Cahaya spiritualitas Ramadhan: Menggali makna puasa dalam Islam

27 Februari 2024, 22:31 WIB
Ilustrasi doa sebelum berbuka puasa /Freepik

WartaBulukumba.Com - Umat Muslim di seluruh dunia menyambut bulan suci Ramadhan. Bulan ini, lebih dari sekedar abstain dari makan dan minum; ia adalah perjalanan spiritual yang mendalam, di mana setiap detik berharga bagai mutiara penyejuk hati.

Puasa, sebuah praktik yang telah ada sejak zaman nabi dan rasul, bukan hanya mengajarkan disiplin diri, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan makna yang lebih dalam tentang kehidupan, kebersamaan, dan ketakwaan.

Puasa dalam Islam juga berkaitan erat dengan proses pembersihan jiwa atau dikenal dengan konsep 'tazkiyatun nafs'. Konsep ini bisa kita temukan dalam Kitab "Ihya Ulumuddin" karya Imam Al-Ghazali.

Baca Juga: Bolehkah sikat gigi saat puasa? Begini penjelasan UAS, UAH dan Buya Yahya

Kita juga bisa memhami lebih jauh dengan menyelaminya di kitab "Risalah Ash-Shiyam" yang merupakan kitab praktis panduan ibadah puasa bagi umat Islam Indonesia, yang mudah dipahami oleh orang-orang awam.

Ditakik dari laman Nu.or.id, menurut Simbah Kiai Bisyri Mustofa Rembang, penulis Tafsir Pegon Al-Ibriz, kitab "Risalah Ash-Shiyam" ini sangat cocok dijadikan pedoman berpuasa untuk kaum muslimin muslimat Nusantara, karena pembahasan-pembahasannya dilandaskan kepada kitab-kitab Ahlussunnah wal Jama’ah yang mu’tabarah, bahasanya gamblang dan mudah dipahami, serta disusun secara sistematis.

Kita juga bisa membaca buku yang ditulis KH Prof. Dr. Hamka berjudul "Tuntunan Puasa, Tarawih & Shalat Idul Fitri", penerbit Gema Insani.

Baca Juga: Inilah berbagai kedahsyatan puasa menurut para ilmuwan, salah satunya memperlambat proses penuaan

Pengertian Puasa dalam Islam

Puasa dalam Islam, atau 'Sawm' dalam bahasa Arab, adalah lebih dari sekedar menahan lapar dan haus dari fajar hingga terbenam matahari.

Ini adalah komitmen spiritual yang mendalam, di mana setiap Muslim berusaha untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Baca Juga: Apakah menelan ludah membatalkan puasa? Simak penjelasan para ulama

Puasa sebagai Ibadah Hati

Dalam keheningan subuh, ketika dunia masih terlelap dalam mimpi, seorang Muslim bangkit, mempersiapkan diri untuk sahur. Momen ini, yang jauh dari sekedar ritual makan pagi, adalah awal dari ibadah harian yang mendalam.

Puasa, dalam konteks Islam, adalah latihan rohani yang mengajarkan pengendalian diri, kesabaran, dan empati.

Dengan menahan diri dari kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, dan kepuasan fisik lainnya, seorang Muslim belajar untuk menguatkan kekuatan batin dan meneguhkan komitmen spiritualnya kepada Allah.

Makna yang Lebih Dalam dari Rukun Islam

Puasa bukan hanya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik, tetapi juga menahan hati dan pikiran dari hal-hal yang merusak atau mengganggu ketenangan jiwa.

Ini adalah waktu untuk membersihkan pikiran dari pikiran negatif, membina sikap positif, dan memperkuat hubungan dengan sesama.

Dalam rangka mencapai taqwa, puasa membawa umat Islam pada perjalanan yang lebih dalam; perjalanan untuk memahami dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.

Jejak Sejarah Puasa: Dari Zaman Nabi hingga Kini

Perjalanan waktu membawa kita ke masa lalu, di mana puasa telah menjadi bagian integral dari kehidupan umat manusia, terutama dalam tradisi Islam. Berawal dari turunnya perintah puasa kepada Nabi Muhammad SAW, puasa telah mengalami evolusi dalam praktiknya.

Awalnya, puasa dijalankan mirip dengan puasa pada umat sebelumnya, yaitu pada hari 'Asyura. Namun, setelah turunnya wahyu di bulan Sha'ban pada tahun kedua Hijriah, bulan Ramadhan ditetapkan sebagai bulan puasa bagi umat Islam.

Sejak itu, puasa Ramadhan menjadi sebuah tradisi yang dijalankan setiap tahun, tidak hanya sebagai ibadah fisik tetapi juga sebagai sarana introspeksi diri dan penguatan iman.

Transformasi Spiritual dan Sosial

Transformasi yang dibawa oleh puasa dalam konteks sosial dan spiritual tidak terukur. Puasa tidak hanya mengajarkan umat Islam untuk lebih dekat kepada Allah melalui kegiatan ibadah dan doa, tetapi juga membantu dalam membangun solidaritas dan empati terhadap sesama, khususnya mereka yang kurang mampu.

Momen-momen seperti berbuka puasa bersama dan tarawih menjadi sarana pengikat hubungan sosial, menggambarkan keindahan umat yang bersatu dalam ibadah dan kebersamaan.***(Israwaty Samad)

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler