Aktor dan penyair Bulukumba Aspar Paturusi, setitik dari segelintir penakluk Ibu Kota                    

- 5 Mei 2022, 06:00 WIB
Aktor dan penyair Bulukumba Aspar Paturusi, setitik dari segelintir penakluk Ibu Kota                       
Aktor dan penyair Bulukumba Aspar Paturusi, setitik dari segelintir penakluk Ibu Kota                     /Dok. Aspar Paturusi

Karier yang panjang itu diakuinya tidak memberinya harta berlimpah, seperti bisa diharapkan pada sukses hidup seorang bankir atau wirausaha, meski benar bahwa namanya dikenal luas di kalangan sastrawan dan dramawan di Indonesia. Tapi bakatnya rupanya memang terbentuk dalam gelombang kesunyian. Dan itu memberinya sesuatu yang sangat besar, watak yang  terbentuk dalam riak besar kehidupan.

Sampai hari ini banyak seniman muda lintas genre seni di Sulawesi Selatan masih tetap “berguru” padanya. Ia memang dianggap “pinisepuh” namun selalu bersemangat dan jiwanya senantiasa muda.

Figur, karya dan kariernya adalah alasan penting untuk menjadi inspirasi bagi sebagian besar pekerja seni, khususnya di Indonesia Timur.

Baca Juga: Mochtar Pabottingi, cendekiawan nasional dari Bulukumba dalam sastra dan politik yang holistik

Dunia memang menua, dan dia tetap berkarya. Bagi Aspar Paturusi, jiwa dan dedikasi tidak boleh tergerus zaman. Baginya, berkesenian adalah konsistensi dan konsekuensi menjalani hidup. Sosoknya adalah setitik dari sedikit seniman daerah yang berhasil menaklukkan Ibukota Jakarta dan Indonesia.

Aspar Paturusi lahir di Bulukumba pada 10 April 1943. Konsisten berkesenian, hingga kini ia tetap memilih menjadi seorang teaterawan, aktor film, penyair dan novelis. Sudah tentu harus disebut bahwa ia salah satu seniman kebanggaan warga Sulawesi Selatan, satu hal yang bahkan diformalkan dengan penghargaan yang ia terima pada tahun 1978 sebagai Warga Kota Berprestasi. “Apa yang saya punya? Uang di tangan datang dan pergi begitu saja,” tuturnya tetap merendah.

Dalam banyak film dan karya sinematografi lainnya, aktingnya yang gemilang menuai banyak pujian di antaranya dalam film Sanrego (1971), Tragedi Bintaro (1988), Tutur Tinular (1989), Saat Kukatakan Cinta (1991), Fatahillah (1996), dan Ketika Cinta Bertasbih (2009).

Baca Juga: Prof Dr Mattulada cendekiawan dan tokoh sastra nasional dari Bulukumba dengan karya-karya yang mendunia

Salah satu kenangan termanis bagi Aspar adalah ketika bermain untuk film layar lebar yang terilhami kisah nyata dalam film Tragedi Bintaro arahan sutradara Buce Malawau, sebuah film yang dianggap cukup gemilang di jamannya. Kenangan lainnya yang tak terlupakan baginya ketika ia bermain di dalam produksi TVRI yang dibantu lembaga John Hopkins, “Alang-Alang” garapan Teguh Karya yang masih diingat orang sampai kini. Kebanggaannya membuncah ketika terlibat dalam beberapa sinetron arahan sutradara besar, Chaerul Umam seperti Bengkel Bang Jun. Namun, ia sempat juga merasa konyol ketika bermain dalam sinetron Pelangi Harapan produksi dari Multivision. Ternyata ia bermain sebagai hantu.

Dia ikut ambil peran film Ketika Cinta Bertasbih garapan sutradara Chaerul Umam sebagai ayah Furqon. Aktingnya dalam sinetron “Badik Titipan Ayah” (2010) yang digarap di kampung halamannya, Bulukumba menuai banyak pujian dari kritikus film.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah