Filosofi dan ritual di balik kelahiran setiap kapal Pinisi di Bulukumba

- 4 Januari 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi pengrajin perahu pinisi di Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba.
Ilustrasi pengrajin perahu pinisi di Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba. /Dok. Arall dan kanal YouTube Delicate Channel

WartaBulukumba - Pinisi Bulukumba dalam ruang kearifan lokal adalah perahu yang tak pernah melayari ambiguitas.

Lantaran Pinisi tidak serta merta lahir begitu saja dari tangan para pengrajin perahu atau "panritalopi' di Bumi Panritalopi, julukan Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.

Pinisi dalam setiap kelahirannya sebagai perahu, satu persatu melewati proses pembuatan yang diwarnai paduan budaya.

Baca Juga: Pinisi bakal 'berlayar' di lantai atas Kantor Satu Atap Pemkab Bulukumba

Meskipun teknologi juga bekerja namun filosofi dan makna dalam yang menjelma dalam.wujud ritual-ritual tertentu telah ikut memahat kelahiran setiap perahu Pinisi.

Dalam cerita rakyat "Sawerigading" yang mengisahkan legenda asal muasal Pinisi muncul ungkapan "Panre patangan’na Bira, Paingkolo tu Arayya, Pabingkung tu Lemo-lemoa".

Ungkapan tersebut artinya: "Ahli melihat dari Bira, ahli memakai singkolo (alat untuk merapatkan papan) dari Desa Ara, dan ahli menghaluskan dari Lemo-Lemo.

Baca Juga: Pengrajin dan pengusaha di Bulukumba saweran untuk pembuatan Kapal Pinisi di Kantor Satu Atap

Ungkapan ini berkaitan dengan kemampuan membuat perahu yang akhirnya diwariskan turun-temurun.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x