Puisi 'Malam Lebaran' karya Sitor Situmorang yang awal kepenyairannya banyak dipengaruhi Chairil Anwar

- 29 April 2022, 02:40 WIB
Ilustrasi  puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang
Ilustrasi puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang /Unsplash.com/David Selbert

Tahun 2006 sitor mendapat Hadiah Sastra Pusat Bahasa dan Sea Write Award atas karyanya yang berjudul Biksu Tak Berjubah.

Karyanya yang lain, misalnya, Pangeran (kumpulan cerpen, 1963), Danau Toba (kumpulan cerpen, 1981), Jalan Mutiara (drama, 1954), Sastra Revolusioner (kumpulan esai, 1965), Triffid Mengancam Dunia (terjemahan novel, karya John Wyndham, 1953), Sel (terjemahan drama, karya Willdiam Saroyan, 1954), Hari Kemenangan, (terjemahan drama, karya M. Nijhoff, 1955).

Sitor mengungkapkan, bahwa pada malam lebaran, dia berkunjung ke rumah sahabatnya, Pramoedya Ananta Tur. Tetapi tak ada, kecewa lalu pulang dan tersesat.

Baca Juga: Lima puisi Cak Nun, 'Jawaban Kepada Negeri' hingga 'Hati Telanjang Kepada Tuhan'

Ternyata, ada tembok putih di hadapannya. Sitor penasaran ingin melihat ada apa di balik tembok putih itu. Ternyata, ada kuburan. Dari situlah lahir inspirasi puisi yang kemudian diberi judul “Malam Lebaran”, dengan isi puisinya, bulan di atas kuburan.

Sitor mengetahui banyak yang meengkritik puisinya itu, disamping banyak pula yang memujinya karena sudah berhasil menciptakan puisi yang penuh simbol, penuh tanya dan ruang tafsir pun terbuka.

Sesungguhnya dengan puisi itu, Sitor ingin mengungkapkan kesedihan karena tak bertemu dengan teman yang dijumpainya, Pramoedya. Tembok putih yang dijumpainya adalah bulan putih lambang kegembiraan atau kebahagiaan. Kuburan adalah lambang kesedihan.

Baca Juga: Puisi terakhir WS Rendra sesaat sebelum meninggal dunia

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah