Menolak demokrasi! Mengenal Brigade Saraya Al Quds yang berjibaku bersama Al Qassam Hamas dalam perang di Gaza

- 12 Desember 2023, 01:43 WIB
Brigade Saraya Al Quds
Brigade Saraya Al Quds /Tangkapan layar video Brigade Saraya Al Quds

WartaBulukumba.Com - Mereka prajurit berpakaian serba hitam, kepala diselubungi kafiyeh, menyembunyikan wajah kecuali mata elang yang menatap tajam. Ikat kepala mereka pun berwarna hitam dengan tulisan dalam bahasa Arab berwarna kuning yang menunjukkan mereka adalah Brigade Saraya Al Quds.

Ada pula 'kembaran' Abu Ubaidah di sana, namanya Abu Hamzah sebagai juru bicara Brigade Saraya Al Quds yang bahu membahu bersama Brigade Izzuddin Al Qassam Hamas dan sedikitnya 10 milisi lainnya selama perang di Gaza.

Saraya Al Quds yang berarti "Jerusalem Brigades" adalah sayap militer dari organisasi Jihad Islam Palestina atau Palestinian Islamic Jihad (PIJ).

Brigade Saraya Al Quds selalu bersama Al Qassam Hamas dalam perang di Gaza. Dalam video-video saat gencatan senjata di Gaza pada November lalu, terlihat beberapa personel Saraya Al Quds bersama anggota Al Qassam Hamas mengikuti proses pertukaran tahanan. Beberapa pejuang dari dua milisi berbeda itu juga terlihat berpelukan dan saling mencium kening.

Baca Juga: Menyibak hubungan Illuminati dan Zionis: Kuil Solomon digali di bawah Masjid Al Aqsa untuk menyambut Dajjal?

Menolak demokrasi Barat

Jihad Islam Palestina adalah organisasi yang lebih tua dibanding Hamas. Didirikan sekitar tahun 80-an awal, dan organisasi ini lebih keras daripada Hamas dalam hal tidak mau menempuh proses politik dan demokrasi.

Jihad Islam Palestina menolak demokrasi Barat. Mereka hanya ingin menempuh solusi militer untuk mengusir penjajah 'Israel. Secara ideologi, Jihad Islam memang didirikan para tokoh Ikhwanul Muslimin di Palestina. Karena menolak menempuh solusi politik, maka gerakan ini tidak ikut pemilu di Palestina. 

Lantas bersumber dari semangat apa saja PIJ dengan Saraya Al Quds-nya lahir? Apakah lebih dari sekadar semangat merebut kemerdekaan? Agaknya buku "Jihad in Palestine: Political Islam and the Israeli-Palestinian Conflict" bisa membantu kita menemukan jawabannya. 

Buku yang ditulis Shaul Barta, terbit tahun 2015 oleh penerbit Taylor & Francis ini mengulas secara mendalam perihal abad ke-21 di mana muncul bayang-bayang kembalinya Islam ke pusat panggung politik dunia.

Proses itu sebenarnya dimulai pada akhir abad sebelumnya. Hasil penelitian penulisnya telah fokus pada kebangkitan Hamas, dan sebenarnya termanifestasikan pula dalam sejumlah kelompok bersenjata Islam independen dengan filosofi mereka sendiri.

Jihad di Palestina memberikan studi komprehensif tentang berbagai kelompok bersenjata Islam yang beroperasi di dalam Palestina saat ini, meneliti filosofi dan pandangan mereka tentang syahid, serta sikap mereka terhadap penjajah 'Israel'.

Buku ini juga memuat ideologi-ide yang disajikan dengan kata-kata mereka sendiri, melalui terjemahan dan komentar yang luas dari sumber-sumber utama dalam bahasa Arab, termasuk tulisan dari Jihad Islam, al-Jama’a al-Islamiya, Hizbal-Tahrir al-Islami, Hamas, dan Gerakan Islam. Dengan mengeksplorasi teori-teori dasar pengorbanan dan menganalisis masyarakat Palestina zaman modern, buku ini mempromosikan pemahaman yang lebih besar tentang sudut pandang agama dalam perang kemerdekaan Palestina.

Latihan gabungan untuk serangan 7 Oktober

Penampakan persenjataan roket Saraya Al Quds  dalam sebuah parade di Kota Gaza/tangkapan layar video Brigade Saraya Al Quds.
Penampakan persenjataan roket Saraya Al Quds dalam sebuah parade di Kota Gaza/tangkapan layar video Brigade Saraya Al Quds.

Brigade Saraya Al Quds termasuk di antara sedikitnya lima kelompok bersenjata Palestina yang bergabung dengan Hamas dalam serangan mematikan 'Taufan Al Aqsa' ke wilayah Palestina terjajah yang dikangkangi penjajah 'Israel' pada 7 Oktober. Jauh sebelumnya, mereka telah bersama-sama menjalani latihan bersama sejak 2020, menurut hasil analisa dari analis BBC News yang dimuat pada 28 November 2023.

Analis BBC menyimpulkan bahwa kelompok-kelompok perlawanan tersebut melakukan latihan gabungan di Gaza yang sangat mirip dengan taktik yang digunakan dalam serangan 7 Oktober.

Rangkaian latihan dilakukan hanya 25 hari sebelum serangan dan di sejumlah tempat, termasuk di lokasi yang berjarak kurang dari 1 km dari pagar pemisah Gaza dan Israel. Dokumentasi terkait latihan-latihan itu kemudian diunggah ke media sosial.

Materi pelatihan mencakup penyanderaan, penyerbuan kompleks bangunan, dan menerobos pertahanan 'Israel'.

Pada 29 Desember 2020, pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menyatakan latihan pertama dari empat latihan gabungan dengan nama sandi Pilar Kuat merupakan "pesan kuat dan tanda persatuan" antara berbagai faksi bersenjata di Gaza.

Sebagai kelompok bersenjata paling kuat di Gaza, Hamas adalah kekuatan dominan dalam koalisi yang menyatukan 10 faksi Palestina lainnya dalam latihan militer yang dipantau oleh "ruang operasi bersama". Struktur tersebut dibentuk pada 2018 untuk mengoordinasikan faksi bersenjata Gaza di bawah komando pusat.

Sebelum 2018, Hamas telah secara resmi berkoordinasi dengan Jihad Islam Palestina. Hamas telah bertempur bahu-membahu bersama kelompok lain dalam perang sebelumnya. 

Pemimpin Hamas mengatakan latihan pertama mencerminkan “kesiapan permanen” faksi bersenjata. Latihan tahun 2020 ini adalah yang pertama dari empat latihan gabungan yang diadakan selama tiga tahun, yang masing-masing didokumentasikan dalam video yang diunggah ke media sosial.

Analis BBC telah mengidentifikasi 10 kelompok secara visual, termasuk PIJ, berdasarkan ikat kepala dan lambang khas mereka, dalam latihan gabungan Pilar Kuat yang rekaman videonya diunggah ke aplikasi pesan Telegram. Setelah serangan tanggal 7 Oktober, lima kelompok tersebut kemudian mengunggah video yang mengeklaim bahwa mereka turut andil dalam serangan tersebut.

Tiga kelompok lainnya mengeluarkan pernyataan tertulis melalui Telegram bahwa mereka ikut serta.

Sejarah perlawanan Brigade Saraya Al Quds

Unit pasukan roket Saraya Al Quds/tangkapan layar video Brigade  Saraya Al Quds
Unit pasukan roket Saraya Al Quds/tangkapan layar video Brigade Saraya Al Quds

PIJ adalah kelompok terbesar kedua di Jalur Gaza, setelah Hamas. Pemimpin Jihad Islam Palestina adalah Ziyad al-Nakhalah, yang berbasis di Damaskus, Suriah.

Saraya Al Quds didirikan pada tahun 1981 oleh Fathi Shaqaqi dan Abd Al Aziz Awda di Gaza, dan telah aktif di Tepi Barat dan Jalur Gaza, terutama di kota Jenin. Saraya Al Quds telah terlibat dalam sejumlah serangan terhadap militer Zionis, termasuk serangan roket, penembakan, dan pengeboman.

Saraya Al Quds telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Israel, Kanada, Uni Eropa, dan Jepang. Namun, Saraya Al Quds menikmati dukungan yang luas di kalangan warga Palestina, yang melihatnya sebagai kelompok perlawanan terhadap pendudukan penjajah 'Israel'.

Untuk menelusuri lebih dalam sejarah Saraya Al Quds, kita bisa membaac buku "A History of Palestinian Islamic Jihad: Faith, Awareness, and Revolution in the Middle East" yang ditulis
Erik Skare, diterbitkan tahun 2021 oleh Cambridge University Press.

Salah satu uraian dalam buku itu adalah tentang PIJ sebagai salah satu faksi bersenjata Palestina yang paling penting namun paling kurang dipahami, baik dari segi sejarah maupun ideologi.

Disebut sebagai organisasi teroris oleh AS dan UE, PIJ telah tumbuh menjadi gerakan bersenjata terbesar kedua di Jalur Gaza dan ketiga di wilayah Palestina yang dduduki. Dengan menggunakan banyak sumber utama, buku ini melacak sejarah PIJ dari awal tahun 1980-an hingga hari ini.

Dengan melihat bagaimana kelompok ini didirikan, bagaimana perkembangannya dalam teori dan praktik, dan bagaimana pemahaman mereka terhadap agama dan politik, Skare berusaha menjawab pertanyaan kunci mengapa PIJ masih ada meskipun keberadaan gerakan saudaranya yang lebih kuat, Hamas.

Dalam buku ini, Erik Skare tampaknya mengisi kesenjangan empiris penting dalam literatur tentang Islamisme Palestina.

Adakah pengaruh Iran?

Lantas, bagaimana dengan keterlibatan Iran di Palestina dan adakah hubungannya dengan PIJ? Bacalah buku "Iran, Revolution, and Proxy Wars" yang ditulis Ofira Seliktar dan Farhad Rezaei, diterbitkan tahun 2019 oleh Springer International Publishing.

Buku ini menganalisis pencarian historis Republik Islam Iran untuk mengekspor revolusinya ke negara-negara Muslim di Timur Tengah dan di luar wilayah tersebut. Di dalamnya ada argumen bahwa Iran mengekspor revolusinya dengan menggunakan proxy seperti Hezbollah, milisi Syiah Irak, dan Houthi. Studi ini mengungkapkan rantai sebab-akibat di balik kasus-kasus kurang terkenal sponsoran Iran terhadap al Qaeda pusat dan al Qaeda di Irak. Ini menggabungkan teori yang ketat dengan analisis empiris mendetail yang dapat berkontribusi pada perdebatan saat ini tentang cara mengendalikan ekspor revolusi Iran.

Sebagai catatan, dua penulis buku ini yaitu Ofira Seliktar, seorang Profesor Emeritus Ilmu Politik di Gratz College, AS, dan Farhad Rezaei yang seorang analis kebijakan luar negeri Iran dan penulis sejumlah buku dan artikel tentang kebijakan luar negeri Iran.

Sampai saat ini, Saraya Al Quds terus aktif dalam perang di Gaza maupun di Tepi Barat dalam melawan tentara pendudukan Zionis. Saraya Al Quds  telah terlibat dalam sejumlah serangan terhadap 'tentara Pampers' dalam beberapa bulan terakhir, termasuk serangan roket selama perang Zionis-Gaza pada bulan Mei 2021.

Bagi kacamata sebagian besar analis Barat, Saraya Al Quds adalah organisasi yang kontroversial, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa milisi ini sejak kelahirannya telah memainkan peran penting dalam perang kemerdekaan Palestina.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah