Industri partai politik dalam kemasan instan

- 4 Oktober 2023, 17:14 WIB
Ilustrasi 'Partai Politik di Indonesia' by Alfian Nawawi - Industri partai politik dalam kemasan instan
Ilustrasi 'Partai Politik di Indonesia' by Alfian Nawawi - Industri partai politik dalam kemasan instan /WartaBulukumba.Com/Lukisan Alfian Nawawi

WartaBulukumba.Com - Benarkah 'industri partai politik' di republik ini sedang dalam titik nadir yaitu berada dalam kemasan instan?  Sangat menarik membincang wajah politik Indonesia terkini. Dan menguar dari realita di mana kekuasaan dan uang berlomba-lomba menjadi pemimpin panggung.

Jacob Ereste, seorang pengamat politik, sosial, dan budaya dari Atlantika Nusantara Institute, mengungkapkan pandangannya tentang perubahan dramatis dalam industri politik di Indoensia, yang disebutnya semakin terasa seperti kemasan instan.

"Kalau anda punya sumber duit tidak terbatas, bisa diskop dari gudang mana pun, maka pesta di tengah hutan pun bisa dilakukan," ujar Jacob dengan nada ironis dalam wawancara online dengan WartaBulukumba.Com pada Rabu sore, 4 Oktober 2023.

Baca Juga: Keprihatinan Forum Negarawan terhadap kondisi terkini bangsa dan negara

Jacob Ereste melanjutkan, apalagi jika hanya untuk menyewa tarup atau tenda mewah serta mengongkisi seribu artis yang juga mata duitan itu.

"Harimau dan binatang buas pun gampang dihalau atau diamankan dengan kebutuhan personil berapa pun yang diperlukan, apalagi semua itu dapat dilakukan dengan ongkos yang gratisan seadanya saja, karena kekuasaan yang tergenggam bisa mengerahkan apa saja yang diinginkan, seperti memblokir demonstran yang mempertahankan hak-hak rakyat yang dirampas dengan cara semena-mena," urainya.

Ketika rakyat hanya bisa menonton kehebohan politik semacam itu, mereka tidak lagi memiliki kendali atas nasib mereka sendiri. Dalam kebingungannya, mereka mungkin hanya bisa berdoa, meski rasa keadilan tampak semakin jauh.

Baca Juga: Hingar bingar menjelang Pemilu 2024: Pengamat sebut mengalihkan perhatian ke suatu hal penting ini

"Agama yang sesungguhnya bisa hidup rukun berdampingan sejak zaman Mataram Kuno, hingga semua kerajaan itu sepakat bersatu menjadi Indonesia Raya justru lebih cenderung diadu domba," tambah Jacob, menggambarkan bagaimana politik telah menciptakan perpecahan di antara kita.

Namun, meskipun terasa sia-sia, Jacob percaya bahwa rintihan rakyat yang teraniaya akan sampai ke langit.

"Azab itu pasti," katanya dengan keyakinan dalam suaranya. Meskipun kurikulum pendidikan telah berubah dan nilai-nilai moral terabaikan, nilai-nilai ini masih hidup dalam ingatan sejarah kita. Perubahan itu mungkin telah terjadi sejak Sekolah Rakyat berubah menjadi SD Inpres, tetapi kenangan akan nilai-nilai budi pekerti tetap tersembunyi dalam diri kita.

Baca Juga: Menuju Pemilu 2024: Masih banyak politisi dan aktivis belum memaksimalkan media sosial

Namun, dalam kebangkitan budaya industri, kita melupakan akar tradisi petani dan nelayan kita yang menghidupi bangsa ini. Lagu "Nenek Moyangku Orang Pelaut" telah disingkirkan sebagai sesuatu yang kampungan.

"Bahwa laut adalah jiwa kita, itu sudah hilang dalam kesadaran kolektif kita," kata Jacob sambil menyesal. Bahkan pahlawan laut seperti Nenek Moyangku Malahayati tidak lagi dihormati seperti yang seharusnya. Perahu Finisi yang menjelajah dan menjahah dunia dengan gagah berani oleh leluhur kita bahkan tak pernah diabadikan dalam bentuk monumen sejarah yang layak.

"Kepasrahan kita kepada budaya industri telah menguras kekayaan alam dan hasil bumi negeri kita," ungkap Jacob dengan nada prihatin.

"Kegandrungan berpestapora telah membuktikan keserakahan dan kesemena-menaan di tengah keprihatinan harga bahan pangan yang sedang mencekik dan menindas rakyat," urainya lagi.

Budaya industri yang merusak tradisi agraris dan maritim kita telah mengubah politik menjadi produk instan.

"Mungkin inilah lompatan dalam revolusi industri produk Nawa Cita," kata Jacob sambil menyimpulkan bahwa itu memproduksi partai politik dalam kemasan instan yang belum pernah dilakukan oleh bangsa maupun negara manapun di dunia.

Dalam suaranya yang tenang dan penuh pengetahuan, Jacob Ereste mengingatkan bahaya ketidakseimbangan antara tradisi dan kemajuan, dan betapa pentingnya untuk menghormati akar-akar budaya dalam politik yang semakin terdistorsi***

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah