Kontroversi film 'The Da Vinci Code' yang menantang norma dan perspektif

- 28 Februari 2024, 20:38 WIB
The Da Vinci Code
The Da Vinci Code /Trans TV

Profesor Robert Langdon, seorang ahli simbologi Harvard, diperankan dengan apik oleh Tom Hanks, terjebak dalam pusaran misteri ini ketika ia dipanggil untuk menguraikan pesan terakhir Saunière. Bersama dengan Sophie Neveu, seorang kriptolog yang dibawakan dengan brilian oleh Audrey Tautou, mereka menemukan bahwa kematian Saunière lebih dari sekadar pembunuhan; ini adalah pintu gerbang menuju rahasia yang lebih besar.

Langdon dan Neveu, melalui serangkaian petunjuk yang disamarkan dalam karya-karya Leonardo da Vinci, termasuk lukisan terkenal "The Last Supper", menelusuri jejak sejarah yang tersembunyi selama berabad-abad. Perjalanan mereka tidak hanya menghadirkan ancaman fisik dari mereka yang ingin menjaga rahasia tetap terpendam, termasuk agen kepolisian Prancis dan organisasi rahasia Opus Dei, tetapi juga tantangan intelektual yang menguji batas pengetahuan dan kepercayaan mereka.

 

Baca Juga: Review dan sinopsis film 'Mad Max: Fury Road': Menantang konvensi genre aksi dengan cara yang segar

Ketika mereka bergerak dari satu simbol ke simbol lain, melintasi Paris, London, dan akhirnya ke Skotlandia, mereka mengungkap kisah tentang sejarah alternatif Yesus Kristus dan Maria Magdalena, teori yang mengejutkan tentang "Sang Grail", dan pertarungan abadi antara kebenaran dan dogma.

"The Da Vinci Code" merupakan perjalanan yang seru dan mendebarkan, tidak hanya dalam mencari kebenaran historis tapi juga dalam eksplorasi tentang bagaimana cerita dan sejarah dapat dibentuk, dipertanyakan, dan kadang-kadang, direkonstruksi.

Kontroversi Film

Kontroversi ini bukan hanya sekadar perdebatan di kalangan kritikus film, tetapi juga telah menarik perhatian institusi keagamaan dan para cendekiawan.

Salah satu titik kontroversi utama adalah cara film ini menggambarkan Gereja Katolik dan teori konspirasi yang berkaitan dengan sejarah Kristiani.

Beberapa kelompok keagamaan menilai bahwa "The Da Vinci Code" mengandung informasi yang menyesatkan dan merusak, menyajikan teori konspirasi sebagai fakta sejarah. Ini memicu diskusi luas tentang batas-batas fiksi dan tanggung jawab dalam menyajikan materi yang sensitif.

Namun, di sisi lain, banyak penonton dan kritikus melihat film ini sebagai karya seni yang berhak untuk mengungkapkan pandangannya sendiri, bahkan jika pandangan tersebut bersifat spekulatif atau kontroversial. Dalam konteks ini, "The Da Vinci Code" menjadi lebih dari sekadar film; ia menjadi katalisator bagi dialog sosial dan kultural yang lebih luas.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x