Konsep emansipasi menurut Rohana Kudus, wartawati pertama di Indonesia

- 8 November 2021, 20:32 WIB
Rohana Kudus
Rohana Kudus /Tangkapan layar Twitter/@fadlizon//

Tepat dua tahun yang lalu, pada tanggal yang sama, Rohana Kudus diumumkan sebagai salah satu pahlawan nasional asal Kabupaten Agam oleh Presiden RI Joko Widodo.

Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Rohana turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.

Baca Juga: Refleksi Sumpah Pemuda dan perjuangan Andi Sultan Daeng Radja, Pahlawan Nasional Indonesia dari Bulukumba

Rohana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan. Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.

Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak.

Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatra. Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya.

Baca Juga: 30 September, tugu kegagalan DN Aidit dan G30 S PKI

Roehana Koeddoes menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis dan bahkan politik.

Ia menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974), pada Hari Pers Nasional ke-3, 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Pada tanggal 6 November 2007 pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama.

Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Soenting Melajoe pada tanggal 10 Juli 1912. Soenting Melajoe merupakan surat kabar yang terbit tiga kali dalam seminggu. 

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah