Redenominasi, sanering dan devaluasi tak mampu menjamah dinar dan dirham! Alternatif ekonomi global?

- 5 Juli 2023, 17:05 WIB
Ilustrasi dinar dan dirham.
Ilustrasi dinar dan dirham. /Pixabay

Menurut Kitab 1 Tawarikh 29:6-8 tertulis: “Lalu para kepala puak dan para kepala suku Israel dan para kepala pasukan seribu dan pasukan seratus dan para pemimpin pekerjaan untuk raja menyatakan kerelaannya. Mereka menyerahkan untuk ibadah di rumah Allah lima ribu talenta emas dan sepuluh ribu dirham, sepuluh ribu talenta perak dan delapan belas ribu talenta tembaga serta seratus ribu talenta besi.” 

Baca Juga: 10 mata uang terendah di dunia! Rupiah Indonesia di urutan ke berapa?

Di masa Romawi berkuasa di Israel, mata uang yang digunakan juga dirham dan dinar. Yesus dan murid-murid dikisahkan harus membayar bea untuk Bait Suci.

Dalam Kitab Matius 17:24 tertulis: Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?" Lalu pada saat orang banyak mengikuti Yesus, Yesus ingin memberi makan namun tidak ada makanan. Kitab Yohanes 6:7 tertulis, “Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Inilah yang memunculkan kisah lima roti dan dua ikan.  

Sedangkan merujuk pada sejarah Islam, dinar dan dirham diakui digunakan oleh Romawi dan Persia, bukan oleh orang Yahudi. Dari koleksi koin masa Islam milik Museum Inggris di London bisa diketahui gambar dan tulisan pada koin yang meniru bangsa-bangsa di wilayah yang ditaklukkan oleh Arab. Contoh yang ada misalnya dua koin dinar emas yang dicetak di Damaskus, Suriah tahun 690 Masehi.

Koin yang termasuk koin tertua ini meniru koin emas Kaisar Byzantium Heraklius (610-641 Masehi) dan kemudian menjadi standar koin di masa Umayyah. Tentu saja simbol salib, ciri koin Byzantium sudah dihilangkan. Sejak masa Khalifah Abd al-Malik tahun 697 Masehi, gambar pada koin-koin masa Islam mulai berkurang hanya ada tulisan Arab saja. Namun saya tidak menemukan ada koin dari Arab Saudi dalam kurun waktu sebelum 690 Masehi.  

Di masa Abbasiyah koin dinar emas dicetak tahun 750 Masehi di Damaskus, Suriah sebelum masa Umayyah berakhir atau di Kufa, ibukota Abbasiyah pertama. Saat khalifah al-Mansur membangun Baghdad tahun 762 Masehi mulai muncul koin perak yang disebut dirham. Pencetakan koin sangat aktif di masa khalifah Harun al-Rashid tahun 786 karena ada dua percetakan koin yakni di Baghdad, Irak dan Fustat, Mesir. Mata uang generasi awal ini bentuknya koin, uang kertas baru muncul belakangan di era Fatimiyah sekitar abad ke-14.  

Dalam film dokumenter produksi tahun 2018 “From Cairo To Cloud” yang mengangkat penemuan naskah-naskah kuno dari gudang buku sinagoga di kota tua Kairo yang kemudian dikenal sebagai Cairo Geniza, uang kertas sudah mulai digunakan dalam transaksi perdagangan antara orang Yahudi, Kristen dan Islam di masa Fatimiyah yang berpusat di Kairo, Mesir pada abad ke-14.

Mata Uang yang Stabil

Mengutip laman Sahabat.pegadaian.co.id,  dinar dan dirham memang dikenal sebagai alat perdagangan resmi yang paling stabil sejak berabad-abad lamanya. Namun, pemanfaatan dinar dan dirham sebagai mata uang mulai ditinggalkan dan hanya beberapa negara di kawasan Timur Tengah yang masih memanfaatkan dinar dan dirham sebagai mata uang.

Di Indonesia sendiri, pemakaian dinar dan dirham sebagai alat tukar transaksi jual beli, tidak sesuai dengan hukum positif Indonesia. Hal ini karena dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, Indonesia mengatur bahwa alat transaksi sah di Indonesia hanya rupiah. Saat ini, dinar dan dirham lebih banyak digunakan sebagai alat investasi, pembayaran zakat, hingga mahar.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah