At-Thabari memaknai yukadzibu bid-din dengan mendustai pahala Allah, hukuman Allah, tidak taat terhadap perintah dan larangan-Nya. Sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang disitir oleh At-Thabari mengungkapkan bahwa yukazzibu bi al-din berarti yukazzibu bihukmillahi, yang berarti mendustakan hukum Allah Ta’ala. Riwayat dari Ibnu Juraij yang dikutipnya juga menyatakan bahwa ad-din di dalam ayat ini berarti hari perhitungan.
Menurut Al-Qurthubi, ad-din di dalam ayat tersebut berarti pembalasan dan perhitungan di akhirat. Sehingga kalimat yukazzibu bi al-din diartikan mendustakan hari pembalasan dan hari perhitungan di akhirat. Dalam tafsir Jalalain pun ad-din dimaknai hari hisab dan hari pembalasan amal perbuatan.
Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi menjelaskan maksud ayat ini adalah: “Tidakkah engkau menyaksikan wahai Muhammad orang yang mendustakan hari pembalasan, baik peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya berupa balasan dan sisksaan?”. Dikatakan bahwa ayat ini umum bagi setiap orang yang menjadi sasaran perintah ini, mereka itulah orang-orang yang mengingkari hari pembalasan.
Mereka selalu mengatakan,
أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ
“Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?” (QS. Al-Waqi’ah: 47).***