Era buku cetak sebentar lagi selesai? Di Indonesia Toko Buku Gunung Agung segera tutup permanen

- 23 Mei 2023, 11:06 WIB
Ilustrasi buku cetak di perpustakaan - Era buku cetak sebentar lagi selesai? Di Indonesia ditandai Toko Buku Gunung Agung segera tutup
Ilustrasi buku cetak di perpustakaan - Era buku cetak sebentar lagi selesai? Di Indonesia ditandai Toko Buku Gunung Agung segera tutup /pexels/element digital

WartaBulukumba - Jumlah orang di planet ini yang membaca buku cetak semakin menurun. Tapi membaca tidak. Mereka sebagian besar kini membaca di ruang-ruang online.

Benarkah era buku cetak akan segera selesai? Hari ini sudah sangat jarang sekali kita menemukan orang-orang membaca surat kabar. Hari ini mereka sudah beralih membaca berita di media online yang bisa diakses secara gratis melalui Android maupun PC.

Anak-anak dan remaja di negara-negara maju bahkan sudah banyak menghabiskan waktu seharian membaca buku fiksi online di situs-situs penyedia bacaan fiksi. Hadir pula manga dan anime yang trennya dimulai dari Jepang. Begitu pula non fiksi. Tinggal download eBook. Mulai eBook gratis hingga berbayar.

Baca Juga: Sesobek dari lembaran sejarah gerakan literasi di Bulukumba

Jawaban-jawaban itu sebagian besar bisa kita temukan dalam buku berjudul "Life 3.0: Being Human in the Age of Artificial Intelligence" yang dituis Max Tegmark, penerbit Alfred A. Knopf pada 2017 silam. 

Buku ini bercerita tentang masa depan umat manusia yang berinteraksi, tumbuh, dan berkembang bersama dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau yang lebih dikenal dengan sebutan AI.

Hari ini tersembur fakta AI seperti layanan ChatGPT, Google Bard dan lainnya sudah bisa menggantiikan tugas-tugas manusia yang berhubungan dengan teks.

Layanan AI lainnya menggantikan tugas manusia yang berkaitan dengan video, coding dan sebagainya.

Baca Juga: Hari Buku Nasional 17 Mei, inilah sederet harapan para pegiat literasi di Bulukumba

Jumlah Pembaca Buku Cetak Menurun Drastis

Setidaknya, gejala kuat jumlah pembaca buku cetak menurun drastis sudah terindeks sejak tahun 2012.

Mengutip artikel di Zdnet.com pyang ditulis Steven Vaughan-Nichols,  dalam laporan 27 Desember 2012 berjudul, "Pembacaan E-book Melompat; Penurunan Pembacaan Buku Cetak," Pew Research Center menemukan bahwa "jumlah orang yang membaca e-book meningkat dari 16% dari semua orang Amerika berusia 16 tahun ke atas menjadi 23%.”

Pada saat yang sama, kata laporan itu, jumlah orang yang membaca buku cetak dalam 12 bulan sebelumnya “turun dari 72% populasi usia 16 tahun ke atas menjadi 67%”.

Baca Juga: Hari Buku Nasional 17 Mei, belajar pada Bung Hatta

Ini bukan penurunan tajam. Survei terhadap 2.252 orang Amerika (usia 16 tahun ke atas), menemukan bahwa 89% pembaca buku telah membaca buku cetak (atau 67% dari mereka yang berusia 16 tahun ke atas). Pada saat yang sama, 30% pembaca buku mengatakan bahwa mereka telah membaca e-book, yang berarti 23% dari mereka yang berusia 16 tahun ke atas. Sebuah proyek penelitian April Pew menunjukkan bahwa "pada pertengahan Desember 2011, 17% orang dewasa Amerika telah melaporkan bahwa mereka membaca e-book pada tahun sebelumnya; pada Februari 2012, bagian tersebut meningkat menjadi 21%."

Siapakah para pembaca ini? Dalam laporan April 2012, peneliti Pew menyatakan: Mereka yang telah terjun ke dalam membaca e-book menonjol hampir dalam segala hal dari jenis pembaca lainnya. Terutama, mereka relatif rajin membaca buku dalam semua format: 88% dari mereka yang membaca e-book dalam 12 bulan terakhir juga membaca buku cetak. Dibandingkan dengan pembaca buku lainnya, mereka membaca lebih banyak buku. Mereka membaca lebih sering karena sejumlah alasan: untuk kesenangan, untuk penelitian, untuk peristiwa terkini, dan untuk bekerja atau sekolah. Mereka juga lebih cenderung membeli buku terbaru mereka daripada meminjamnya daripada yang lain, dan mereka lebih cenderung mengatakan bahwa mereka lebih suka membeli buku secara umum daripada yang lain, sering kali memulai pencarian online.

Lantas bagaimana nasib penerbit, toko buku dan perpustakaan konvensional di masa depan?

Baca Juga: Bukan 'literasi seremoni', begini sepenggal cerita cara penggiat literasi bergerak di Bulukumba

Jawabannya sudah ada hari ini yaitu penerbit digital, toko buku digital, perpustakaan digital, penulis digital hingga pembaca digital.

Dunia pendidikan pun perlahan menuju digitalisasi. Gerakan literasi bahkan sudah jauh hari sejak satu dekade terakhir telah mengenal literasi digital.

Toko Buku Agung Tutup

Mengutip Kabarcirebon.pikiran-rakyat.com pada Senin, 22 Mei 2023, berita menyedihkan bagi para pecinta buku cetak di Tanah Air Indonesia, begitu mengejutkan PT GA Tiga Belas menyatakan Toko Buku Gunung Agung bakal ditutup seluruhnya di tahun ini.

Baca Juga: Terong Pustaka dari Bulukumba terpilih ikut kompetisi nasional Sinovik 2023

Menyedihkan lantaran bagi orang yang suka membaca atau pernah mencari buku referensi dalam pembuatan karya tulis ilmiah tentunya menyiratkan sejarah tersendiri.

Terlebih, tatkala nanti Toko Buku Gunung Agung ditutup tokonya di seluruh Indonesia, maka pemutusan hubungan kerja alias PHK terhadap 350 karyawannya bakal terjadi—menyebabkan pengangguran!

Toko Buku Gunung Agung pun punya sejarah yang kuat, sebab bukanlah toko yang buka kemarin sore, karena berdiri sejak tahun 1953 dan menjadi salah satu toko buku modern perintis di Indonesia.

Siapa gerangan pendiri Toko Buku Gunung Agung? Ialah Tjio Wie Tay, seorang pria yang lahir di Jakarta atau Batavia tempo dulu namanya, 8 September 1927, kemudian dikenal Masagung sapaan akrabnya.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah