Melihat Bulukumba dari tradisi 'mabbaja kuburuq' dan 'massiara kuburuq' jelang Ramadhan

- 21 Maret 2023, 13:21 WIB
Ilustrasi ziarah kubur - Melihat Bulukumba dari tradisi 'mabbaja kuburuq' dan 'massiara kuburuq' jelang Ramadhan
Ilustrasi ziarah kubur - Melihat Bulukumba dari tradisi 'mabbaja kuburuq' dan 'massiara kuburuq' jelang Ramadhan /WartaBulukumba/Alfian Nawawi

WartaBulukumba - Bulukumba pada setiap menjelang Ramadhan adalah juga taman doa untuk mereka - orang-orang tercinta - yang sudah lebih dulu berpindah alam.

Bebungaan segar ditaburkan di kuburan setelah doa-doa dirapalkan. Kadang ada aroma dari daun pandan yang ditebarkan mengiringi suasana hening sakral. Namun menjelang Ramadhan, tradisi masyarakat Bulukumba lebih kepada membersihkan kuburan sekaligus ziarah kuburan. Sementara daun pandan lebih kerap ditebarkan di kuburan saat lebaran.

Tradisi membersihkan kuburan menjelang Ramadhan adalah juga salah satu destinasi spiritual bagi masyarakat Bulukumba. Menjelang Ramadhan tiba, dalam bahasa Bugis dikenal kebiasaan "mabbaja kuburuq" atau dalam dialek Konjo berbunyi "abbatasa jerq" yang artinya membersihkan kuburan.

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari jumlah penduduk miskin dan anak putus sekolah, ini datanya

Sejak zaman dahulu, bahkan sebelum masuknya Islam, ziarah kuburan di Sulawesi Selatan menjadi salah satu bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia, serta sebagai sarana untuk merenungkan kehidupan dan memperkuat iman bagi yang masih hidup.

Ritual "mabbaja kuburuq", "massiara kuburuq" dan"massuro baca" jelang Ramadhan hingga jelang lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha merupakan salah satu kelaziman di tengah masyarakat Muslim Sulawesi Selatan, termasuk masyarakat Kabupaten Bulukumba.

Tradisi "massuro baca" adalah membaca doa untuk keluarga yang telah meninggal dunia. Biasanya doa dipimpin oleh seorang pemuka agama setempat yang secara bergiliran memenuhi undangan di rumah-rumah warga untuk memimpin doa. Keunikan dari tradisi "massuro baca:" adalah sajian makanan lezat seperti ayam 'nasu likku' dan nasi ketan setelah doa selesai.

Baca Juga: Menelusuri Bulukumba dari hutan hingga 'back to nature'

Budayawan dan sastrawan senior di Kabupaten Bulukumba yang juga seorang da'i, Mahrus Andhis mengungkapkan bahwa bentuk tradisi budaya Islam tersebut bernilai manfaat.

"Apabila ritual semacam ini dilakukan dengan ikhlas tanpa tendensi peribadatan yang menyimpang dari syariat, maka pelakunya dijamin memperoleh pahala dari Allah SWT," tulis MAhrus Andhis dalam salah satu esainya paad tahun 2020 silam.

Mahrus Andhis lebih jauh menguraikan, di mata umat Islam, Ramadhan adalah bulan yang suci penuh Rahmat. Menyambut Ramadhan dengan hati yang gembira adalah sunnah Rasulullah. Ia mengutip hadits Nabi: "Man fariha bidukhuuli ramadhaana faharramallaahu jazadahu alanniiraani."

 

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari jalan-jalan rusak, data anggaran perbaikan yang ada hingga DAK

Aroma Daun Pandan

Pada Ramadhan dan lebaran masyarakat Bulukumba sebagai bagian dari suku Bugis Makassar  memahami makna kangen yang kolektif. Hanya sekali sampai dua kali setahun.

Pertemuan tahunan antara orang-orang yang masih hidup dan yang sudah berpulang itulah yang juga biasanya dihiasi daun pandan. Di meja makan ia membungkus ketupat. Di atas kuburan dianggap setara doa.

Masyarakat Bulukumba terbiasa membawa irisan-irisan daun pandan ke kuburan, terutama ziarah kuburan setelah lebaran.

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari Sungai Balantieng: Tambang Galian C versus kegelisahan petani

Tumbuhan monokotil dari keluarga pandanaceae itu aromanya wangi. Ia komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara.

Akarnya besar. Memiliki akar tunggang yang menopang tumbuhan ini bila telah cukup besar. Daunnya memanjang seperti daun palem dan tersusun apik.

Salah satu tradisi tertua itu adalah menebar bunga dan irisan daun pandan di atas kuburan. Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj, dijelaskan oleh Syaikh Al-Khathib Asy-Syarbini bahwa disunnahkan menaruh pelepah kurma hijau atau masih basah di atas kuburan. Begitu juga tumbuh-tumbuhan yang berbau harum dan semacamnya yang masih basah. Tidak boleh siapapun mengambilnya dari atas kuburan sebelum masa keringnya.

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari Desa Salassae: Gotong royong penuh cinta dalam perbaikan jalan

Daun pandan di Asia Tenggara rupanya memenuhi syarat sebagai pengganti pelepah kurma. Kitab Mughni Al-Muhtaj menerangkan haditsnya. Tentang sekali waktu Rasulullah SAW mengambil pelepah kurma yang basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Lalu menancapkan masing-masing satu belahan pada dua kuburan.

Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau lakukan itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: “Supaya dengan perantara pelepah kurma tersebut, kedua mayit itu diringankan dari siksa selama kedua belahan pelepah kurma itu belum kering.”

Saksi Bisu Sejarah

Misteri dan spiritualitas hingga ruang sejarah selalu menjadi magnet bagi banyak orang dalam setiap tradisi keagamaan.

Baca Juga: Menyesap Bulukumba dari secangkir kopi: Liberica yang langka hanya tumbuh di Desa Anrang

Banyak kuburan di Sulawesi Selatan yang menjadi saksi bisu sejarah. Sebagai contoh, Makam Raja-raja di Tanah Toraja merupakan salah satu destinasi wisata sejarah yang populer bagi para pelancong dari berbagai negara.

Makam Raja-raja di Tanah Toraja merupakan kompleks pemakaman yang dibangun sejak ratusan tahun yang lalu, di mana pemakaman ini memiliki arsitektur yang unik dan memperlihatkan adat istiadat yang kental.

Dalam tradisi ziarah kuburan di Sulawesi Selatan, terdapat banyak adat istiadat yang masih dilestarikan. Selain itu, ziarah kuburan di Sulawesi Selatan juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan antar keluarga, sanak saudara, dan komunitas yang ada.

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari pinggir: Palampang 'kampung pejuang'

Dalam pelaksanaannya, ziarah kuburan di Sulawesi Selatan dapat dilakukan secara individu atau secara berkelompok. Ada beberapa jenis ziarah kuburan yang biasa dilakukan, seperti ziarah makam leluhur, ziarah wali, atau ziarah untuk memperingati hari kematian seseorang.

Meskipun ziarah kuburan di Sulawesi Selatan umumnya dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam atau Kristen, namun terdapat pula masyarakat yang mempraktikkan agama animisme yang juga melakukan ziarah kuburan.

Namun, tradisi ziarah kuburan di Sulawesi Selatan juga menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah adanya pengaruh budaya barat yang semakin merangsek  ke dalam kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Kampung iklim, Bank Sampah hingga wisata pendidikan pertanian alami bergerak dari Desa Salassae Bulukumba

Tidak heran, banyak kuburan termasuk di Kabupaten Bulukumba, yang terlihat terbengkalai tak terurus selama puluhan bahkan ratusan tahun. Penyebab utamanya adalah keluarga yang meninggal sudah tidak pernah atau sangat jarang melakukan ziarah kuburan.

Sebagian masyarakat mengabaikan atau bahkan meninggalkan tradisi ziarah kuburan yang telah menjadi bagian dari budaya Sulawesi Selatan selama berabad-abad. Selain itu, modernisasi juga membawa pengaruh pada tata cara pelaksanaan ziarah kuburan yang semakin minim***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x