Si gondrong menghadiri sidang kasasi
Dan palu berkata kamu kena lima tahun
Dan panahnya si gondrong membungkam
Koruptor itu terkulai selamanya
Sudah seribu sidang kasasi di Indonesia/Kena panah mati dari abad seratus (sama sekali tak diketahui apa penyebab matinya para koruptor satu milyar ke atas masih di ruang sidang kasasi.
(SBDK, hal.99
Membaca puisi di atas, kita menangkap nada yang misterius. Simbol-simbol bahasa seperti: anak muda berambut gondrong, abad ke seratus, panah mini kematian dan koruptor satu miliar, merupakan ungkapan semiosis yang sengaja dipilih oleh penyair. Karena itu, puisi ini boleh disebut kontemplatif dan membutuhkan pisau bedah untuk memahami makna filosofinya.
Puisi prismatis tidak harus selalu menggunakan simbol-simbol bahasa yang berat atau rumit. Sebuah puisi disebut prismatis apabila di dalamnya menawarkan nilai intensitas perenungan yang bermanfaat.
Salah satu contoh puisi prismatis yang hanya menggunakan lambang bahasa sederhana, namun berhasil mengundang pembaca untuk merenungkan isinya, yaitu dapat dibaca pada puisi berikut ini: