Peristiwa 'UFO Dwikora' tahun 1964, TNI menembaki piring terbang di Surabaya dengan Artileri Pertahanan Udara!

15 Januari 2022, 22:00 WIB
Ilustrasi pesawat UFO.* /Pixabay /Peter Lomas
 
WartaBulukumba - Sejarah mainstream memang melewatkan catatan ini namun terdokumentasi dengan baik dalam sebuah buku yang ditulis oleh J Salatun, pendiri LAPAN.
 
Inilah sebuah peristiwa yang dikenal dengan peristiwa UFO Dwikora. Namun tidak semua masyarakat Indonesia mengetahuinya dewasa ini.
 
Benda terbang tak dikenal atau Unidentified Flying Object (UFO) pernah ditembaki TNI di Surabaya dengan Artileri Pertahanan Udara!
 
 
Dalam buku berjudul "UFO Salah Satu Dunia Masa Kini" yang ditulis J Salatun tersibak peristiwa yang dikenal dengan UFO Dwikora, bahwa pada tahun 1964 UFO pernah melintas di Surabaya mengganggu pasukan Dwikora.
 
Sejumlah pesawat UFO muncul selama sepekan penuh mulai tanggal 18 sampai 24 September 1964.
 
Nampak dengan mata telanjang maupun lewat radar. Muncul di daerah segitiga: Surabaya, Malang dan Bangkalan.
 
 
Pesawat-pesawat UFO itu bahkan sempat ditembaki dengan meriam artileri pertahanan udara kita. Namun tidak ada satupun yang jatuh.
 
Dikabarkan salah satu dari UFO itu juga pernah mendarat di sebelah selatan Surabaya.
 
Sejumlah benda terbang tak dikenal itu mulai beraksi sesudah matahari terbenam dan menghilang menjelang fajar menyingsing.
  
 
Benda-benda itu ada yang bergerak seperti pesawat terbang atau helikopter biasa, tetapi ada pula yang melakukan olah gerakan yang serba mendadak.
 
Aktivitas benda-benda terbang yang aneh itu dipusatkan di dalam daerah segitiga Surabaya-Malang-Bangkalan.
 
Cuaca di daerah kejadian selama pekan itu dilaporkan cerah.
  
 
Benda-benda aneh itu menurut deskripsi para saksi mata adalah benda hitam yang kadang-kadang memperlihatkan ekor api yang lebih panjang dari api gas buang pesawat pancar gas yang sedang menyalakan “afterburner”.
 
Meskipun bentuk badannya tersembunyi di kegelapan malam, ia membawa lampu yang sangat terang di bagian bawahnya.
 
Seorang saksi kebetulan melihat bentuk badannya yang memantulkan cahaya dari bawah dan menggambarkannya seperti sebuah mangga oleh karena berbentuk elipsoida yang berwarna hijau kebiru-biruan.
 
Saksi mata lain menggambarkan cahaya UFO itu seperti lampu belakang mobil.
 
Seorang penerbang Angkatan Udara yang pada suatu malam kebetulan berada di dekat kota Porong melukiskannya sebagai bulat seperti rambu lalu lintas namun menyala merah padam dan tampak melayang ke arah Surabaya tanpa berbunyi sama sekali.
 
Benda-benda itu kadang-kadang memancarkan bunyi mendengung seperti sebuah gasing yang sama sekali berbeda dengan bunyi pesawat pancar gas maupun pesawat piston.
 
 
Ciri khas dari kasus UFO Dwikora Surabaya ialah bahwa benda-benda terbang tak dikenal itu disambut dengan tembakan-tembakan gencar dari meriam-meriam artileri pertahanan udara kita.
 
Di dalam sejarah UFO sambutan dengan tembakan meriam penangkis serangan udara lainnya hanyalah terjadi di Kepulauan Kurillen yang diduduki oleh Uni Sovyet pada awal tahun 60-an.
 
UFO itu ternyata tidak mempan ditembak dengan meriam, karena tidak ada sebuah pun yang berhasil ditembak jatuh.
 
 
Dari pengamatan dengan radar ternyata, apabila tembakan kita mengenai sasarannya, mereka segera mengubah ketinggiannya.
 
Mereka itu terbang tidak tinggi, hanya sekitar 1200 m saja. Dengan gencarnya tembakan artileri sasaran udara di atas daerah yang padat penduduknya, tidak dapat dihindarkan jatuhnya korban.
 
Beberapa orang yang sedang duduk di luar rumah mereka di daerah Sidoarjo terkena pecahan peluru meriam.
 
 
Mungkin mereka sedang menikmati kesejukan hawa malam sehingga kurang memperhatikan adanya bahaya udara.
 
Diterobosnya pertahanan udara Surabaya oleh benda-benda terbang yang tak dikenal serta ekses-ekses yang timbul dari meriam-meriam penangkis serangan udara saat itu sontak menimbulkan kepanikan masyarakat.
 
Pada tanggal 8 Oktober 1964 Pejabat Presiden Dr J Leimana merasa perlu untuk mengeluarkan imbauan agar masyarakat ramai tetap tenang dan tidak menimbulkan suasana yang keruh serta dilarang untuk membuat desas-desus dan tafsiran-tafsiran.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler