Mushaf Al Quran tulisan tangan berusia 200 tahun di Sinjai dan Bone

- 17 Maret 2023, 20:06 WIB
Mushaf Al Quran tulisan tangan berusia 200 tahun di Sinjai, diperlihatkan salah satu cucunya di Bulukumba.
Mushaf Al Quran tulisan tangan berusia 200 tahun di Sinjai, diperlihatkan salah satu cucunya di Bulukumba. /Dok. Andi Mappasomba

WartaBulukumba - Bagai perjalanan menembus waktu ke masa silam saat era awal Islam merengkuh Bumi Sulawesi Selatan, sejumlah mushaf Al Quran tulisan tangan ini masih terawat dengan baik dan utuh.

 

Beberapa mushaf Al Quran hasil tulisan tangan leluhurnya diperlihatkan seorang pria Bulukumba, Andi Mappasomba, dalam sebuah posting online. 

"Ada beberapa mushaf Al Quran yang masih dijaga dengan baik sampai hari ini oleh keluarga kami di Sinjai dan Bone, karya tulisan tangan Syaikh Abdurrahman La Cambang pada zaman kerajaan di Bone," tutur Andi Mappasomba kepada WartaBulukumba.com pada Jumat, 17 Maret 2023.

Baca Juga: Membaca kata 'tunggu' dan 'pulang' dalam novel 'Sang Waktu' karya pegiat literasi Bulukumba

Mushaf Al Quran tulisan tangan Syaikh Abdurrahman  La Cambang yang ada di Kabupaten Bone, Sulsel.
Mushaf Al Quran tulisan tangan Syaikh Abdurrahman La Cambang yang ada di Kabupaten Bone, Sulsel. Dok. Andi Mappasomba

Sejumlah mushaf Al Quran tersebut ditulis oleh Syaikh Abdurrahman  La Cambang di Sulawesi Selatan sekitar 200 tahun yang lalu, sekitar abad 17 dan 18.

Karya seni tulis yang menakjubkan. Dalam telusur sejarah, Syaikh Abdurrahman La Cambang diangkat sebagai Khadi oleh Ratu Bone atau Arumpone, We Fatimah Banri Gau.

Mengutip laman Palontaraq.id, We Fatimah Banri Gau (1871-1895) adalah Ratu Bone atau Arumpone yang naik takhta menggantikan ayahnya, Singkerru Rukka. 

Baca Juga: Sapobatu: Kisah raja yang dikubur hidup-hidup dengan batu di timur Bulukumba masa silam

Mushaf ini ditulis dengan tulisan tangan yang sangat indah oleh Syaikh Abdurrahman. Terdiri dari halaman-halaman kertas putih dihiasi dengan ukiran-ukiran artistik dan ornamen-ornamen yang memukau.

 

Ketika membuka halaman pertama mushaf Al Quran ini, pembaca akan langsung terpesona oleh keindahan tulisan tangan yang rapi dan anggun. Tulisan arab pada sampulnya dihiasi dengan ukiran-ukiran tinta berwarna emas dan perak.

Ada pula motif-motif geometris yang sangat indah, memberikan sentuhan seni yang khas dari Sulawesi Selatan. Ukiran-ukiran ini menambah keindahan mushaf Al Quran ini dan memberikan kesan bahwa mushaf ini bukan hanya sebuah kitab suci, tetapi juga sebuah karya seni yang patut diapresiasi.

Baca Juga: Hadir memperkaya jagat sastra: 'Sepotong Tangan untuk Indonesia' lahir dari pegiat literasi Bulukumba

Meskipun telah berusia 200 tahun, mushaf Al Quran ini masih terjaga keasliannya dengan baik. Karya tulisan tangan Syaikh Abdurrahman La Cambang masih terbaca dengan jelas, dan ukiran-ukiran artistiknya masih memukau mata.

Mushaf Al Quran ini menjadi sebuah warisan budaya yang sangat berharga dari Sulawesi Selatan, yang patut dipelihara dan dijaga keasliannya untuk generasi-generasi mendatang.

Syaikh Abdurrahman, yang juga dikenal dengan nama Puang Cambang MattemmuE atau Puang Imam Timurung, adalah seorang ulama terkenal yang hidup pada akhir abad ke-17 atau awal abad ke-18. 

Baca Juga: Melayari asal usul Pinisi Bulukumba dari cerita rakyat 'Sawerigading'

Syaikh Abdurrahman  adalah sosok ulama yang sangat dihormati dan dihargai oleh masyarakat Bone, terutama karena ilmunya yang sangat luas dan juga karomah yang dimiliki beliau. Beberapa catatan menyebutkan bahwa beliau bisa berjalan di atas air dan tidak basah saat turun hujan deras ketika memimpin sholat berjamaah.

Syaikh Abdurrahman dikenal memiliki pengetahuan yang mendalam tentang fikih dan tasawuf. Selain itu, Syaikh Abdurrahman  juga dikenal sebagai seorang yang sangat dekat dengan Raja Bone pada masa hidupnya. Ia sering diundang ke istana untuk memberikan nasihat dan saran kepada raja dalam mengambil keputusan penting terkait dengan pemerintahan. Kedekatannya dengan raja ini menjadikannya sebagai sosok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemimpin spiritual yang memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan keamanan di wilayah Bone.

Syaikh Abdurrahman  juga dikenal sebagai sosok yang sangat rendah hati dan tidak suka menunjukkan kehebatannya. Ia selalu merendahkan diri dan bersikap sopan santun dalam pergaulan dengan siapa pun. Hal ini membuatnya menjadi sosok yang sangat disukai dan dihormati oleh masyarakat Bone.

 

Baca Juga: Baju Bodo Bugis Makassar adalah busana adat tertua di dunia? Bulukumba melengkapinya hijab dua dekade lalu

Oleh We Fatimah Banri Gau, beliau diminta pindah ke Sinjai, kawasan Biringere, untuk menyebarkan Islam di daerah tersebut. Beliau menetap di sana dan menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya.

Tumbuhan telah digunakan sebagai bahan untuk membuat tinta selama berabad-abad. Berbagai jenis tumbuhan dapat digunakan untuk membuat tinta dengan warna dan sifat yang berbeda-beda. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tinta termasuk daun, akar, buah, bunga, dan kulit kayu.

Misalnya, daun walnut dapat digunakan untuk membuat tinta coklat tua, sedangkan bunga wisteria dapat menghasilkan tinta ungu yang indah. Daun anggur atau kulit kayu ek dapat digunakan untuk membuat tinta hijau, sedangkan bunga iris dapat menghasilkan tinta biru yang cerah.

Proses pembuatan tinta dari tumbuhan biasanya melibatkan penghancuran dan perendaman bahan dalam air. Setelah beberapa saat, pigmen dari tumbuhan akan melepaskan warnanya ke dalam air dan menghasilkan larutan yang berwarna. Biasanya, tinta tumbuhan tidak terlalu tahan lama dan mudah pudar jika terkena sinar matahari atau udara terbuka.

Baca Juga: Melihat Bulukumba masa silam dari prosa puitis Mahrus Andis: 'Sungai Kecil di Depan Rumahku'

Tinta yang Digunakan Syaikh Abdurrahman 

Andi Mapapsomba yang merupakan keturunan lapis kelima dari Syaikh Abdurrahman  yang saat ini menetap di Bulukumba, mengungkapkan kekagumannya ihwal tinta yang digunakan buyutnya dalam menulis mushaf Al Quran

Andi Mappasomba yang juga banyak mempelajari botani ini mengatakan bahwa kemungkinan besar tinta yang digunakan Syaikh Abdurrahman adalah tinta dari akar daun batang 'tarung', yang merupakan sejenis kacang-kacangan.

Meskipun begitu, penggunaan tinta tumbuhan telah menjadi praktik umum dalam seni dan karya tulis. Beberapa seniman bahkan memilih menggunakan tinta tumbuhan karena sifatnya yang organik dan alami, dan memberikan nuansa yang berbeda pada karya seni mereka. Selain itu, penggunaan tinta tumbuhan juga merupakan pilihan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan tinta sintetis yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan.

Baca Juga: Filosofi dan ritual di balik kelahiran setiap kapal Pinisi di Bulukumba

Proses pembuatan tinta dari akar daun batang 'tarung' membutuhkan beberapa langkah sederhana. Langkah pertama adalah mengumpulkan akar daun batang 'tarung'. Setelah itu, akar daun batang 'tarung' dicuci dan dipotong menjadi potongan kecil.

Selanjutnya, mengeringkan potongan akar daun batang 'tarung' di bawah sinar matahari selama beberapa hari. Setelah itu, potongan akar daun batang 'tarung' dibakar hingga menjadi abu. Abu kemudian dicampur dengan air untuk membuat larutan abu.

Langkah terakhir adalah mencampurkan larutan abu dengan potongan akar daun batang 'tarung' yang telah dikeringkan. Campuran ini kemudian diaduk sampai homogen dan diendapkan selama beberapa jam. Setelah proses endapan selesai, bagian atas larutan yang jernih dibuang dan bagian bawah larutan yang mengandung pigmen hitam diambil sebagai tinta hitam yang awet.

Tinta hitam yang dihasilkan dari proses ini sangat awet dan tidak mudah pudar. Hal ini membuat tinta dari akar daun batang 'tarung' masih diminati oleh beberapa orang terutama para seniman dan kaligrafer. Selain itu, penggunaan bahan alami seperti akar daun batang 'tarung' juga lebih ramah lingkungan daripada tinta buatan pabrik yang mengandung bahan kimia berbahaya.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x