Menjelajahi karya dan warisan pemikiran intelektual dan sastrawan Bulukumba, Prof Andi Rasdiyanah Amir

- 19 Januari 2023, 21:58 WIB
Prof. Dr. Hj. Rasdiyanah Amir, tokoh perempuan, intelektual dan sastrawan Bulukumba.
Prof. Dr. Hj. Rasdiyanah Amir, tokoh perempuan, intelektual dan sastrawan Bulukumba. /Dok. IAIN Alauddin Makassar

WartaBulukumba - Bulukumba baru saja kehilangan seorang tokoh perempuan yang telah melintasi beberapa dekade dengan 'cinta penuh seluruh' -meminjam istilah Chairil Anwar.

Datang dari negeri yang beraroma laut, padi dan hutan-hutan yang menghijau di masa silam yakni Bulukumba, Andi Rasdiyanah Amir telah menancapkan namanya sebagai salah satu tokoh perempuan terpenting yang dimiliki Sulawesi Selatan.

Prof Andi Rasdiyanah Amir telah berpulang namun warisan setumpuk karya dan pemikiran darinya tetap membumi. Bulukumba memilikinya sebagai sebuah mutiara.

Baca Juga: Prof Andi Rasdiyanah Amir berpulang, Bupati Bulukumba sampaikan belasungkawa mendalam

Membaca salah satu puisi karya Prof Andi Rasdiyanah berikut ini niscaya akan membawa kita ke alam masa silam dan atmosfer spiritual sekaligus romantisme seorang Andi Rasdiyanah saat masih sangat belia.

"Tourist ke daerah operasi di perbentengan pandang-pandang/ pengabdian di lereng-lereng bukit misteri/menggotong bara dan lava dari djantung berdenjutkan tjinta Mas, mati atau menang sjukur atau kufur dua titian dua djalan kau/rintis Sjuhada-sjuhada atau hidup mulia karena tjinta karena kekasih dan kemanusiaan/Di atas Bukit Munadjah abadikan nama kekasih djandjiNya bersyarat: Tjintamu jang melandasi budi tachmid akan menumbuh tjendawan ………"

Begitulah sepotong puisi ciptaan Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah yang dibacakan ketua umum MUI Kota Makassar yang juga ketua DPP IMMIM, Drs H Muhammad Ahmad pada acara peluncuran buku refleksi 75 tahun Prof Dr Hj Rasdiyanah, seperti dikutip dari laman resmi UIN.

Baca Juga: Selamat jalan Prof Dr Andi Rasdiyanah, sastrawan dari Bulukumba rektor perempuan pertama di Indonesia Timur

Puisi tersebut ditulis Professor Andi Rasdiyanah pada bulan Desember 1957. Saat itu ia masih mahasiswi di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Puisi bermuatan pandangan spiritual itu sempat dimuat pada majalah Panji Masyarakat nomor 28 tanggal 1 Agustus 1960.

Peluncuran buku dalam rangka refleksi 75 tahun Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah, diselenggarakan Kamis, 22 Juli 2010 di ruang rapat senat universitas gedung rektorat UIN Alauddin.

Baca Juga: Cendekiawan dan sastrawan Bulukumba inilah rektor perempuan pertama di Indonesia Timur

“Andi Rasdiyanah merupakan wanita yang anggun, wanita yang membuat kita tersenyum ketika kita sedang bersedih ataupun sedang susah,” ungkap ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel, A G H Sanusi Baco Lc yang tampil sebagai pembicara pada peluncuran buku “Meneguhkan Eksistensi Alauddin.”

Kala itu Prof Andi Rasdiyanah sempat meneteskan air mata, ketika mengungkapkan kesedihanya karena sang suami Drs H M Amin Said yang menikahinya 14 April 1964 ini tidak dapat hadir pada peluncuran buku autobiografinya, lantaran terbaring dan sedang dirawat di rumah sakit.

Prof Andi Rasdiyanah lalu mengungkapkan bahwa harta yang ia miliki sekarang ini berupa uang, emas, rumah merupakan harta yang akan habis dan tidak akan kekal.

Baca Juga: Inilah empat seniman dan budayawan Bulukumba yang pernah diganjar Celebes Award

Sementara, tulisan berupa buku merupakan harta yang abadi dan akan menjadi pengangan bagi anak cucunya.

Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun

Kabar duka itu begitu menyentak. Di berbagai platform media sosial, tersebar narasi dan foto yang menuangkan belasungkawa mendalam.

"Innalilahi wainnailaihi rajiun, salah satu srikandi pendidikan Sulawesi Selatan asal Kabupaten Bulukumba Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyanah Amir berpulang ke Rahmatullah di Makassar, Kamis dini hari, 19 Januari 2023," demikian salah satu bunyi narasi itu.

Baca Juga: Mengenal lebih dalam Dharsyaf Pabottingi, sosok seniman komplit dari Bulukumba

Almarhumah Prof Andi Rasdiyanah dimakamkan di Taman Makam Keluarga Al-Waqiah, Patallasang, Kabupaten Gowa, setelah sebelumnya jenazahnya dilepas di Kampus UIN Alauddin Makassar.

"Tentu kita amat kehilangan Prof Andi Rasdianah. Almarhumah adalah salah satu putri terbaik Bulukumba yang pernah ada," ungkap Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf pada Kamis, 19 Januari 2023.

Jejak Langkah Pengabdian di Dunia Pendidikan dan Keagamaan

Perempuan kelahiran Bulukumba pada 14 Februari 1953 ini merupakan mantan Rektor IAIN Ujungpandang (sekarang UIN Alauddin Makassar). Andi Rasdiyanah tercatat sebagai rektor perempuan pertama di Indonesia Timur.

Baca Juga: 43 tahun Teater Kampong di Bulukumba membersamai karya-karya monumental dan kini sudah generasi keempat

Prof Andi Rasdiyanah juga pernah menjabat Dirjen Bimbingan Kelembagaan Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.

Laman uin-alauddin.ac.id, pernah mengulas, dia digambarkan  sebagai pemimpin yang merupakan perpaduan antara seorang birokrat, intelektual, dan sosok ibu.

Dia menjabat sebagai Rektor IAIN Alauddin dua periode berturut-turut (1985-1989 dan 1989-1993), lalu mendapat amanah sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia.

Baca Juga: Menemu kenali salah satu tabiat siluman parakang melalui cerbung sastrawan Bulukumba, Mahrus Andis

Andi Rasdiyanah pada masa kecilnya menempuh pendidikan dasar dan lanjutan pertama pada Muallimat Muhammadiyah di Bulukumba.

Kemudian melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta (1954-1963) pada Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta.

Andi Rasdiyanah meraih kesarjanaan pada Fakultas Syariah Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Baca Juga: Buku 'Ngopi Rongg' karya mendiang wartawan senior asal Bulukumba Usdar Nawawi adalah juga nisan

Andi Rasdiyanah menikah dengan Amir Said pada 1962. Dari pernikahan itu ia dikarunia enam anak: lima perempuan dan satu laki-laki.

Kepada anak-anaknya, ia melatih mereka hidup dengan kedisiplinan yang tinggi. Ia juga mendidik mereka dengan pendidikan agama yang ketat.

Kiprah di Dunia Intelektual dan Sastra Indonesia

Saat masih berstatus mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, intelektualitasnya sebagai sosok perempuan tangguh kian terasah.

Di kota pendidikan itulah  debut intelektualnya menjalar-jalar melalui tradisi tulis menulis.

Baik dalam bentuk artikel, esai, maupun puisi-puisi yang dipublikasikan oleh surat kabar dan majalah nasional. 

Puisi-puisi Andi Rasdiyanah kala itu bersaing dengan karya-karya Tuti Alawiyah AS dari Jakarta, Ndang Adi Nusantara dari Bandung, Syu’bah Asa dari Yogyakarta, M. Yahya dan Husain Handicing dari Makassar. serta sejumlah sastrawan nasional di masa itu.

Panji Masyarakat, salah satu majalah terkemuka tahun 1960-an yang dipimpin oleh Buya Hamka, merupakan media yang paling banyak mempublikasikan tulisan-tulisannya.

Kultur akademik dan kesenimanan Andi Rasdiyanah benar-benar terbentuk di Yogyakarta.

Dia juga menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta.

Andi Rasdiyanah juga pernah menjadi aktivis organisasi perempuan. Seperti Nasyiatul Aisyiyah, Korps Alumni HMI wati (Kohati), MUI, ICMI dan lainnya.

Selain akademisi dan sastrawan, Prof Andi Rasdiyanah juga dikenal sebagai intelektual perempuan yang produktif melahirkan karya di ruang ilmiah.

Andi Rasdiyanah menulis beberapa buku, di antaranya: Kumpulan Puitisasi Alquran (1965), Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi Indonesia (1990), Integrasi Sistem Pangadereng (adat) dengan Sistem Syariat Sebagai Pandangan Hidup Orang Bugis dalam Lontarak LATOA (1999).

Sejumlah karya-karyanya pernah menjadi bahan diskusi di Dewan Kesenian Makassar.

Tidak berlebihan jika Andi Rasdiyanah disebut sebagai salah seorang intelektual, akademisi, dan sastrawan perempuan penting yang dimiliki bangsa ini.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x