Puisi 'Malam Lebaran' karya Sitor Situmorang yang awal kepenyairannya banyak dipengaruhi Chairil Anwar

- 29 April 2022, 02:40 WIB
Ilustrasi  puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang
Ilustrasi puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang /Unsplash.com/David Selbert

WartaBulukumba - Tak ada puisi Indonesia yang sependek Malam Lebaran karya Sitor Situmorang dalam peta besar perpuisian di jagat sastra Indonesia.

Sekaligus tak ada multitafsir yang sepanjang multitafsir terhadap puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang dalam sejarah sastra Indonesia.

Malam Lebaran niscaya merujuk ke Idul Fitri, sebuah hari kemenangan bagi umat Islam setelah satu bulan lamanya mereka ditempa dengan puasa.

Baca Juga: Sejarah Hari Puisi Nasional 28 April dan tonggak penting kepenyairan Chairil Anwar, Pelopor Angkatan 45

Simaklah puisi legendaris ini.

            Malam Lebaran

            Bulan di atas kuburan

Puisi ini sempat menjadi kontroversi di kalangan pengamat puisi sebab lariknya yang hanya satu baris yang membuat pemaknaan puisi ini menjadi multitafsir dan membingunggkan. 

Selain pendek, eksentrik, artistik, puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang sangat mudah diingat sebagai salah satu puisi yang mengusung tema lebaran.

Dibukil dari laman Kemdikbud.go.id, awal kepenyairan Sitor Situmorang banyak dipengaruhi oleh Chairil Anwar. Sajak-sajaknya yang dimuat dalam Surat Kertas Hidjau bertemakan percintaan dan pengembaraan.

Baca Juga: Lima puisi WS Rendra, 'Puisi Surat Cinta' hingga 'Gumamku ya Allah'

Sajak-sajaknya yang ditulis tahun 1953—1954 dimuat dalam buku yang berjudul Dalam Sadjak (1955) dan Wadjah Tak Bernama (1955). Pada perkembangan selanjutnya sajaknya dianggap sealiran dengan puisi-puisi Lekra seperti sajaknya yang terkumpul dalam Zaman Baru (1962).

Setelah Zaman Baru muncul dua kumpulan puisinya, yakni Dinding Waktu (1976) dan Peta Perjalanan (1977). Selain menulis sajak, ia juga menulis cerpen, drama, esai, dan menerjemahkan.

Kumpulan cerpen Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN, 1955/1956 dan kumpulan sajak Peta Perjalanan memperoleh Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta, 1976/1977.

Baca Juga: Puisi islami lima sastrawan besar Indonesia, 'Dalam Do'aku' hingga 'Tuhan, Kita Begitu Dekat'

Tahun 2006 sitor mendapat Hadiah Sastra Pusat Bahasa dan Sea Write Award atas karyanya yang berjudul Biksu Tak Berjubah.

Karyanya yang lain, misalnya, Pangeran (kumpulan cerpen, 1963), Danau Toba (kumpulan cerpen, 1981), Jalan Mutiara (drama, 1954), Sastra Revolusioner (kumpulan esai, 1965), Triffid Mengancam Dunia (terjemahan novel, karya John Wyndham, 1953), Sel (terjemahan drama, karya Willdiam Saroyan, 1954), Hari Kemenangan, (terjemahan drama, karya M. Nijhoff, 1955).

Sitor mengungkapkan, bahwa pada malam lebaran, dia berkunjung ke rumah sahabatnya, Pramoedya Ananta Tur. Tetapi tak ada, kecewa lalu pulang dan tersesat.

Baca Juga: Lima puisi Cak Nun, 'Jawaban Kepada Negeri' hingga 'Hati Telanjang Kepada Tuhan'

Ternyata, ada tembok putih di hadapannya. Sitor penasaran ingin melihat ada apa di balik tembok putih itu. Ternyata, ada kuburan. Dari situlah lahir inspirasi puisi yang kemudian diberi judul “Malam Lebaran”, dengan isi puisinya, bulan di atas kuburan.

Sitor mengetahui banyak yang meengkritik puisinya itu, disamping banyak pula yang memujinya karena sudah berhasil menciptakan puisi yang penuh simbol, penuh tanya dan ruang tafsir pun terbuka.

Sesungguhnya dengan puisi itu, Sitor ingin mengungkapkan kesedihan karena tak bertemu dengan teman yang dijumpainya, Pramoedya. Tembok putih yang dijumpainya adalah bulan putih lambang kegembiraan atau kebahagiaan. Kuburan adalah lambang kesedihan.

Baca Juga: Puisi terakhir WS Rendra sesaat sebelum meninggal dunia

Kehidupan ini diliputi kebahagiaan dan kesedihan, perjalanan hidup selalu berpasangan, ada suka, ada duka. Ada sengsara, ada nikmat, ada sengsara membawa nikmat. Dalam hidup ini, ada hitam ada putih. Persis, seperti ada siang, ada malam.

Salah satu pendekatan yang bisa dijadikan alternatif utuk menganalisis suatu karya adalah pendekatan hermenuetik. Hermeneutik berasal dari bahasa yunani ‘hermeutike’ yang dapat diartikan sebagai ‘menafsirkan’ atauintrepetasi’.

Menurut Teew (1984:96), “Hermeneutik adalah ilmu atau keahlian mengintrepetasi karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya.” Ricoucer (dalam Endraswara, 2008:42) menambahkan “Hermeneutik berusaha memahami makna sastra di balik stuktur.”

Baca Juga: Puisi Taufik Ismail 'Rasulullah Menyuruh Kita'

Dengan kata lain hermeneutik lahir dalam upaya menemukan makna tersembuyi atau sengaja disembunyikan oleh pengarang yang dapat menimbulkan banyak imajinasi. 

Hermeneutik juga erat kaitannya dengan kajian semiotik, utamanya pada bagian pencarian sistem tanda sebagai salah satu usaha pencarian makna.

Puisi ini hanya terdiri dari satu baris dengan jumlah keseluruhan 4 kata yaitu; malam lebaranbulankuburan dan konjungi penunjuk preposisi.

Karena hanya memiliki tiga kata, ketiganya merupakan simbol yang sengaja dipakai pengarang untuk mengambarkan seluru isi puisi.

Frasa Malam Lebaran mempunyai makna konotasi malam sebelum hari raya tiba yang akan jatuh pada esok harinya.

Dalam kepercayaan agama islam malam lebaran merupakan malam yang istimewa sebab pada malam itu manusia kembali menjadi fitrah dan bersih dari dosa-dosa.

Pada puisi ini frasa malam lebaran digunakan sebagai penanda waktu, yaitu waktu saat malam lebaran.

Penggunaan kata Bulan dalam puisi ini jelas merupakan simbol, sebab pada malam lebaran biasanya bulan masih belum nampak atau bulan baru. 

Kata kuburan kerap kali digunakan untuk mengambarkan tempat yang sepi dan sunyi. Pun identik dengan kematian.

Dari ketiga simbol tersebut dapat memunculkan makna hermeneutik pada puisi Malam Lebaran yaitu petunjuk, pencerahan, hidayah atau ilham di saat Malam Lebaran.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah