Sebut 'Bung Karno Tukang Penjarakan Ulama', organisasi sayap PDIP Repdem mempolisikan Haikal Hassan

- 11 Februari 2022, 19:30 WIB
Haikal Hassan
Haikal Hassan /Tangkapan Layar YouTube.com/Refly Harun

WartaBulukumba - Sebuah video lawas beredar di media sosial lalu memantik ketersinggungan.

Haikal Hassan dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh organisasi sayap PDIP, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem).

REPDEM geram terhadap statement Haikal Hasan dalam video lawas terebut. Ada ucapan 'Bung Karno Tukang Penjarakan Ulama'. Lantaran itulah, REPDEM lantas mempolisikan Haikal Hasan ke Bareskrim Polri pada Jumat 11 Februari 2022.

Baca Juga: Polisi akan periksa crazy rich Medan Indra Kenz terkait kasus investasi bodong Binomo

“Ya benar, kami laporkan Haikal Hasan ke Bareskrim Polri untuk diproses hukum atas tuduhan keji dan fitnah yang menyudutkan Bung Karno sebagai tukang penjarain para ulama. Mulutnya harus diberi pelajaran agar tidak hobi menyesatkan sejarah yang berpotensi mengadu domba anak bangsa,” jelas Ketua Umum REPDEM Wanto Sugito, seperti dikutip WartaBulukumba.com dari PMJ News, Jumat.

Aktivis 98 lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengingatkan Haikal Hasan, sebagai seorang publik figur harusnya tidak hobi menyebar fitnah dan tidak mengarang cerita bebas yang berpotensi membangun konflik sesama anak bangsa.

Sebelumnya, video lawas Haikal Hasan kembali viral beredar menuding Bung Karno Tukang Penjarakan Ulama dan menyinggung soal ijtima Ulama tahun 1957 di Palembang.

Baca Juga: Sepanjang 2021, pemerintah Indonesia blokir 1.646 situs dan aplikasi pinjol ilegal

Haikal dalam video tersebut juga menuding Bung Karno bersama PNI, PKI dan para Nasakomnya mengata-ngatai para ulama yang sedang melakukan muktamar pada tahun 1957. Kata Haikal, Bung Karno menuduh pertemuan rapat muktamar itu amoral.

“Jangan ditutup-tutupi ini, sejarah ini, sejarah. Bung Karno kan Proklamator, iye bung Karno berjasa gw tahu. Bung Karno hebat, setuju. Tapi jangan lupa, Bung Karno tukang penjarain para ulama. Silakan bantah kalau bisa, silakan bantah kalau bisa,” kata Haikal dalam video yang beredar tersebut.

Wanto juga menyebutkan bahwa ujaran kebencian yang dilakukan oleh Haikal Hasan merupakan kaset kusut yang selalu diputar.

Baca Juga: Police will warn 1,042 social media accounts deemed to have violated the Law and SARA

“Diputar lagi sama oknum dari garis yang sama. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau sejarah dikarang-karang sendiri seperti ini, kasian generasi berikutnya, jadi generasi pendengki semua. Repot ini,bagaimana mau bangun bangsa, kalau sejarah yang ada saja diotak atik. Yang seperti ini nih yang buat negara tidak maju-maju,” ujar Wanto.

Menurut Wanto, bagaimana bung Karno mau benci para Ulama, gurunya saja H.O.S Tjokroaminoto. “Nasionalisme dan Islam, sudah jelas terpatri di dalam jiwa dan raga Bung Karno” paparnya.

Ketua DPN Repdem bidang Keagamaan dan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Irfan Fahmi mengatakan, seharusnya Haikal Hasan menceritakan sejarah mengapa muktamar Alim Ulama yang diadakan pada 8 September 1957 di Palembang itu digelar.

Baca Juga: Polisi bongkar sindikat pencuri tanaman hias Florida Beauty Variegata Rp200 juta di Bogor

Muktamar itu digelar, kata Irfan sebagai langkah beberapa ulama dan tokoh Islam untuk menyuarakan keluhan dan tuntutan kepada pemerintah pusat setelah jalur representative formal melalui anggota dewan yang terpilih pada pemilu 1955 tidak banyak memberi hasil.

“Lagipula, Muktamar itu tidak mempresentasikan keseluruhan ulama dan umat Islam di Indonesia. Buktinya NU tidak menghadiri muktamar itu,” kata Irfan yang ditunjuk sebagai tim Advokasi DPN REPDEM ini.

Bahkan menurutnya, ulama Betawi yang dipimpin Habib Salim bin Djindan al-Alawi al Indonesi. Bahkan menggelar muktamar yang menolak hasil muktamar di Palembang tersebut,” kata Irfan seraya mengatakan bahwa laporan pihaknya ke kepolisian merupakan langkah tepat sebagai warga negara yang taat hukum.

Baca Juga: Polri sebut mobil Toyota Camry yang terbakar di Senen milik Fatimah kader PSI

Hal senada diutarakan Ketua DPN Repdem Bidang Politik dan Ideologi Simson Simanjutak. Menurutnya, situasi politik setelah proklamasi kemerdekaan dan pada tahun 50 an itu adalah tahun penuh dengan tekanan situasi yang sangat tidak stabil.

“Indonesia sebagai negara yang baru saja memproklamirkan kemerdekannya diterpa dengan berbagai macam pemberontakan dan konflik politik lainnya. Sehingga pada masa itu dibutuhkan ketegasan sikap bagi siapapun yang mengancam NKRI dan kestabilan negara,” kata Simson.

Ia menegaskan, bila ada perbedaan pendapat dan idelogi dengan beberapa tokoh Islam yang kebetulan juga menjadi ulama, itu memang benar dan hal itu sangat wajar dalam negara yang sedang belajar menjalankan demokrasi. Namun tidak lantas menuding bahwa Soekarno benci para ulama.***

 

Editor: Muhlis

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah