Sejarah Natal dan Tahun Baru Masehi

- 25 Desember 2022, 15:31 WIB
Ilustrasi - Sejarah Natal dan  Tahun Baru Masehi
Ilustrasi - Sejarah Natal dan Tahun Baru Masehi /Pexels/Engin Akyurt

WartaBulukumba - Natal dan Tahun Baru Masehi bagai dua sisi pada sekeping uang logam dan selalu berdenting ramai saban akhir tahun.

Keduanya datang melintasi perjalanan sejarah yang panjang. Bahkan perdebatan pemikiran.

Tentu saja begitu banyak literatur yang bisa dijadikan referensi betapa alotnya sejarah panjang Natal dan Tahun Baru Masehi.

Baca Juga: Sejarah Hari Ibu yang dirayakan setiap tanggal 22 Desember

Salah satunya bisa dibaca dalam buku "The Book of the Year: A Brief History of Our Seasonal Holidays" yang ditulis Anthony F. Aveni, terbit tahun 2004 oleh penerbit OUP USA.

Buku lainnya bisa juga ditemukan dalam buku "The Easter Computus and the Origins of the Christian Era" yang juga ditulis Anthony F. Aveni, terbit tahun 2004 oleh penerbit OUP Oxford.

Tak banyak yang tahu, Natal adalah kata serapan dari bahasa Portugis: Natal, berarti "kelahiran".

Baca Juga: Hari Pahlawan 10 November: Pekik 'Allahu Akbar' dan Resolusi Jihad dalam pertempuran Surabaya

Bagi umat Kristiani, tanggal 25 Desember adalah monumen paling meriah untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.

Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari.

Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman, dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas.

Baca Juga: Waktu berlalu begitu cepat, ini penjelasannya dalam Al Quran dan Hadits Shahih

Perayaan hari ulang tahun umumnya  dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.

Namun, di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia. Menurut tulisan-tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah merayakan "pesta Epifania" (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari.

Namun, yang dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak Allah, yaitu pada saat Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia.

Baca Juga: Ikuti Sumpah Pemuda, diam-diam Andi Sultan Daeng Radja berangkat dari Bulukumba ke Batavia

Sesuai dengan anggapan ini, Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.

Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian.

Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah.

Ucapannya yang terkenal berbunyi: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?”

Pada malam perayaan Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.

Dalam catatan sejarah, perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir).

Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tanggal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember.

Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.

Tahun Baru Masehi

Tahun baru adalah hari permulaan tahun di mana dilakukan suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya.

Budaya yang mempunyai kalender tahunan semuanya mempunyai perayaan tahun baru.

Hari tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari seperti negara-negara lainnya di dunia karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian yang berasal dari kepausan pada tahun 1582.

Sebelumnya negara Inggris dan koloni Amerika lanjut masih merayakan tahun baru pada tanggak ekuinoks musim semi di bulan Maret. Namun baru lah pada tahun 1752, Inggris dan koloni-koloninya akhirnya mengadopsi kalender Gregorian.

Kalender ini telah menjadi acuan internasional untuk perjanjian, kesepakatan, kontrak perusahaan, dan dokumen hukum lainnya.

 

Tahun Baru Masehi pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.  

Perayaan itu berlangsung setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma.

Caesar mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah dipakai sejak abad ketujuh SM.

Julius Caesar mendesain kalender baru ini dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah Mesir, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir kuno.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.

Nama Januari diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus yang memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan belakang.

Penduduk Romawi meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk.

Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini.

Tidak lama sebelum Caesar terbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Tahun Baru Masehi dihitung dan ditetapkan sejak kelahiran Isa Al-Masih dari Nazaret, yang mulai diadopsi di Eropa Barat pada sekitar abad ke-8.

Sejak ituah setiap tanggal 31 Desember malam akan penuh warna di seluruh belahan dunia.***

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah