WartaBulukumba - Pantulan cahaya matahari menghangatkan permukaan air kolam yang bening. Mengalir dari mata air abadi, Buhung Labbua adalah lebih dari sekadar permandian biasa, sebab dari sini semburat sejarah penyebaran Islam pertama kali memancar di daerah ini pada abad ke 16.
Terdengar suara riuh rendah orang-orang yang mandi, menyelam dan berenang dengan riang. Sebagian hanya terlihat duduk di area pinggir kolam, menikmati suasana yang menenangkan. Di antara para pengunjung ada yang datang dari luar Kabupaten Bulukumba, Sulsel. Terdengar dari dialek mereka saat bercakap-cakap.
Ketika mata nanap memandang ke atas, di utara terlihat bebukit karang menjulang tinggi. Ada segaris awan putih lembut menempel di langit. Warna alam semakin memukau.
Air jernih yang mengaliri kolam permandian Hila Hila atau Buhung Labbua adalah sebuah mata air yang tak pernah kering meskipun musim kemarau datang menyapa.
Baca Juga: Wisata Bulukumba yang satu ini paling recommended untuk edu tourism
Tongkat Dato ri Tiro
Menurut catatan sejarah - sebagian kalangan mengkategorikannya sebagai legenda dari tradisi cerita rakyat Bulukumba - mata air Buhung Labbua berasal dari tongkat ulama besar penyebar agama Islam pertama kali di Bulukumba masa silam, yaitu Dato ri Tiro.
Dato ri Tiro atau Datuk Tiro adalah pemilik nama asli Abdul Jawad Khatib Bungsu atau Al Maulana Khatib Bungsu yang datang menyeberangi lautan dari Minangkabau, Sumatera Barat.
Dato ri Tiro bersama dua orang kawannya yaitu Dato Patimang atau Khatib Sulaeman dan Dato ri Bandang atau Abdul Makmur.