NASA cemas terhadap perubahan lingkungan akibat pembangunan IKN

- 28 Februari 2024, 16:14 WIB
Foto perbandingan kondisi IKN antara 2022 dan 2024
Foto perbandingan kondisi IKN antara 2022 dan 2024 /NASA

Proyek ini berjanji akan melahirkan sebuah metropolis yang hijau dan ramah pejalan kaki, dengan nafas yang diambil dari energi terbarukan, dan menjaga 75 persen kota tetap sebagai hutan. Namun, di balik tabir, ada kekhawatiran dari para ilmuwan.

Mereka merenungkan nasib hutan dan penghuni alam, di tanah dan air yang kaya akan keanekaragaman hayati, tempat berlindung hutan bakau, monyet belanda, dan lumba-lumba Irrawaddy.

Meski pemandangan telah berganti dengan dramatis, Ibu Kota Nusantara masih jauh dari akhir ceritanya. Pembangunan, layaknya sebuah epik, dijadwalkan rampung pada 2045.

Baca Juga: Polri mulai berkantor secara bertahap di IKN tahun 2024

Perampasan Ruang Laut

Sebelumnya, pada 18 April 2022 lalu, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menegaskan bahwa ada perampasan ruang laut dalam pembangunan IKN.

Dikutip dari laman Walhi.or.id, UU No. 3 Tahun 2022 menyebutkan, untuk mendukung proyek IKN akan dibangun dua pelabuhan penting, yaitu: pertama, Pelabuhan Semayang yang terletak di Teluk Balikpapan. Fungsinya, sebagai pelabuhan umum yang memiliki jalur pelayaran internasional serta melayani rute penumpang jarak jauh; kedua, Terminal Kariangau berada lebih jauh ke pedalaman di Teluk Balikpapan. Fungsinya sebagai pelabuhan kargo internasional.

Rencana pembangunan dua pelabuhan skala besar tersebut akan semakin memperburuk daya dukung dan daya tampung bentang alam Teluk Balikpapan yang kini telah dibebani izin industri seluas 3.917 hektar. Dalam narasi pembangunan IKN, Teluk Balikpapan hanya ditempatkan sebagai pelengkap bahkan objek eksploitasi. Nasibnya tak jauh berbeda dengan Teluk Jakarta.

Tidak dimasukannya Teluk Balikpapan ke dalam perairan laut IKN sebagai kawasan tangkap nelayan dan kawasan konservasi yang dikelola oleh masyarakat, sebagaimana telah diusulkan oleh berbagai kelompok masyarakat, mengindikasikan adanya praktik perampasan ruang laut yang akan dilanggengkan oleh UU IKN. Sebelumnya, Peraturan Daerah Provinsi Kalimatan Timur Tahun 2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2021-2041 (Perda Zonasi Kalimantan Timur) telah mengalokasikan Teluk Balikpapan sebagai zona pelabuhan.

Karena telah dialokasikan sebagai zona Pelabuhan dalam Perda Zonasi Kalimantan Timur, keluarga nelayan yang tinggal di 27 desa pesisir di sepanjang Teluk Balikpapan, dipaksa harus menangkap ikan lebih jauh ke Laut Jawa atau Selat Makasar.

Pihak WALHI menambahkan, UU IKN didesain dengan sengaja tidak memberikan koreksi serius terhadap alokasi ruang laut di Teluk Balikpapan yang tidak memberikan ruang hidup bagi nelayan di Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Berdasarkan data BPS Kalimantan Timur (2020) terdapat 4.126 keluarga nelayan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 6.118 keluarga nelayan di Kota Balikpapan yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya ikan di Teluk Balikpapan.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah