Jelajah kuliner lebaran di Bulukumba: Resep rendang sapi

17 Juni 2024, 07:47 WIB
Ilustrasi rendang sapi /Tangkapan layar YouTube/Devina Hermawan

WartaBulukumba.Com - Di tengah semarak pembagian daging kurban dalam suasana hari raya Idul Adha di Bulukumba, sebuah ritual kuliner khas juga mewarnai dapur-dapur rumah, dimana emak-emak dengan cekatan mempersiapkan berbagai olahan daging.

Salah satu hidangan yang juga bisa ditemukan di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan adalah rendang sapi. Resep ini, meskipun berakar pada tradisi Minangkabau, telah menyeberangi lautan dan gunung, mendapati tempat di hati dan dapur di Bulukumba, mengadaptasi setiap sentuhan lokal dalam harmoni yang menggugah selera.

Emak-emak di Bulukumba memulai dengan 3 kg daging dan usus sapi yang tebal, mencerminkan lapisan-lapisan cerita dan kehidupan yang telah dilalui.

Baca Juga: Lezatnya kuliner lebaran di Bulukumba: Resep tongseng sapi tanpa santan

Daging, bagai kanvas kosong, menanti untuk diwarnai dengan bumbu dan rempah.

Dua centong minyak goreng menjadi perantara, melambangkan kilau matahari pagi yang menari di permukaan sungai yang tenang, menambah kilau pada apa yang akan menjadi mahakarya kuliner.

Garam yang secukupnya dan dua buah jeruk nipis yang menyiratkan asam dan kesegaran hidup, digunakan untuk membaluri daging yang sudah bersih—sebuah ritual pembersihan, sebuah permulaan yang baru, seolah-olah meminta ijin kepada alam untuk mengubah apa yang asli menjadi sesuatu yang luar biasa.

Baca Juga: Jelajah dapur kuliner lebaran di Bulukumba: Cara menyimpan daging kurban agar awet

Bumbu Halus

Sebanyak 25 buah cabe merah dan 10 buah cabe rawit diambil, setiap butirnya adalah titik-titik keberanian yang menyala.

Diikuti oleh lima siung bawang merah dan delapan siung bawang putih yang telah disiapkan untuk memberikan kedalaman cerita dalam setiap suapan.

Baca Juga: Jelajah kelezatan kuliner lebaran di Bulukumba: Resep gulai kepala kambing tanpa santan

Tujuh butir kemiri, dua ruas jahe yang kuat dan hangat, satu sendok makan ketumbar, serta satu sendok makan bubuk cabe menambah intrik dan misteri.

Satu sendok makan lada dan satu sendok teh jinten menyelesaikan puisi rempah ini, dengan dua batang lengkuas yang dihaluskan berfungsi sebagai punggung cerita yang memberi struktur pada hidangan ini.

Semua bumbu ini diblender menjadi satu kesatuan, suatu simfoni rasa yang kompleks, di mana setiap elemen adalah nada yang berkontribusi pada harmoni yang sempurna.

Orkestra Daun dan Rempah

Seperti melantunkan lagu tanah air, satu lembar daun kunyit, enam lembar daun jeruk, dan tiga lembar daun salam ditambahkan.

Tiga batang serai yang tegak layaknya penjaga tradisi, serta sejumput kapulaga dan bunga lawang, memberikan nuansa eksotis layaknya bintang-bintang yang berkelip di langit Bulukumba.

Gula merah, setengahnya saja, menjadi simbol manisnya kehidupan yang terkadang pahit.

Proses Memasak

Proses memasak dimulai dengan ritual mencuci daging—bersih dari segala harap dan asa, dilumuri dengan jeruk nipis dan garam, daging ini didiamkan, memberi waktu bagi bumbu untuk meresap jauh ke dalam serat-serat cerita yang akan diceritakan melalui setiap gigitan.

Kemudian, di atas panggung api yang ramah, bumbu halus dan rempah cemplung bertemu, ditumis hingga aroma kebersamaan mengudara, sebelum akhirnya daging yang telah siap tampil ditambahkan ke dalamnya.

Rendang tidak hanya dimasak, tapi dirayakan perlahan, dimana santan cair ditambahkan, daging mulai menari dalam kuahnya, perlahan mengambil setiap warna dan nuansa yang ditawarkan oleh bumbu.

Di titik ini, seakan memasuki babak baru dalam drama kuliner, santan kental diperkenalkan, menambah kekentalan pada plot, mengurangi cairan menjadi esensi yang pekat dan penuh cita rasa.

Di sinilah waktu berperan—jam demi jam, daging dan rempah berkolaborasi, mengembangkan karakter dan kedalaman yang hanya waktu yang bisa berikan, hingga akhirnya, rendang sapi tidak hanya menjadi hidangan, tapi cerita yang siap untuk diceritakan.

Dalam kesunyian dapur yang kini hanya diisi gemericik api kecil, rendang telah selesai, bukan sekadar makanan, tapi perayaan tradisi, ketahanan, dan kebersamaan, yang siap untuk mempererat tali silaturahmi dan semangat berkurban.

Di Bulukumba, rendang sapi bukan hanya tentang rasa, tapi tentang memori, identitas, dan kehangatan yang disajikan di atas piring setiap kali Lebaran tiba.***(Israwaty Samad)

Editor: Sri Ulfanita

Tags

Terkini

Terpopuler