Melihat Mangrove dan Lingkungan Pesisir: Ratusan aktivis lingkungan melingkar di Lantebung

8 September 2023, 13:18 WIB
Ade Saskia dan Arman Jaya dalam diskusi 'Melihat Mangrove dan Lingkungan Pesisir'. Ratusan aktivis lingkungan melingkar di Lantebung /WartaBulukumba.Com

WartaBulukumba.Com - Ratusan anak muda aktivis lingkungan di Sulawesi Selatan yang selalu mengakrabi napas hutan, rawa dan tetumbuhan berkumpul lagi membincang gagasan dan rencana aksi.

Diskusi terbuka sebagai salah satu agenda utama dalam perhelatan nasional Hutan Merdeka V yang dimotori anak muda Ikatan Keluarga Lantebung (IKAL) menghadirkan jurnalis muda Klikhijau, Arman Jaya membicarakan topik yang diamanahkan oleh panitia, yakni ”Melihat Mangrove dan Lingkungan Pesisir dari Kacamata Jurnalis”.

Diskusi yang diikuti ratusan aktivis lingkungan dari bebagai komunitas dan daerah serta Masyarakat, berlangsung di lapangan Ekowisata Mangrove Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar Sulawesi Selatan pada 2 September 2023, malam.

“Kehadiran saya tentu bukan dalam hal mengajari, seperti yang dikatakan moderator namun tidak lain juga adalah belajar ataupun menukarkan pengetahuan, termasuk beberapa hal yang akan dibicarakan ini saya lihat dan pelajari itu berasal dari Lantebung sendiri,” kata Arman.

Baca Juga: Polusi udara kian menggila: KLHK beri sanksi tegas pada 11 perusahaan

Ekowisata

Dipandu langsung oleh Ade Saskia, aktivis muda Ikal, mengiringi perbincangan yang disambut antusias. Mengarahkan perbincangan pada bagaimana kehadiran mangrove.

“Sebagaimana yang dipahami bersama keberadaan mangrove membawa banyak dampak baik terhadap yang ada di sekelilingnya, bukan hanya pada bagaimana menjadi pelindung namun juga menjadi rumah bagi biota laut dan makhluk lainnya, demikian yang kita lihat di lantebung kaya dengan kepiting, tempat singgah para burung, Beberapa tempat baru menyadari hal ini setelah melihat kerusakan, sebut saja gempa Palu beberapa tahun silam, daerah yang ditumbuhi mangrove tidak mengalami kerusakan yang begitu parah dibandingkan yang lainnya,” ujar Arman.

Bukan hanya itu, lanjut Arman, tentu pada sisi lain seperti ekonomi, pariwisata tentu telah kita saksikan bersama bagaimana keberhasilan masyarakat Lantebung memperjuangkan ini.

“Bicara mangrove sebagai wilayah ekowisata ada hal penting yang ingin saya ulang, bahwa sering kali pembangunan sektor pariwisata itu dimulai dari infrastruktur dan segala halnya, nah di Lantebung ini melalui kejadian sederhana yang saya saksikan, teman-teman tadi datang membangun tendanya dengan sigap anak remaja itu langsung membantu. Maka kesimpulan saya ini adalah bukti nyata kesiapan Masyarakat lantebung untuk dikunjungi,” lanjutnya.

Baca Juga: Alih teknologi, uji coba, dan penyerahan Arsinum di Bulukumba: Menyentuh pesisir dengan keajaiban air

Mungkin saja ini untuk sebagian orang ini adalah sesuatu yang biasa saja, namun menurut Arman, kesiapan mental masyarakat sebagai pemeran kunci dalam keberlangsungan pariwisata itu sangat penting.

“Kan untuk apa infrastrukturnya bagus, lengkap dan segala macam jika secara sumberdaya manusia itu tidak siap menerima para wisatawan dari berbagai daerah dengan segala perbedaannya, dan di Lantebung pemahaman ini telah ditransformasi kepada anak-anaknya,” pungkas pemuda yang aktif diberbagai kegiatan sosial.

Hal lain yang diapresiasinya adalah para orang tua yang membiarkan anak-anaknya sebagai calon pelaku yang akan melanjutkan berbagai hal di lingkungan Masyarakat turut berpartisipasi pada tiap kegiatan sebagaiamana di tahun sebelumnya.

“Kesederhanaan yang dikemas dalam suasana kekeluargaan ini mesti dipertahankan, karena kesederhanaan ini adalah keistimewaan, kita berkumpul duduk lesehan beralaskan seadanya di tanah yang lapang. Seringkali di tempat lain mesti ada sofa atau kursi untuk tamu dan seterusnya. Namun di sini berbeda ini jugalah menjadi pembeda yang kuat diantara yang lainnya. bapak, ibu, yang begitu tampak semangatnya bahkan ada yang hingga larut malam,” terangnya.

Baca Juga: Perang melawan polusi udara: Para pengelola gedung di Jabodetabek disuruh tanam pohon besar

Lebih jauh Arman, mengatakan beberapa hal ini jika disimpulkan yang bahkan masyarakat kampus meriset ini, tentang kondisi sosial budaya masyarakat wilayah pesisir, partisipasi masyarakat terhadap kawasan hutan mangrove ataupun hubungan timbal balik, bagaimana mangrove berpartisipasi pada ruang hidup.

“Terlebih pada pengorganisiran masyarakat dan melakukan peningkatan SDM lewat Lembaga yang ada, hal ini tentu telah ada di Lantebung sehingga wilayah ini saya sebut sebagai laboratorium yang mana Ketika kita masuk ke laboratorium ini kita akan belajar langsung dari masyarakat sebagai yang mengalami dan merasakan dinamika serta orang-orang yang terbiasa memetakan solusi dari serangkaian permasalahan yang ada,” kata pemuda yang bergiat pada isu pedesaan ini.

Salah satu dari komunitas yang turut hadir, Ilham menanyakan tentang anak muda yang terkesan pragmatis dalam kegiatan pada isu lingkungan.

Baca Juga: Mengurai industri ramah lingkungan: Jejak AQUA dan masa depan Bumi

“Untuk menjawab hal ini tentu yah dengan kesabaran dan konsistensi, tentu sesuatu yang sulit namun kitab oleh belajar kepada anak muda Lantebung bagaimana tetap konsisten memperjuangkan Kawasan pesisir yang telah berlangsung sejak 2019,” sanggah Arman.

Hal tersebut menjadi penguatan untuk terus menjaga hutan mangrove Lantebung, searah dengan jargon anak muda Ikal, Melawan dengan Menanam, yang digaungkan sejak lama.

Sederet Ancaman

Ade Saskia mengenang kasus April 2020 dalam masa pandemi dan masyarakat dibatasi terjadi penebangan liar di sisi utara Lantebung.

“Ancaman lain seperti reklamasi, jalur kereta, dan kilang gas yang sudah ada di kawasan lantebung itu jadi awal keresahannya teman-teman untuk pertahankan ini Lantebung. Tapi sayangnya kami ini tidak punya kuasa ataupun tahu bagaimana ki mau demo untuk protes langsung, bagaimana ki mau buat laporan ke polisi dan lain-lain, yang kami tahu itu cuman menanam mangrove,” ucap Ade.

“Selain itu memang mangrove ini yang jagaki, mangrove juga ini yang jadi identitasnya kami. Dari ancaman itulah juga identitas kami sebagai IKAL menjadikan Berlawan Dengan Menanam sebagai bentuk perlawanan dan bentuk mempertahankan tempat tinggal juga bertumbuhnya kami di Lantebung,” ulas Ade, sapaan akrabnya.

Tak hanya itu melihat wilayah pesisir sebagai wilayah yang memiliki berbagai potensi, alumnus Teknik Kimia bidang Teknologi Lingkungan itu turut menyinggung Folu Net Sink 2030, cita-cita besar meraih sebuah kondisi melalui aksi mitigasi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030.

“Mangrove menjadi salah satu poin penting dalam mencapai hal ini, baik dari segi konservasi, ruang terbuka hijau, pengolahan hutan lestari, dengan wilayah mangrove lantebung yang kurang lebih 12 hektare tentu memiliki peluang dalam perdagangan karbon kedepannya. Sehinga bukan hanya Masyarakat pemerintah kota maupun provinsi semstinya memiliki perhatian khusus dalam menjaga wilayah ini,” tegas Arman.

Sekadar diketahui, Folu Net Sink tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Pada Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan carbon net sink (penyerapan karbon bersih yang merujuk pada jumlah penyerapan emisi karbon yang jauh lebih banyak dari yang dilepaskannya).***

Editor: Sri Ulfanita

Tags

Terkini

Terpopuler