lainnya.

Baca Juga: Hardiknas 2 Mei adalah sebuah kesalahan sejarah?

Sebelum pengesahan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, sudah dirumuskan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 yang isinya hampir sama dengan Pancasila yang ada saat ini. Hanya saja, sila pertama berbunyi Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

“Karena ada keberatan dari saudara kita di bagian timur, maka Mohammad Hatta mengusulkan agar sila itu diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini bukti bahwa ada dinamika, dan Pancasila adalah hasil rembuk pemikiran tokoh-tokoh bangsa. Bukan hanya satu orang saja,” jelas Refly.

Dengan penetapan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni, menurut dia, hal ini mendiskreditkan peran tokoh-tokoh bangsa lainnya yang juga bersumbangsih melahirkan Pancasila.

“Kita tidak bisa menafikan jika peran Soekarno sangat besar, namun Pancasila adalah hasil gotong-royong bersama tokoh bangsa lainnya. Istilah saya, Pancasila itu sinkretisme pikiran para pendiri bangsa,” bebernya.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x