Pancasila sebagai hikmah ada dalam Al Quran

- 9 Mei 2022, 12:06 WIB
Lambang Negara, Garuda Pancasila
Lambang Negara, Garuda Pancasila /BPIP

Ironisnya prosesi itu juga “melumat” moralitas bangsa seperti dimakan rayap yang sangat ganas. Prosesi yang meluluh lantakkan budi pekerti, akhlak bangsa yang sudah sangat indah dan berperadaban tinggi.

Sila ke empat  itu adalah maha karya ulama,  intelektual muslim yang sebenarnya. Mereka menyisipkan dan menitipkan kepada generasi penerus untuk mengarungi bahtera hidup bangsa ini dengan nilai-nilai dan senantiasa mewarnai penerapannya dengan panduan kitab hikmah, Al Quran dan Sunnah RasulNya.

Seluruh muslim sesungguhnya sadar bahwa meninggalkan panduan kepemimpinan bil-hikmah dan kebijaksanaan adalah pangkal bencana demi bencana yang terus menerus  dialami umat islam. Bagai si bisu bermimpi, teringat dan terpikirkan namun terkatakan tidak. Terhipnotis, terkesima oleh “irama gendang” peradaban durjana. Sampai kapan ?

Urusan maha penting menyangkut hajat hidup orang banyak dan kemaslahatan yang mestinya “tertuntun” kok diserahkan ke tangan orang awam kebanyakan. Orang-orang yang tidak tertuntun dan berkali-kali direndahkan oleh Allah dalam firman-firmannya. Mereka yang tidak disukai Allah, manusia-manusia  yang seharusnya dituntun oleh Penuntun. Untuk merekalah, orang kebanyakan itu, Allah mengutus para Nabi dan RasulNya yang kini diwarisi para ulama.

Demokrasi itu artinya menyerahkan segala urusan kepada orang banyak, suara terbanyak suara tuhan kata konsep kafir laknatullah itu..  Inilah sebabnya negeri ini tidak akan pernah mengalami rahmat dan keberkahan yang sesungguhnya.

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”

(Al An ‘am 116)

Kekuasaan demokrasi adalah suara terbanyak, siapapun, setiap orang punya satu hak. Tiada beda suara maling , koruptor, manusia bejad dengan seorang ulama, orang tua dan anak baru aqil baligh. Sama. One man one vote. Hitam putih negri diserahkan pada orang banyak. Ini menentang Allah

Demokrasi sangat rentan oleh propaganda dan pengaruh luar dan eiforia-euforia, trend, pasar, dan hal-hal sensitif yang mempengaruhi publik awam. Mereka dibawah kendali setan yang bersekutu dengan para musuh-musuh Allah lainnya, zionis hamba Dajjal.

Demokrasi sesungguhnya bencana bagi orang alim, arif bijaksana, ahli hikmah, cerdik cendekia yang dimuliakan dan punya tempat istimewa dalam Pancasila.

Para pemimpin yang sudah terseleksi sedemikian rupa oleh tatanan yang sudah tumbuh matang secara alami dan sangat manusiawi seiring dengan usia bangsa ini. Sistem yang sangat teruji berupa masyarakat adat, kerajaan, kesultanan, kekerabatan dan kesukuan. 

Mereka para pemimpin yang lolos seleksi alami yang menghiasi “taman-taman peradaban”, mereka adalah  tetua dan kepala suku, kepala kampung, sultan-sultan, amir-amirat, Kepala Mukim, Wali Nagari, pemuka-pemuka masyarakat yang adalah  mahkota-mahkota dan kehormatan peradaban Nusantara. Tapi dipaksa dihinakan dan menghinakan diri dengan sistem Demokrasi.

Para pemangku Hikmat dan kebijaksanaan inilah yang semestinya memimpin rakyat dengan sistem keterwakilan yang “proposional”. Merekalah yang berhak dan paling layak mewakili unsur unsur yang ada di segenap tubuh bangsa ini.

Merekalah yang bermusyawarah dan bermufakat secara rutin dan berkala dalam sebuah MAJELIS AGUNG yang bernama MPR DPR, yang memilih pemimpin diantara kalangan mereka untuk menjadi pucuk pimpinan untuk “ dipertuan agung” secara berkala demi memenuhi proporsionalitas, keadilan, pemerataan dan keseimbangan Nusantara ini.

Mereka juga menyusun arah pembangunan dan pengelolaan bangsa. Mereka menyusun perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang dengan hukum dan sistem yang Allah ridhai. Inilah Peradaban besar itu.

Rakyat tidak disibukkan dengan politik rendahan. Kehidupan akan secara konstan dapat mengarahkan dan mengerahkan segenap potensinya, perhatian dan kekuatan demi meraih kualitas hidup dalam kedamaian. 

Dengan pola dan sistem ini manusia Indonesia akan jadi unggul dan produktif dengan sendirinya. Manusia akan terdidik oleh mesin peradaban yang sehat dan unggul. Bangsa kaya raya yang mandiri dan merdeka dalam makna yang sesungguhnya.

Dalam makna ini maka, terpenuhilah makna Khilafah fil ardhi sebagai mana yang dikehendaki oleh Sang Khalik. Negeri ini tetap bernama Indonesia dengan Pancasilanya yang luar biasa, maha karya para pendiri negeri ini. Pancasila yang kini dilecehkan dan hendak diarak ke ideologi rendahan ciptaan manusia.

"Pancasila bukan ideologi, ia adalah piagam yang berisi kesepakatan dan kesepahaman yang bermuatan kalimat-kalimat yang menjadi sandaran untuk hidup bersama. Kata-kata sakti yang bersandar kepada langit," tandas Ali Wardi.***

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x