Cawapres bukan 'ban serep', pakar hukum beri saran penting buat Prabowo dalam memilih pasangan

- 22 September 2023, 14:06 WIB
Momen saat Partai Demokrat secara resmi mendeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo Subianto sebagai capres di Pilpres 2024
Momen saat Partai Demokrat secara resmi mendeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo Subianto sebagai capres di Pilpres 2024 /Instagram/@prabowo

WartaBulukumba.Com - Cawapres Prabowo untuk pesta demokrasi Pilpres 2024 masih berada di balik 'tirai KIM'. Sosoknya belum dibuka ke publik lantaran memang belum ada nama yang pasti di Koalisi Indonesia Maju. 

Sebuah gagasan dilontarkan oleh Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Fahri Bachmid terkait cawapres yang cocok buat Prabowo. Dia memberikan saran, Prabowo Subianto sebaiknya memilih sosok calon wakil presiden yang berasal dari kalangan teknokrat.

"Cawapres tidak lagi hanya diidentikkan sebagai figur, yang berfungsi untuk sekadar meningkatkan elektabilitas pemilu," kata Fahri Bachmid, dilansir WartaBulukumba.Com dari Antara pada Jumat, 22 September 2023.

Baca Juga: Perang terhadap politik uang, Bawaslu Bulukumba harus mengembangkan pendekatan baru

Menurutnya, arti dari cawapres tidak hanya sebatas figur yang hanya berfungsi untuk meningkatkan elektabilitas dalam pemilihan umum.

Fahri menjelaskan bahwa konsep ideal adalah calon presiden yang berani mengembalikan dan menjunjung tinggi peran wakil presiden sesuai dengan derajat konstitusionalnya yang diatur dalam UUD 1945.

Fahri juga menyarankan agar Prabowo memilih sosok cawapres yang memiliki latar belakang teknokratis, seorang intelektual yang mahir dalam aspek ketatanegaraan dan kepemerintahan. Menurutnya, tugas konstitusional negara kedepannya akan semakin kompleks, berat, dan menantang.

Baca Juga: Bulukumba rawan politik uang: Ketua DPK KNPI Bulukumpa ingatkan praktik itu juga bisa dilakukan penyelenggara

"Menentukan cawapres yang sesuai dengan kebutuhan negara, dan tidak semata-mata 'ban serep', karena tugas konstitusional negara ke depan akan semakin kompleks, lebih berat dan menantang," katanya.

Fahri menjelaskan bahwa dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah terjadi praktik pengisian jabatan wakil presiden berdasarkan konsep "meritokrasi".

Salah satu contohnya adalah kepemimpinan Dwitunggal Soekarno-Hatta, di mana Soekarno berperan sebagai "pembangkit solidaritas" pada awal kemerdekaan dan Hatta sebagai administrator negara.

Halaman:

Editor: Muhlis

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x