WartaBulukumba.Com - Laut Merah berbisik. Ombaknya membawa kisah-kisah lama, tentang kapal-kapal yang berlayar, mencari kekayaan dan terkadang kekuasaan. Tapi kini, lautan itu menjadi saksi bisu pertempuran baru, sebuah perang yang tak hanya mengguncang airnya tetapi juga menggoyahkan fondasi perdamaian di kawasan itu.
Ketika matahari terbenam, warna merah darah memantul dari perairan itu, bukan karena terbenamnya matahari, melainkan karena ledakan yang tiada henti.
Rudal-rudal Houthi, seperti naga yang marah, meluncur dan menghantam sasaran di lautan ini – kapal-kapal yang berafiliasi dengan penjajah 'Israel'. Setiap dentuman, setiap kilatan api, bukan hanya meretakkan lambung kapal, tetapi juga menorehkan luka baru pada stabilitas regional yang sudah rapuh.
Baca Juga: Rakyat Palestina di Gaza didera kelaparan, penyakit dan dehidrasi
Kebijakan Biden dan Tanggapan Yaman
Di tengah laut yang tenang namun berbahaya, sebuah pertempuran tak kasat mata kembali mengemuka. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, berjanji akan terus melancarkan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman. Namun, ia mengakui bahwa tindakan militer tersebut belum berhasil menghentikan serangan terhadap pengiriman komersial.
Biden mengungkapkan hal ini pada Kamis, setelah Amerika Serikat melakukan serangan kelima terhadap target di wilayah yang dikuasai Houthi. Komando Pusat AS (CENTCOM) menyatakan telah menghancurkan dua rudal anti-kapal yang dianggap sebagai ancaman segera bagi kapal dagang dan kapal Angkatan Laut AS di kawasan tersebut.
Diwartakan Al Jazeera pada Jumat, 19 Januari 2024, ketika ditanya apakah serangan terhadap kelompok pemberontak itu efektif, Biden mengakui bahwa serangan tersebut belum menghentikan serangan terhadap pengiriman internasional di Laut Merah.
"Apakah mereka menghentikan Houthi? Tidak," ujar Biden. "Apakah mereka akan terus dilakukan? Ya."