Kontroversi film 'The Da Vinci Code' yang menantang norma dan perspektif

28 Februari 2024, 20:38 WIB
The Da Vinci Code /Trans TV

WartaBulukumba.Com - Film "The Da Vinci Code" di tangan Ron Howard, menjadi bukan sekadar tontonan yang mengasyikkan, melainkan juga sebuah ajakan untuk merenungkan tentang sejarah dan dogma.

Tom Hanks dan Audrey Tautou, dengan akting mereka yang penuh nuansa, menghidupkan karakter Langdon dan Neveu menjadi lebih dari sekadar tokoh dalam sebuah cerita.

Mereka adalah representasi dari kecerdasan dan keteguhan hati dalam menghadapi misteri yang menggelitik. Ian McKellen, dengan perannya yang unik, menambah dimensi lain pada narasi, membawa kekayaan dalam interpretasi sejarah dan mitos.

Baca Juga: Sinopsis film 'Bastille Day': Kengerian dimulai saat pencopet ini tidak sengaja mencuri tas berisi bom

Film ini, meski mendapat sorotan dan kritik terkait dengan isu keakuratan dan sensitivitas materi, tetaplah sebuah karya seni yang menantang norma dan perspektif.

"The Da Vinci Code" adalah lebih dari sebuah kisah; ia adalah sebuah pengalaman yang mempertanyakan dan menguji batas-batas pengetahuan dan kepercayaan kita.

"The Da Vinci Code" tidak hanya dikenal karena plotnya yang memikat, tetapi juga karena kontroversi yang melingkupinya. Film ini, yang berbasis pada novel dengan nama yang sama, telah menimbulkan diskusi hangat mengenai representasi sejarah dan interpretasi agama.

Baca Juga: Sinopsis Dog Eat Dog: Kisah para penjahat jenius

Sinopsis The Da Vinci Code

"The Da Vinci Code", sebuah karya sinematik yang menggabungkan misteri, sejarah, dan petualangan, membuka dengan sebuah adegan yang mengejutkan: kematian Jacques Saunière, kurator Museum Louvre, yang meninggalkan pesan rahasia dalam pose misterius. Film ini membawa penonton ke dalam labirin teka-teki yang menantang pikiran, di mana setiap petunjuk membawa ke lapisan misteri yang lebih dalam.

Profesor Robert Langdon, seorang ahli simbologi Harvard, diperankan dengan apik oleh Tom Hanks, terjebak dalam pusaran misteri ini ketika ia dipanggil untuk menguraikan pesan terakhir Saunière. Bersama dengan Sophie Neveu, seorang kriptolog yang dibawakan dengan brilian oleh Audrey Tautou, mereka menemukan bahwa kematian Saunière lebih dari sekadar pembunuhan; ini adalah pintu gerbang menuju rahasia yang lebih besar.

Langdon dan Neveu, melalui serangkaian petunjuk yang disamarkan dalam karya-karya Leonardo da Vinci, termasuk lukisan terkenal "The Last Supper", menelusuri jejak sejarah yang tersembunyi selama berabad-abad. Perjalanan mereka tidak hanya menghadirkan ancaman fisik dari mereka yang ingin menjaga rahasia tetap terpendam, termasuk agen kepolisian Prancis dan organisasi rahasia Opus Dei, tetapi juga tantangan intelektual yang menguji batas pengetahuan dan kepercayaan mereka.

 

Baca Juga: Review dan sinopsis film 'Mad Max: Fury Road': Menantang konvensi genre aksi dengan cara yang segar

Ketika mereka bergerak dari satu simbol ke simbol lain, melintasi Paris, London, dan akhirnya ke Skotlandia, mereka mengungkap kisah tentang sejarah alternatif Yesus Kristus dan Maria Magdalena, teori yang mengejutkan tentang "Sang Grail", dan pertarungan abadi antara kebenaran dan dogma.

"The Da Vinci Code" merupakan perjalanan yang seru dan mendebarkan, tidak hanya dalam mencari kebenaran historis tapi juga dalam eksplorasi tentang bagaimana cerita dan sejarah dapat dibentuk, dipertanyakan, dan kadang-kadang, direkonstruksi.

Kontroversi Film

Kontroversi ini bukan hanya sekadar perdebatan di kalangan kritikus film, tetapi juga telah menarik perhatian institusi keagamaan dan para cendekiawan.

Salah satu titik kontroversi utama adalah cara film ini menggambarkan Gereja Katolik dan teori konspirasi yang berkaitan dengan sejarah Kristiani.

Beberapa kelompok keagamaan menilai bahwa "The Da Vinci Code" mengandung informasi yang menyesatkan dan merusak, menyajikan teori konspirasi sebagai fakta sejarah. Ini memicu diskusi luas tentang batas-batas fiksi dan tanggung jawab dalam menyajikan materi yang sensitif.

Namun, di sisi lain, banyak penonton dan kritikus melihat film ini sebagai karya seni yang berhak untuk mengungkapkan pandangannya sendiri, bahkan jika pandangan tersebut bersifat spekulatif atau kontroversial. Dalam konteks ini, "The Da Vinci Code" menjadi lebih dari sekadar film; ia menjadi katalisator bagi dialog sosial dan kultural yang lebih luas.

Akhirnya, kontroversi yang mengelilingi "The Da Vinci Code" menunjukkan kekuatan film sebagai medium untuk memprovokasi pemikiran dan diskusi. Meskipun menimbulkan perdebatan, film ini juga membuka jalan untuk percakapan penting tentang sejarah, kepercayaan, dan bagaimana keduanya saling berinteraksi dalam masyarakat modern.

Film "The Da Vinci Code" tayang pada Rabu malam, 28 Februari 2024, pukul 21.00 WIB.***

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler