Telusur Cahaya Islam sejak abad 17 dari masjid tertua di Bulukumba, Masjid Nurul Hilal Dato ri Tiro

2 April 2022, 19:49 WIB
Masjid Nurul Hilal Dato ri Tiro, masjid tertua di Bulukumba /Tangkapan layar YouTube.com/Munkar

WartaBulukumba - Masjid tertua di Kabupaten Bulukumba adalah Masjid Nurul Hilal Dato ri Tiro di Kecamatan Bontotiro.

Masjid tertua di Bulukumba ini datang dari sejarah panjang penyebaran agama Islam di ujung paling selatan jazirah Sulawesi Selatan.

Belantara animisme, mistisisme dan kebatinan adalah penguasa spiritual di Sulawesi Selatan saat Dato ri Tiro menyentuhkan kakinya di jazirah ini pada awal abad 17.

Baca Juga: Kini masuk Titik Nol Bulukumba bayar retribusi, ini rincian tarifnya

Dato ri Tiro atau Dato Tiro adalah pemilik nama asli Abdul Jawad Khatib Bungsu atau Al Maulana Khatib Bungsu yang datang menyeberangi lautan dari Minangkabau, Sumatera Barat.

Dato ri Tiro bersama dua orang kawannya yaitu Dato Patimang atau Khatib Sulaeman dan Dato ri Bandang atau Abdul Makmur.

Dato Patimang menyiarkan agama Islam di kerajaan Luwu dan Dato ri Bandang menyiarkan agama Islam di Kerajaan Gowa dan Tallo. Sedangkan Dato Tiro menyiarkan agama Islam di daerah Bulukumba dan sekitarnya.

Baca Juga: 11 destinasi wisata terpopuler dan keren di Bulukumba: Kahayya hingga Liangnga

Dalam beberapa catatan sejarah, Dato ri Tiro bersama dua kawannya datang ke Sulawesi Selatan menggunakan perahu.

Mereka mendarat di Ujung Banyoro yang kini bernama kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba pada masa pemerintahan Launru Daeng Biasa di kerajaan Tiro pada tahun 1604.

Dato ri Tiro kini diabadikan namanya di Masjid Islamic Center Dato Tiro di Kabupaten Bulukumba.

Baca Juga: QR Code, inovasi warga Desa Wisata Ara di Bulukumba dalam membangun pesantren terpanjang

Dato ri Tiro membangun Masjid Nurul Hilal pada tahun 1605 Masehi.

Dato Tiro yang menguasai ilmu tasawuf atau sufisme menyebarkan Islam ke Bulukumba lantaran pada masa itu banyak masyarakat setempat percaya akan hal-hal yang berbau sihir dan kebatinan.

Mesjid Nurul Hilal Dato ri Tiro terletak sekitar 36 kilometer dari pusat kota Bulukumba, tepatnya berada di Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro, Kabupaten Bulukumba.

Mesjid dengan kubah menyerupai rumah adat Jawa ini terdiri dari tiga tingkat atap.

Baca Juga: Pembangunan Bandara Wisata di Bulukumba, begini janji Sandiaga Uno

Arsitektur dinding jendela diambil dari rumah khas Toraja, Sulawesi Selatan yakni Tongkonan.

Pada bagian luar masjid terdapat dua buah menara setinggi dua puluh meter. Pada bagian dalam masjid terdapat empat buah tiang dan sejumlah tulisan kaligrafi yang berada di sudut dinding masjid.

Hal menarik lainnya yakni sebuah sumur panjang yang mengelilingi masjid dengan panjang sekitar 100 meter.

Menurut cerita, sumur itu juga dibuat oleh Dato ri Tiro yang saat itu ingin melakukan shalat namun tidak menemukan air suci untuk berwudhu.

Baca Juga: Sailing Pinisi mengajak keliling ke pantai-pantai indah sambil menikmati kuliner khas Bulukumba

Lantas Dato ri Tiro menancapkan tongkatnya ke tanah yang membuat garis sehingga keluarlah mata air dari dalam tanah. Air menyembur dengan sangatderas hingga membentuk sungai yang kemudian dikenal saat ini dengan Sungai Panjang Hila Hila.

Masjid ini telah mengalami lima kali renovasi yakni renovasi pertama kali dilakukan pada tahun 1625, sedangkan renovasi terakhir kali dilakukan pada tahun 1998.

Sejak berdirinya mesjid ini bernama Mesjid Hila-Hila hingga pada tahun 1997 namanya diganti menjadi Masjid Nurul Hilal Dato Tiro.

Makam Dato ri Tiro menempati lahan seluas 695 m2, berorientasi utara-selatan, berukuran panjang 2,90 m dan lebar 2 m.

Baca Juga: 10 destinasi wisata di Bulukumba terpopuler 2021

Nisannya terbuat dari kayu raja dengan ornamen hias tumpal. Bentuk asli makam ini berupa batu kali yang belum dipahat, disusun membentuk segi empat panjang, memiliki cungkup dan dipagar menggunakan bambu yang telah dianyam. Makam ini telah dipugar sehingga mengalami perubahan.

Kompleks Makam Dato ri Tiro ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan Nomor: PM.59/PW.007/ MKP/2010, tanggal 22 Juni 2010, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Jero Wacik, S.E.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler