Serangan Umum 1 Maret 1949: Enam jam TNI menguasai Yogyakarta

1 Maret 2024, 05:00 WIB
Dokumentasi Foto bersama pasukan TNI di Yogyakarta pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. /Instagram/@jogjainfo

WartaBulukumba.Com - Dalam teduhnya fajar, tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta terjaga dalam diam yang menggantung. Kota ini, perisai terakhir dari Republik Indonesia, berdiri teguh menghadapi badai yang akan menyapunya. Pasukan Belanda, bagai serigala lapar, menyerang Ibu Kota Republik Indonesia dengan Agresi Militer mereka yang kedua.

Agresi Militer Belanda yang kedua, dimulai dengan ledakan bom di Yogyakarta, bukan sekadar serangan fisik, tetapi juga usaha penghancuran psikologis. Kota ini, berdiri sebagai benteng terakhir kehormatan dan kedaulatan Republik Indonesia, menjadi sasaran empuk bagi Belanda untuk mengukir kembali dominasinya atas Indonesia.

Jejak sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 terekam dalam berbagai literatur, baik pendekatan historis maupun dieksplorasi dalam bentuk cerita fiksi. Peristiwa heroik ini pun diabadikan dalam film-film. Dua di antaranya yaitu "Enam Jam di Djogja" pada tahun 1951 yang disutradarai Usmar Ismail dan film "Janur Kuning" pada tahun 1979 yang disutradarai oleh Alam Rengga Surawidjaja.

Baca Juga: 6 jam TNI kuasai Yogya! Serangan Umum 1 Maret 1949 yang mengagetkan tentara Belanda

Rekomendasi Literatur

Salah satu buku yang mengulas lembaran peristiwa ini secara cukup komprehensif yaitu "Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam kaleidoskop sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia" yang ditulis oleh Batara Richard Hutagalung, terbit tahun 2010, Penerbit LKiS Yogyakarta.

Kendati demikian, Serangan Umum 1 Maret 1949 juga tak lepas dari kontroversi. Salah satu buku yang bisa kita baca untuk memahaminya adalah "Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949" yang diterbitkan Media Pressindo pada tahun 2000, dengan kontributor Lembaga Analisis Informasi.

Di medan pertempuran, senapan menyalak, pejuang berteriak, dan asap mengepul, membawa pesan kejam Belanda: bahwa mereka ingin menghapuskan keberadaan Republik Indonesia. Tidak hanya menguasai tanah, tetapi juga menyerakkan pesan kepada dunia bahwa Republik Indonesia, beserta tentaranya, telah lenyap.

Baca Juga: Tan Malaka, di antara pemikiran, penjara, dan pergerakan

Belanda Menawan Sukarno dan Tokoh-tokoh lainnya

Dalam gempuran tersebut, Belanda berhasil menawan Presiden Soekarno, membuangnya ke pengasingan di Prapat, Sumatra. Wakil Presiden Mohammad Hatta juga mengalami nasib serupa, diasingkan ke Bangka.

Tokoh-tokoh penting lain seperti Sutan Sjahrir, Agus Salim, Mohammad Roem, dan AG Pringgodigdo turut ditangkap. Namun, sebelum disingkirkan, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sempat memimpin rapat kabinet terakhir, memberikan mandat kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Mandat ini diberikan sebagai lilin harapan di tengah kegelapan, memastikan bahwa semangat Republik Indonesia tetap menyala meski Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah. Belanda tertipu, mengira dengan kejatuhan Yogyakarta, Republik akan menyerah.

Baca Juga: Dengan harta dan pikirannya, Mohamed Ali Eltaher saudagar Palestina membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia

Enam Jam di Yogya

Pasukan dari berbagai daerah di Pulau Jawa masih teguh bergerilya, dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Jenderal Soedirman yang berjuang meski dalam keadaan sakit, dan A. H. Nasution yang melancarkan serangan pada tanggal 22 Desember 1949, memproklamasikan pemerintahan militer di Pulau Jawa.

Serangan Umum 1 Maret 1949, di bawah pimpinan Letkol Soeharto, menjadi saksi atas ketangguhan Indonesia. Selama enam jam, Yogyakarta berhasil dikuasai oleh tentara Republik. Serangan ini, seperti api yang membakar semangat rakyat dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih berdiri tegak.

Serangan Umum 1 Maret, dimulai pada jam 06.00 pagi, menjadi momen ketika Belanda terkejut dan tentara RI dengan cepat menghantam seluruh pasukan mereka. Enam jam kemudian, ketika Belanda mulai mengirim bala bantuan, tentara RI telah lenyap dari tempat, meninggalkan Belanda dalam kebingungan dan kekalahannya.

Keesokan harinya, R. Sumardi mengirim berita ini melalui radiogram ke PDRI di Bukittinggi. Informasi ini juga disampaikan kepada diplomat-diplomat RI seperti A. A. Maramis di New Delhi dan L. N. Palar di New York. Serangan Umum ini menjadi sorotan dunia, membuktikan bahwa Indonesia masih berjuang dan berdaulat.

Meski hanya berlangsung enam jam, Serangan Umum 1 Maret 1949 memiliki dampak yang besar, mengguncang dunia dan membawa perubahan penting dalam perjuangan Indonesia. Serangan ini tak hanya membuktikan ketahanan TNI, tetapi juga mendukung diplomasi Indonesia di forum PBB, mengubah sikap Amerika Serikat, dan mematahkan semangat Belanda.

Serangan Umum 1 Maret telah memperkuat posisi tawar Republik Indonesia dan mempermalukan Belanda yang telah mengklaim kelemahan RI.

Tidak lama setelah itu, Serangan Umum Surakarta terjadi, menegaskan kembali kemampuan gerilya RI untuk tidak hanya melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga serangan frontal yang gigih, mengakhiri dominasi Hindia Belanda selamanya.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler