Melihat Bulukumba masa silam dari prosa puitis Mahrus Andis: 'Sungai Kecil di Depan Rumahku'

12 Februari 2023, 17:05 WIB
Melihat Bulukumba masa silam dari prosa puitis Mahrus Andis: 'Sungai Kecil di Depan Rumahku' /Dok. Mahrus Andis

WartaBulukumba - Bagaimana sebuah sungai masa silam di Bulukumba masih bisa mengalirkan kenangan yang menderas dari masa remaja yang tiba ke hari ini?

Panorama masa silam Bulukumba dari ruang rindu seorang sastrawan Bulukumba, Mahrus Andis adalah salah satu cara melihat Bulukumba pada suatu waktu yang sangat musykil dilihat lagi hari ini.

Terkecuali ada cara saintifik ataupun mistis yang bisa mengembalikan kita menembus waktu menemui Bulukumba ke masa itu. 

Baca Juga: Menemu kenali salah satu tabiat siluman parakang melalui cerbung sastrawan Bulukumba, Mahrus Andis

Melalui sebuah narasi yang disebutnya 'prosa puitis', Mahrus Andis menorehkan kenangan itu.

Kritikus sastra dan penyair pemilik setumpuk karya buku ini seolah mengajak Bulukumba kekinian untuk sesekali melongok ke alam lampau.

Sebuah narasi ditulisnya, yang bisa memperdengarkan debur kesadaran betapa pentingnya alam yang perawan dan belum keruh oleh teknologi yang merusak alam, milik para developer.

Baca Juga: Puisi ini ditulis Mahrus Andis sebelum pemakaman Fahmi Syariff di Ponre Bulukumba

SUNGAI KECIL DI DEPAN RUMAHKU

Sungai kecil di depan rumahku semakin sempit. Airnya keruh dan tak lagi mengirim deru dari kolam masa silam.

Kucari cakkuridi berkicau di pucuk daun jambu, hanya jerit kullu-kullu menangisi mentari ditelan kabut.

Baca Juga: Puisi-puisi sketsa sosial penyair Bulukumba Mahrus Andis

Kujelajah kisah leluhur di halaman sejarah, kutemukan mahkota telah sobek dan berlumpur. Peradaban gorilla memasangnya di tanduk kerbau.

Sungai kecil di depan rumahku semakin sempit. Airnya keruh membuncah ke langit angan-angan. Sedang burung dan gorilla begitu asyik memainkan mahkota leluhur di tanduk kerbau.

-Tappalang, 11 Feb. 2023-

Begitulah, salah satu sisi Bulukumba di relung kontemplasi batin seorang Mahrus Andis. Dia menjalar-jalar dengan diksi yang memukau, padat, simpel, ritmis, bahkan mistis.

Sungai di depan rumahnya semakin sempit. Tak ada lagi burung cakkuridi yang berkicau di pucuk daun jambu. Apakah semuanya ditelan kabut?

Bagaimana halnya dengan hasil permenungan generasi Bulukumba kekinian?***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler