Benarkah ada kerumitan bagi pers pada Pemilu 2024?

31 Agustus 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi politik. /Freepik/rawpixel.com/

 

WartaBulukumba.Com - Bagaimana wajah bopeng politik memengaruhi pers? Sebagaimana negeri demokrasi lainnya di planet ini, Indonesia yang selalu punya hajatan bernama Pemilu, maka juga memiliki 'anak kandung' bernama pers.

Peneliti dan penulis dari Atlantika Institute Nusantara, Jacob Ereste, kali ini kembali berbagi 'oleh-oleh' pemikiran dari sekelumit perjalanan intelektualnya beberapa hari ini.

Yang menarik, Jacob Ereste meggamit pers dan Pemilu 2024.ke sebuah pandangan yang 'merisaukan'. Ada apa di antara keduanya?

Baca Juga: Rocky Gerung sebut Presiden Jokowi 'bajingan' dengan alasan menjual negeri ini ke China

Jacob Ereste membenarkan, pers tidak saja memang menjadi bagian terpenting dalam Pemilu, tapi juga penting dalam upaya membangun kesadaran masyarakat melalui informasi, publikasi dan komunikasi yang disuguhkan.

"Bahkan dapat berperan menjadi penekan tampilan hoax yang liar berseliweran pada media sosial yang tampak tidak mampu dijinakkan atau dikendalikan oleh pemerintah, utamanya Kemenkominfo," tutur Jacob Ereste pada Rabu, 30 Agustus 2023.

Ia lantas mencomot ucapan Ketua Dewan Pers, Dr. Nanik Rahayu bahwa pers bertanggung jawab melahirkan dan merawat nilai- nilai demokrasi, agar sesuai dengan tujuan Pemilu.

"Itu lebih gagah lagi," kata Jacob Ereste.

Baca Juga: Melangkah dalam bayang-bayang rezim: Alasan Wasekjen Demokrat tolak Yenny Wahid Cawapres Anies Baswedan

Kendala bagi insan pers

Dalam workshop spesial Peliputan Pemilu 2024 di Jakarta, 24 Agustus 2023, Nanik Rahayu memaparkan bahwa pers bertanggung jawab memberikan informasi yang akurat, kredibel dan harus dapat menambah daya intelektual masyarakat.

Kecuali itu, pers pun tidak bisa lepas dari fungsi kontrol terhadap apa yang patut untuk diketahui. Bahkan, kritik dan masukan yang disampaikan oleh pers hendaknya memenuhi kebutuhan informasi untuk masyarakat, serta tidak sekedar sesuai dengan keinginan rakyat.

Masalahnya, lanjut Jacob Ereste, bagi Insan pers sendiri acap menghadapi kendala -- tidak cuma sering dihalang-halangi untuk mendapat menemui sumber berita guna melengkapi data yang akurat, tetapi juga tidak sedikit di antara insan pers yang mendapat ancaman atau bahkan perlakuan tindak kekerasan saat mencari informasi atau setelah berita yang dilaporkan menjadi konsumsi publik, sehingga dirasa tidak menyenangkan atau ditanggapi mengusik pihak yang diberitakan.

Baca Juga: Surya Paloh menyuarakan keraguan terhadap hasil survei: Anies Baswedan di urutan ketiga

"Kendati UU Pers sendiri jelas mengamanahkan bahwa pers wajib memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi serta adanya hak kebebasan berekspresi yang merupakan bagian dari hak dasar asasi manusia," tuturnya.

Pengawasan oleh pers

Idealnya memang, menurut Jacob Ereste, perlunya jalinan kerjasama dengan semua pihak, terutama dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang harus terbuka bahkan insan pers bisa mendapatkan akses dengan mudah terhadap semua pihak -- penyelenggara, peserta serta segenap pendukung pelaksanaan Pemilu.

"Agar dapat sukses terselenggara dengan baik, sehingga dapat menghasilkan kualitas Pemilu yang lebih baik dari pelaksanaan Pemilu sebelumnya yang banyak meninggalkan catatan buruk dan sangat tercela, tidak sama sekali dapat dijadikan rujukan yang baik untuk pendidikan bagi rakyat," tegasnya.

Belum lagi sekarang ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan Kampanye di Kampus dan Sekolah bagi peserta Pemilu 2024. Dan MK yang telah merevisi materi pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu itu semakin menambah gaduh dan mengeruhnya suasana menjelang Pemilu yang masih ditimpali oleh sengketa batas usia yang hendak diturunkan agar calon Wakil Presiden tertentu bisa memenuhi persyaratan.

"Padahal, dalam kejanggalan ini masih juga dimungkinkan bisa diberlakukannya bagi mereka yang pernah menjabat," ungkapnya.

Sementara, lanjut Jacob Ereste, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti sudah memberikan penolakan keras untuk tidak memberi izin kegiatan kampanye Pemilu di lingkungan lembaga pendidikan Muhammadiyah.

"Jadi, kegaduhan serupa ini pun menambah potensi pecahnya konsentrasi insan Pers akibat makin melebarnya masalah Pemilu yang sudah punya banyak catatan yang mengkhawatirkan, seperti untuk lebih mengetahui ada atau tidaknya keengganan dari para petugas di TPS yang dahulu banyak menjadi korban kehilangan nyawa setelah menjalankan tugasnya. Karena Pers bertanggung jawab memberi informasi yang akurat, kredibel serta fungsinya yang melakukan kontrol demi dan untuk masyarakat," urai Jacob Ereste.

Demikian juga pengawasan pers terhadap kampanye hitam, politik uang dan sejumlah kecenderungan melakukan kevurangan. Baik sebrlum maupun setelah pemungutan suara dilakukan yang harus diawasi secara ketat bersama warga masyarakat.

Kalau pun dapat diwujudkan bagi insan pers yang ikut menjadi peserta Pemilu harus mengambil cuti, agaknya cukup banyak pemilik media massa itu yang juga merupakan boss besar dari Partai Politik yang ada di Indonesia.

"Jadi secara etik, pilihan untuk mengambil cuti itu bagi peserta Pemilu sungguh ideal, namun pada prakteknya tidak adil secara hukum dan sangat muskil bisa diwujudkan. Karena untuk mengawasi kerja profesi insan pers yang juga menjadi peserta Pemilu -- legislatif pada umumnya -- sungguh sulit, seperti hendak memisahkan seorang ustad yang juga menjadi Calon Legislatif dengan umatnya yang selalu aktif dan berkegiatan di tempat ibadah," urai Jacob Ereste.

Pendek kata, dilema insan pers dalam Pemilu tidak kalah rumit dibanding dengan penyelenggara Pemilu maupun peserta Pemilu itu sendiri. Apalagi kemudian insan Pers itu sendiri juga ikut menjadi peserta Pemilu kali ini yang semakin ribet tata aturan pelaksanaannya. Lantas apa pula bedanya dengan pejabat yang masih aktif, tapi aktif pula menjadi operator untuk memenangkan seorang kandidat yang dia jagokan.

"Mungkin sekedar lelucon belaka bila seorang kawan yang profesinya stand up comedy mengatakan, bila Pemilu di Indonesia hari ini, seperti ramalan cuaca yang makin sulit diperkirakan. Karena iklimnya sangat tergantung pada pusingan angin yang tida menentu pula arahnya," tandas Jacob Ereste.***

Editor: Sri Ulfanita

Tags

Terkini

Terpopuler