Menelusuri sejarah awal masuknya Islam ke Bulukumba, ketika tasawuf bertemu mistisisme

- 30 Maret 2023, 06:00 WIB
Seorang anak muda asal Minangkabau berziarah ke makam Dato ri Tiro.
Seorang anak muda asal Minangkabau berziarah ke makam Dato ri Tiro. /Instagram.com/@rifzea

WartaBulukumba - Tak ada kilatan cahaya pedang dan hunjaman tombak. Islam datang dengan damai ke Bumi Sulawesi Selatan di abad-abad lampau sebagai cahaya. Merengkuh kultur dan sosial khas karakter Bugis Makassar dengan penuh cinta. Lalu Islam mencapai puncak keemasannya pada abad 18, termasuk di Bulukumba.

Di masa itulah syariat Islam mulai memengaruhi pelbagai interaksi sosial. Sebelum Dato ri Tiro alias Abdul Jawad Khatib Bungsu tiba di Bulukumba untuk menyebarkan islam pada tahun 1603, sebenarnya sudah banyak ulama yang datang ke daerah ini, seperti Syekh Abdullah, yang merupakan ayah dari Abdul Haris atau Puang Janggo.

Namun, Islam baru benar-benar berpendar ke berbagai penjuru  setelah Dato ri Tiro berhasil mengislamkan Karaeng Tiro VIII, La Unru Daeng Biasa.

Baca Juga: Menyingkap tradisi 'massuro baca' suku Bugis Makassar jelang Ramadhan, termasuk di Bulukumba

Dato ri Tiro berhasil menyebarkan Islam dengan pendekatan mistik tasawuf dan pengenalan Tauhid. Beliau juga disebutkan memiliki kelebihan dalam mendudukkan kelapa, sholat di atas pohon, dan menciptakan sumur panjang di Hila Hila.

Kendati demikian, sejarah menyebutkan bahwa Dato ri Tiro belum berhasil mengajarkan Islam dengan sempurna khusus di daerah Kajang. Nama Dato ri Tiro dewasa ini diabadikan menjadi nama salah satu mesjid besar yang megah di Kota Bulukumba yaitu Masjid Islamic Center Dato Tiro yang hingga saat ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah juga memiliki fungsi sosial.

Sebelum Islam masuk di Kerajaan Tiro di Bulukumba, masyarakatnya menganut animisme dan dinamisme serta meyakini hal-hal mistis, ilmu hitam, minuman keras, dan makanan haram.

 

Baca Juga: Andi Sultan Daeng Radja rutin beribadah di sini, masjid bersejarah di Bulukumba yang didirikan Haji Kantoro

Setelah Islam masuk, kebiasaan lama mulai ditinggalkan dengan Islamisasi yang damai. Tasawuf menjadi inti ajaran Islam yang lebih mudah diterima oleh masyarakat yang sebelumnya masih menganut kepercayaan lama. Proses masuknya Islam dimulai di lingkungan kerajaan dan dengan mudah diterima oleh rakyatnya.

Dalam telusur rak literatur, kita bisa temukan jejak-jejak sejarah itu dalam berbagai buku. Salah satunya adalah buku "Sejarah Islam Nusantara: Analisis Historis dan Arkeologis" yang ditulis oleh Rizem Aizid, penerbit Diva Press, tahun 2016. Buku ini akan mengantarkan pembaca untuk memahami cerita jalan masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara, termasuk di Bulukumba.

Kita bisa juga menemukannya dalam buku "Literasi Pemikiran Muslim dalam Lintas Sejarah: Reaktualisasi ajaran Islam di tengah perubahan sosial" yang ditulis oleh Dr. Bunyamin, M.Ag dan Dr. Firdaus, S.Sy.,M.H, diterbitkan Cendekia Publisher pada 2022.

Baca Juga: Telusur Cahaya Islam sejak abad 17 dari masjid tertua di Bulukumba, Masjid Nurul Hilal Dato ri Tiro

Untuk melengkapi cakrawala pemahaman itu, kita juga dapat menjelajahi buku "Konjo dalam Perspektif Kerajaan Pesisir dan Islamisasi di Sulawesi Selatan" yang disusun oleh A. M. Imran dan Andi Mudassir Sabarrang, penerbit K-Media.

Tiga Ulama Melayu dari Minangkabau

Dato Ri Tiro adalah salah satu dari tiga ulama asal Melayu Minangkabau yang menyiarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. Dato ri Tiro datang jazirah ini bersama dua sahabatnya, yaitu Dato ri Bandang dan Dato Patimang. 

Sejauh ini ada tiga versi jejak sejarah penyebaran Islam Dato Ri Tiro di Bulukumba. Versi pertama menyatakan bahwa Dato ri Tiro datang karena undangan Kerajaan Gowa-Tallo.

 

Baca Juga: Masuknya Islam di Sinjai, menyibak peran penting Dato ri Tiro

 

Versi kedua menyebutkan bahwa Dato ri Tiro, Dato ri Bandang, dan Dato ri Patimang mengunjungi kakek buyutnya Syekh Jamaluddin Akbar Al Husein.

Sedangkan versi ketiga menyebutkan mereka berasal dari Ammatoa Ri Kajang yang menganggap bahwa ketiga dato itu berasal dari tanah Toa Ri Kajang dan kemudian menyebar ke luar.

Ada pula salah satu versi menyebutkan bahwa ketiga ulama dari Minangkabau Sumatera Barat itu pada awalnya menempuh rute melalui Banjarmasin sambil menyiarkan agama Islam.

Kemudian mereka meneruskan perjalanan ke Ternate sambil menyiarkan agama islam, kemudian kembali ke Sulawesi Selatan dan singgah di Selayar.

Di sini juga terdapat tiga versi yaitu versi pertama menyebutkan ketiganya menuju ke Luwu. Versi kedua menyebutkan bahwa hanya Dato Patimang yang langsung ke Luwu, sedangkan Dato ri Bandang dan Dato ri Tiro langsung menuju Gowa, dan versi ketiga menyebutkan bahwa setelah ketiganya sampai Luwu, hanya Dato Patimang yang menetap di Luwu, sedangkan Dato ri Bandang dan Dato ri Tiro meneruskan tablighnya ke Gowa.

Dalam beberapa catatan periodisasi sejarah, Islam mulai tersebar di Bulukumba pada tahun 1605, bersamaan dengan islamisasi kerajaan Gowa.

 

Baca Juga: Telusur 'Pasang Ri Kajang' komunitas adat Ammatoa di Bulukumba, ternyata memuat banyak pesan buat pemimpin

Selain Puang Janggo, ada dua ulama lainnya yang masuk ke Bulukumba pada tahun 1604 Masehi, yaitu Syekh Abdul Rahmah, yang datang dari Aceh, dan Syekh Hayyung, yang mengislamkan penduduk di Bukit Gantarang, Selayar.

Syekh Abdul Rahmah sebelumnya telah mengislamkan Lamatti VIII di Sinjai pada tahun 1603. Ulama ini berhasil mendirikan salah satu masjid tertua di Bulukumba, yaitu Masjid Awaluddin. Makam beliau terletak di Bira, Biralohe, wilayah Desa Darubiah, Kecamatan Bontobahari.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x