Gaza hari ini: Rumah sakit kehabisan bahan bakar, korban bertambah, serangan udara Zionis terus menderu

- 26 Oktober 2023, 04:32 WIB
Warga Palestina membongkar puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel untuk mencari korban di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dengan kelompok Hamas di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Kamis 19 Oktober 2023.
Warga Palestina membongkar puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel untuk mencari korban di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dengan kelompok Hamas di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Kamis 19 Oktober 2023. /ANTARA FOTO/Reuters/Ibraheem Abu Mustafa/nym./

WartaBulukumba.Com - Di bawah langit hitam kelabu kota Gaza, di sela-sela ledakan bom, gaung Free Palestina di berbagai sudut Bumi, cerita sedih keluarga-keluarga Palestina juga terungkap melalui gelang identifikasi. Bukan sekadar gelang, melainkan tanda harapan yang mengarungi teror serangan udara Zionis Israel yang menghantui mereka.

 

Dalam kota yang selalu tegang, dengan begitu banyak jasad syuhada menunggu pemakaman tanpa nama, penduduk Gaza menjalani kenyataan yang tak pernah diimpikan sebelumnya. Kuburan massal menjadi rumah terakhir bagi yang tak dikenal, diberi nomor sebagai ganti nama, dan penghuni keabadian. Sudah 6055 Syuhada di Gaza dibunuh Zionis Israel yang juga membunuh 103 warga Palestina di Tepi Barat. 

Ketika Hamas melancarkan serangan ke kota-kota Israel pada 7 Oktober, membawa kematian dan penyanderaan, Ali El-Daba, seorang ayah berusia 40 tahun, melihat kehancuran yang mengubah jenazah menjadi puing tak dikenal.

Baca Juga: Kehabisan bahan bakar! Kemenkes Palestina umumkan seluruh sistem rumah sakit di Gaza berhenti total

Gelang Identifikasi dan Kenangan

Untuk mencegah semua yang ia cintai tewas dalam satu serangan mengerikan, ia membuat keputusan yang memilukan. Bersama istri tercinta, Lina yang berusia 42 tahun, mereka memisahkan anak-anak mereka. Dua putra dan dua putri mereka tetap di Gaza City di utara, sementara Ali pindah ke Khan Younis di selatan bersama tiga anak lainnya.

Di antara gemuruh bahaya, ada keluarga-keluarga yang mengenakan gelang identifikasi, bukan sebagai perhiasan, tetapi sebagai pengingat akan orang-orang yang mereka cintai. Gelang ini adalah napas harapan di tengah kabut perang.

Menghadapi ketidakpastian dan risiko tak terbayangkan, Ali membeli gelang-gelang berwarna biru. Dia mengikatnya erat di pergelangan tangan mereka. Gelang identifikasi ini adalah ikatan yang melekat dalam kegelapan, mengingatkan bahwa keluarga ini adalah satu, terlepas dari jarak yang memisahkan mereka.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah