Selamat jalan Prof Dr Andi Rasdiyanah, sastrawan dari Bulukumba rektor perempuan pertama di Indonesia Timur

- 19 Januari 2023, 14:01 WIB
Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah
Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah /Washilah.com
 
WartaBulukumba - Awan duka kembali berarak di langit Sulawesi Selatan. Seorang perempuan hebat dari Bulukumba tutup usia hari ini.
 
Tokoh perempuan, sastrawan, cendekiawan dan akademisi asal Bulukumba, Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyanah Amir, M.A. mengembuskan nafas terakhir pada Kamis dini hari, 19 Januari 2023.
 
Almarhumah pernah menjabat Dirjen Bimbingan Kelembagaan Agama Islam Kementerian Agama sekaligus Rektor IAIN Alauddin, Makassar.
 

Rektor Perempuan Pertama di Indonesia Timur

Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyanah sejak 1980-an disebut sebagai salah seorang intelektual, akademisi dan sastrawan perempuan penting yang dimiliki bangsa ini.

Saat masih berstatus mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, intelektualitasnya sebagai sosok perempuan tangguh kian terasah.

Di kota pendidikan itulah  debut intelektualnya menjalar-jalar melalui tradisi tulis menulis. Baik dalam bentuk artikel, esai, maupun puisi-puisi yang dipublikasikan oleh surat kabar dan majalah nasional. 

Baca Juga: Innalillah, teaterawan senior asal Bulukumba Fahmi Syariff tutup usia

Puisi-puisi Andi Rasdiyanah kala itu bersaing dengan karya-karya Tuti Alawiyah AS dari Jakarta, Ndang Adi Nusantara dari Bandung, Syu’bah Asa dari Yogyakarta, M. Yahya dan Husain Handicing dari Makassar. Serta sejumlah sastrawan nasional kala itu.

Panji Masyarakat, salah satu majalah terkemuka tahun 1960-an yang dipimpin oleh Buya Hamka, merupakan media yang paling getol mempublikasikan tulisan-tulisannya. Kultur akademik dan kesenimanan Andi Rasdiyanah, diakuinya terbentuk di Yogyakarta.

Di kota itu pula dia menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta.

Baca Juga: Innalillah, penulis dan budayawan Bulukumba Muhammad Arief Saenong tutup usia

Di samping itu, dia juga pernah menjadi aktivis organisasi perempuan. Seperti Nasyiatul Aisyiyah, Korps Alumni HMI wati (Kohati), MUI, ICMI dan lainnya.

Sejumlah tulisannya yang telah dibukukan, antara lain: Kumpulan Puisi/Puitisasi alquran (1965), Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi Indonesia (1990), Integrasi Sistem Pangadereng (adat) dengan Sistem Syariat Sebagai Pandangan Hidup Orang Bugis dalam Lontarak LATOA (1999).

Tak berlebihan jika Andi Rasdiyanah disebut sebagai salah seorang intelektual, akademisi, dan sastrawati perempuan penting yang dimiliki bangsa ini.

Baca Juga: Prof Dr Mattulada cendekiawan dan tokoh sastra nasional dari Bulukumba dengan karya-karya yang mendunia

Dinukil dari buku "Meneguhkan Eksistensi Alauddin", mantan Rektor IAIN Alauddin (sekarang UIN) Makassar ini lahir di Bulukumba pada 14 Februari 1953. Pada masa kecilnya menempuh pendidikan dasar dan lanjutan pertama pada Muallimat Muhammadiyah di Bulukumba. Sebelum kemudian melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta (1954-1963) pada Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. Meraih kesarjanaan pada Fakultas Syariah Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Hijrahnya Andi Rasdiyanah ke Yogyakarta melanjutkan studi mematahkan “mitos” saat itu bahwa perempuan, termasuk perempuan Bugis, tak perlu sekolah jauh-jauh dan menempuh pendidikan tinggi. Sebab, akhirnya dia akan kembali mengurus hal-hal yang bersifat rumah tanga.

Sekembalinya ke Makassar, dia terangkat menjadi dosen dan menduduki sejumlah jabatan penting di IAIN Alauddin. Rasdiyanah juga memenuhi sejumlah undangan menjadi narasumber pada forum-forum diskusi dan seminar, khususnya terkait dengan isu perempuan. Tak salah jika sejak 1980-an, Andi Rasdiyanah menjadi salah satu figur penting intelektual perempuan di kancah nasional.

Aktivitas dan perhatiannya demikian besar terhadap dunia pendidikan. Tak heran , civitas akademika IAIN Alauddin Makassar mempercayainya memimpin institusi yang dibesarkannya tersebut. Andi Rasdiyanah menjadi rektor dua periode berturut-turut 1985-1989 dan 1989-1993.

Andi Rasdiyanah merupakan rektor perempuan pertama di Sulawesi bahkan Indonesia Timur. Pada 1993-1995, dia juga dipercaya menjabat Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.

Pada saat menduduki dua jabatan penting terakhir, Andi Rasdiyanah tak sedikit melakukan kunjungan akademik ke sejumlah kota dan negara. Di antaranya Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Belgia, Mesir, Saudi Arabia, Maroko, Thailand, Pakistan, India, Malaysia, Singapura, dan Philipina. 

Meski usianya telah senja, semangat dan kebiasaan membacanya tidak pernah pudar. Tesis dan disertasi mahasiswa dibacanya hingga tuntas. Dibaca dengan teliti baris demi baris.

“Kalau ada yang salah, bahkan biar titik koma saya akan berikan tanda agar diperbaiki,” ungkap Andi Rasdiyanah dalam sebuah wawancara di kediamannya di Jl. Skarda N1 Makassar pada 16 September 2014.

Kegiatan itu dilakoninya meskipun dalam kondisi kelelahan karena urusan kantor, mengajar, mengurus suami, anak-anak, dan cucu-cucu

“Ini merupakan tanggungjawab akademik. Sudah menjadi tugas saya sebagai pendidik,” ungkapnya.

Andi Rasdiyanah merupakan sosok pendidik yang profesional. Kualifikasi pendidikan S3 yang diraihnya di UIN Sunan Kalijaga dengan predikat Cum laude dibarengi kompetensi pedagogik, kepribadian, dan sosial. Di kalangan peserta didiknya, dia dikenal dan dikagumi lantaran sangat demokratis.

Andi Rasdiyanah tidak hanya memiliki perhatian besar terhadap pendidikan mahasiswanya, tetapi putra-putrinya juga berhasil dalam pendidikannya. Dia memiliki tiga orang anak yang mewarisinya sebagai dosen. Seorang putrinya juga menjadi dokter spesialis. Demikian pula cucu-cucunya didorong untuk senantiasa meningkatkan pendidikannya.

Karena perhatiannya terhadap dunia pendidikan pula, Andi Rasdiyanah tetap menyandang gelar Guru Besar Emeritus UIN Alauddin Makassar. Istri dari Drs. HM Amir said ini tetap aktif mengajar di kampus peradaban tersebut.

Dia tak mengenal kata pensiun. Meski fisiknya kian lemah termakan usia, perempuan tangguh dari lima anak, 17 cucu dan lima cicit ini masih rutin datang ke kampus yang telah dibesarkannya itu.

Ditakik dari laman Uin-alauddin.ac.id, peluncuran buku dalam rangka refleksi 75 tahun Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah, diselenggarakan Kamis 22 Juli 2010 di ruang rapat senat universitas gedung rektorat UIN Alauddin lantai empat Samata, Gowa.

“Andi Rasdiyanah merupakan wanita yang anggun, wanita yang membuat kita tersenyum ketika kita sedang bersedih ataupun sedang susah,” ungkap ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel, A G H Sanusi Baco Lc yang tampil sebagai pembicara pada peluncuran buku “Meneguhkan Eksistensi Alauddin.”

Prof Dr Hj Rasdiyanah sempat meneteskan air mata, ketika mengungkapkan kesedihanya karena sang suami Drs H M Amin Said yang menikahinya 14 April 1964 ini tidak dapat hadir pada peluncuran buku autobiografinya, lantaran terbaring dan sedang dirawat di rumah sakit.

Selain itu Prof Rasdiyanah juga mengungkapkan bahwa harta yang ia miliki sekarang ini berupa uang, emas, rumah merupakan harta yang akan habis dan tidak akan kekal. Sementara, tulisan berupa buku merupakan harta yang abadi dan akan menjadi pengangan bagi anak cucunya.

Selamat jalan, prof. Karya, prestasi dan pengabdianmu tetap abadi.***

Editor: Sri Ulfanita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x