Buku 'Hanua Sinjai' karya sejarawan Bulukumba disusun 30 tahun lebih

- 15 Mei 2022, 19:54 WIB
Muhannis (kemeja) menyerahkan buku Hanua Sinjai kepada Alfian Nawawi Pimred WartaBulukumba.com
Muhannis (kemeja) menyerahkan buku Hanua Sinjai kepada Alfian Nawawi Pimred WartaBulukumba.com /WartaBulukumba.com

Novel karyanya yang ditulis dalam bahasa Makassar: “Karruq Ri Bantilang Phinisi” atau “Tangisan di Gubuk Phinisi” pada tahun 2011 tiba-tiba menyentak jagad sastra Indonesia. Novel itu mencuri banyak perhatian dari kalangan penikmat sastra dan pemerhati budaya khususnya di Sulawesi Selatan.

Ia membuktikan kepiawaiannya menghasilkan karya sastra berbahasa daerah Makassar. Kehadiran novel yang fenomenal itu adalah sebuah bentuk kepedulian terhadap bahasa daerah yang berfungsi sebagai identitas etnik.

Dorongan dan bantuan beberapa literatur kuno dari kakek neneknya Puang Basiraq Daeng Basiq dan Balaq Nojeng Daeng Matiqnoq serta naskah-naskah keluarga lainnya yang semuanya telah tak ada lagi karena hancur, menambah keyakinan akan kemampuannya mengolah bahasa daerah menjadi karya sastra.

Drs. Muhannis Ara Daeng Lawaq lahir di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan pada 5 Juni 1959.

Putra dari pasangan Maggauq Daeng Gau dan Jaenong Daeng Sinnong. Mulai menyukai dan belajar sastra daerah sejak kecil. Ia tertarik dengan keindahan bahasa tetua di kampungnya yang dia kira sama dengan puisi yang diajarkan oleh guru di sekolah, cuma berbeda bahasa. 

Atas kecintaannya pada naskah kuno, Balai Arsip Nasional Makassar pernah memberikan Piagam Penghargaan pada dedikasinya menyelamatkan naskah-naskah kuno.

Untuk penciptaan karya sastra, karyanya selalu ditampilkan pada berbagai even dan pertunjukan. Di bidang lomba, menjadi juara lomba cipta puisi daerah se-Sulsel di UNHAS tiga tahun berturut-turut (2005, 2006 dan 2007). Karya-karya seni lainnya pernah dipentaskan di tingkat desa sampai internasional.

Buku terbarunya, Hanua Sinjai, mengantarkan pembaca pada pemahaman baru terhadap sejarah yang sering menjadi bahan perdebatan.

Perdebatan seperti kapan nama Sinjai mulai diperkenalkan, kapan konfederasi Tellulimpoe dan Pitulimpoe lahir dan siapa penggagasnya, kapan agama islam mulai diperkenalkan di Sinjai dan bagaimana prosesnya, bagaimana posisi Sinjai saat terjadinya perang antara Gowa dan Bone, apa peran putra-putra Sinjai pada saat perebutan kemerdekaan, saat terbentuknya NIT dan RIS.

Serta pernahkah ada putra Sinjai yang menduduki jabatan sebagai Mentri di Indonesia, apa itu Rumpakna Mangarabombang, kenapa terjadi Pemberontakan I Massalinri, kenapa Suka, Balasuka dan Tombolo Pao hilang di Sinjai.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x