Film 'Vina: Sebelum 7 Hari' telah memunculkan fenomena 'no viral no justice'

- 25 Mei 2024, 15:42 WIB
Foto Vina di dokumen SMP Negeri 13 Kota Cirebon.*
Foto Vina di dokumen SMP Negeri 13 Kota Cirebon.* /Kabar Cirebon/Foto Jaka

WartaBulukumba.Com - "Vina Sebelum 7 Hari" seolah percikan api di malam kelam, menyedot perhatian mata publik dengan kilauan horornya yang menyayat hati. Film yang diangkat dari kisah nyata di Cirebon, Jawa Barat, ini menuai pujian dan kritik laksana dua sisi pedang yang tajam.

Di tengah riuh pro dan kontra film pembunuhan Vina Cirebon ini, tersingkap sebuah fenomena menarik yang disebut "no viral no justice". Ini menggambarkan bagaimana di era digital ini, keadilan sering kali hanya terwujud setelah kisahnya menjadi viral.

Film ini, dengan segala gemuruhnya, bagaikan cermin yang memantulkan kenyataan pahit tersebut, sebuah refleksi di mana suara yang didengar adalah suara yang menggema di dunia maya.

Nama-nama lainnya pun muncul, seperti sosok Linda teman Vina, yang masih belum ketahuan rimbanya, meskipun ada kabar yang menyebutkan Linda sudah 'diamankan'. Ada juga sosok 'Melmel' yang disebut-sebut sebagai 'saksi kunci' peristiwa tersebut. Sebelumnya ada sosok Saka Tatal, yang viral lantaran pengakuannya yang kontroversial.

Baca Juga: Sinopsis dan sederet fakta 'Vina: Sebelum 7 Hari': Film horor yang diangkat dari kisah nyata

Bagi mereka yang memuji, film ini ibarat lentera yang menerangi kembali tragedi suram kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina serta kekasihnya, Muhammad Rizki alias Eki, pada 27 Agustus 2016.

Nasib keduanya di tangan para pemuda geng motor bagaikan bunga yang layu sebelum mekar. Dari sebelas pelaku, tiga masih bebas berkeliaran, meninggalkan luka yang menganga.

Delapan tersangka telah terjerat hukum, sementara satu terpidana Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) berinisial ST sudah menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman yang paling ringan.

Baca Juga: Sinopsis 'Vina: Sebelum 7 Hari': Kisah nyata arwah korban pembunuhan di Cirebon mengungkap kebenaran

Pro kontra di ruang maya

Harapan publik ibarat bara dalam tungku yang dihembuskan angin, berharap film ini menjadi pengingat abadi akan kasus Vina Cirebon dan menyalakan semangat penegak hukum untuk terus memburu pelaku demi keadilan bagi korban dan keluarganya.

Namun, kritik berhembus dingin seperti angin malam yang menusuk tulang. Mereka ada pula yang menuduh film ini mengeksploitasi penderitaan keluarga korban, menampilkan kekejian seksual dengan vulgar, memaksa keluarga korban membuka kembali memori luka yang belum sembuh.

Visualisasi ini dianggap tidak berpihak pada korban, malah menambah derita dan berpotensi menimbulkan reviktimisasi.

Baca Juga: Film 'Vina: Sebelum 7 Hari': Kritik keras melalui karya sinematografi terhadap hukum di Indonesia

Perhatian publik juga sempat tertuju pada Iptu Rudiana, ayah almarhum Eki, yang mengungkapkan kesedihan dalam sebuah video di akun Instagramnya @rudianabison.

Dalam video yang diunggah pada Jumat, 17 Mei 2024, ia memohon kepada masyarakat untuk tidak menambah beban keluarga korban dengan kata-kata yang menyakitkan.

"Saya adalah orangtua kandung dari Muhammad Rizky atau Eki. Saya mohon kepada seluruh warga negara Indonesia, agar jangan membuat kami lebih sakit," katanya penuh lirih.

Ia mengisahkan perjuangannya bersama jajaran Reskrim menangkap beberapa pelaku yang merenggut nyawa anaknya.

"Eki adalah anak kandung kami yang menjadi korban kekejaman kelompok tanpa hati. Saya tidak tinggal diam, saya terus berjuang bersama Reskrim," lanjutnya.

Ia berharap doa dari masyarakat agar pelaku lainnya segera bisa ditangkap dan diadili.***

Editor: Sri Ulfanita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah