Mayoritas Muslim namun Tajikistan resmi keluarkan larangan memakai hijab

- 26 Juni 2024, 16:55 WIB
Ilustrasi hijab - Mayoritas Muslim namun Tajikistan resmi keluarkan larangan memakai hijab
Ilustrasi hijab - Mayoritas Muslim namun Tajikistan resmi keluarkan larangan memakai hijab /pixabay/6335159

WartaBulukumba.Com - Di jantung Asia Tengah, Republik Tajikistan berdiri sebagai negeri pemilik keindahan alam pegunungan dengan tradisi yang kaya. Namun negara bekas Uni Soviet yang berbatasan dengan Afghanistan ini bukan lagi 'pemilik hijab'.

Tajikistan adalah tanah kelahiran jutaan wanita anggun, mengenakan hijab penuh warna-warni dan motif indah, mencerminkan warisan budaya yang dalam. Sebagian besar penduduknya termasuk etnis Tajik yang berbahasa Persia, berbagi sejarah dan budaya dengan Afghanistan dan Iran.

Sebuah UU baru di Tajikistan begitu mengejutkan! UU tersebut menggantikan regulasi sebelumnya dan melarang impor, penjualan, promosi, dan penggunaan pakaian yang dianggap tidak sesuai dengan budaya nasional, dikutip dari First Post pada Rabu,26 Juni 2024.

Baca Juga: Kim Jong Un dan Putin kian 'mesra': Perang Dunia Ketiga di ambang pintu?

Alasan Larangan Pemakaian Hijab

Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, mengatakan bahwa larangan ini bertujuan untuk menjaga budaya Tajik dan membatasi pengaruh agama dalam masyarakat. Budaya pakaian di Tajikistan, yang berwarna-warni dan terinspirasi dari gaya Persia, tampak kontras dengan pakaian yang dilarang.

Rahmon, selama masa jabatannya, telah menunjukkan keinginan kuat untuk mengimplementasikan sekularisme di negaranya dengan alasan mengurangi ekstremisme.

Beberapa kebijakan kontroversial yang telah diterapkannya termasuk mencukur jenggot secara paksa, membatasi usia kehadiran di masjid, melarang hijab, dan menutup masjid dalam jumlah besar. Dalam satu tahun, ribuan masjid ditutup dan beberapa diubah menjadi fasilitas kesehatan atau bahkan kedai teh.

Baca Juga: Pertemuan Putin dan Kim Jong Un: Alarm keras bagi NATO dan dunia yang bergejolak

Mengutip Hindu Post, Undang-undang baru ini dilaporkan memberlakukan denda berat kepada pelanggar mulai dari 740 USD atau setara dengan Rp11 juta untuk individu hingga 5.400 USD atau setara dengan Rp81 juta untuk entitas hukum.

Halaman:

Editor: Sri Ulfanita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah