Menyibak fakta unik dari kasus pencabulan gadis 13 tahun di Tanah Harapan Bulukumba

- 19 Januari 2024, 16:50 WIB
Ilustrasi pencabulan terhadap seorang gadis belia - Menyibak fakta unik dari kasus pencabulan gadis 13 tahun di Tanah Harapan Bulukumba
Ilustrasi pencabulan terhadap seorang gadis belia - Menyibak fakta unik dari kasus pencabulan gadis 13 tahun di Tanah Harapan Bulukumba /Pixabay.com

WartaBulukumba.Com - Di lengangnya malam, Desa Tanah Harapan dalam remang cahaya bulan, saat tragedi mengendap dan menelan korban yang tak berdaya. Di tengah kepolosan anak-anak yang seharusnya bermain dalam mimpi, malam itu membelenggu seorang gadis berusia 13 tahun dalam cengkeraman kelam.

Gadis malang itu menjadi korban pencabulan oleh lima pria bejat pada Kamis, 11 Januari 2024. Di balik kasus pencabulan yang menimpa gadis berusia 13 tahun ini, tersembunyi sebuah fenomena yang lebih kompleks dan mengganggu.

Praktik Penanaman Pelor

Menurut informasi terbaru, dari sebuah sumber anonim, terungkap fakta unik, beberapa pelaku dalam kasus ini melakukan tindakan keji tersebut hanya untuk menguji pemasangan 'pelor' pada penis mereka.

Baca Juga: Nenek di Bulukumba ini dianiaya hanya gegara menegur baik-baik ada sapi masuk ke kebunnya

'Pelor', atau juga dikenal sebagai guli-guli, gotri, atau biji tasbih, adalah benda asing yang dipasang di penis. Praktik ini, meski terdengar asing dan mengkhawatirkan, ternyata sudah cukup umum di beberapa kalangan.

Telusur informasi yang dilakukan WartaBulukumba.Com, beberapa orang di Bulukumba mengaku menggunakan pelor pada penis mereka.

Mereka menggunakan gagang sikat gigi yang dimodifikasi untuk tujuan ini. Fakta ini membuka tabir tentang berbagai cara yang dilakukan oleh beberapa pria untuk meningkatkan kepuasan seksual, namun dengan cara yang dapat merugikan dan berbahaya.

Baca Juga: Lima bulan tak ada perkembangan! FAKK pertanyakan pelaporan di Kejari Makassar

Konsep Kepuasan dan Risiko

Di balik praktik ini, tersembunyi keinginan untuk memberi kepuasan bagi pasangan. Namun, cara-cara seperti penanaman pelor menunjukkan kekeliruan dalam memahami seksualitas yang sehat dan konsensual.

Praktik semacam ini tidak hanya berpotensi merugikan secara fisik, tetapi juga mencerminkan pandangan yang salah tentang hubungan intim dan kepuasan seksual.

Baca Juga: Bulukumba sarang miras! Penerapan Perda Syariat Islam sangat lemah?

Refleksi Sosial dan Kesehatan

Kasus ini menjadi refleksi penting tentang bagaimana masyarakat memahami dan berinteraksi dengan seksualitas. Edukasi tentang seksualitas yang sehat, konsensual, dan aman menjadi sangat penting untuk mencegah praktik berbahaya seperti penanaman pelor.

Di tengah tragedi Desa Tanah Harapan, ada pelajaran penting tentang seksualitas, konsensualitas, dan perlindungan terhadap yang rentan. Kasus ini tidak hanya soal hukum, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memandang dan mengelola hubungan intim dan kepuasan seksual.

Pada malam yang seharusnya menjadi tempat istirahat dan kedamaian, kegelapan menyimpan cerita lain untuk gadis malang ini. Di tengah kesunyian desa, ia dibawa oleh DR, salah satu dari lima terduga pelaku, ke sebuah gubuk tersembunyi. Risal, teman DR, turut serta dalam tindakan yang merenggut kesucian malam itu.

Dua malam kemudian, dalam episode kedua dari tragedi yang tak sepatutnya terjadi, gadis tersebut kembali menjadi korban, kali ini oleh empat orang sekaligus. Rahasia kelam ini terbuka saat rasa sakit yang ditahan gadis itu terungkap kepada adiknya, yang kemudian menceritakannya kepada nenek mereka.

Tawaran Damai yang Tidak Terwujud

Paman korban, TA, berusaha mencari jalan damai dengan tawaran uang sebesar Rp150 juta. Namun, ketika tawaran tersebut tidak dipenuhi, langkah hukum pun diambil.

Laporan kepada pihak berwajib menjadi suara bagi keadilan yang dirampas.

Pengakuan dan Penolakan

Para terduga pelaku, yang terdiri dari DR, RS, ASK, ASD, dan GU, mengakui perbuatan mereka ketika ditemui di Desa Tanah Harapan.

Namun, mereka membantah tindakan itu sebagai pemerkosaan, mengklaim adanya persetujuan dan pembayaran sebelum perbuatan. Pernyataan ini menambah lapisan kompleksitas dalam kasus yang sudah menyayat hati.

Penyelidikan Berlanjut

Kini, kasus ini menjadi sebuah cermin yang memantulkan banyak wajah masyarakat kita – dari keadilan yang dicari, hingga tanggung jawab sosial yang harus dipikul. Penyelidikan masih berlanjut, mencari benang merah kebenaran.

Di Desa Tanah Harapan, sebuah narasi kehilangan dan keadilan sedang ditulis, sebuah cerita yang, meski penuh luka, harus diceritakan untuk memberi suara pada yang tak bersuara, dan keadilan bagi yang tak berdaya.***

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah